Uang Korupsi Proyek BTS Memancar ke Segala Penjuru: Menteri, BPK dan Komisi I DPR
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Persidangan lanjutan kasus korupsi menara BTS di Kementerian Kominfo dengan tersangka utama mantan Menteri Kominfo Jhonny G Plate, Selasa (26/9/2023), mengungkap fakta-fakta yang mencengangkan. Meski sebelumnya sudah ada isu adanya cipratan uang proyek ke sejumlah kalangan, namun persidangan kemarin kian memperkuat rumor yang selama ini beredar.
Sejumlah nama-nama orang penting dan institusi netara terungkap dan disebut para saksi menerima aliran uang hingga mencapai miliaran rupiah.
Salah satunya adalah Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo. Uang juga diduga mengalir ke staf ahli Komisi I DPR.
Fakta sidang tersebut terungkap berdasarkan kesaksian dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama.
Mereka dihadirkan sebagai saksi mahkota untuk terdakwa mantan Menkominfo Johnny G. Plate dkk di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (26/9).
Staf Komisi I DPR
Irwan dan Windi memulai penjelasan perihal pemberian uang Rp70 miliar kepada seseorang bernama Nistra Yohan yang diduga merupakan staf ahli di Komisi I DPR.
Nama Nistra Yohan sempat diinformasikan oleh mantan Dirut Bakti Kominfo yang duduk sebagai terdakwa yaitu Anang Achmad Latif.
"Saudara enggak bisa sebut nama orangnya?" tanya hakim Fahzal kepada Windi.
"Belakangan di penyidikan Yang Mulia, jadi saya mendapatkan nomor telepon dari Pak Anang, seseorang bernama Nistra," jawabnya.
"Nistra tuh siapa?" cecar hakim.
"Saya juga pada saat itu [diinformasikan] pak Anang lewat Signal, Pak. Itu adalah untuk K1," terang Windi.
"K1 itu apa?" lanjut hakim.
"Ya itu makanya saya enggak tahu, Pak. Akhirnya saya tanya ke Pak Irwan, K1 itu apa, 'Oh, katanya Komisi 1'," terang Windi.
Selanjutnya, Irwan menambahkan nama Nistra Yohan pernah ia dengar dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung. Selain itu, ia juga mendengar nama tersebut dari pemberitaan di media massa.
"Tahu kamu pekerjaannya apa, Wan?" tanya hakim.
"Saya tidak tahu, kemudian muncul di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) apa media," jawab Irwan.
"Belakangan saya tahu dari pengacara saya, beliau (Nistra Yohan) orang politik, staf salah satu anggota DPR," tandasnya.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya hakim.
"Saya menyerahkan dua kali Yang Mulia, totalnya Rp70 miliar," ungkap Irwan.
BPK Republik Indonesia
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut diduga menerima uang terkait proyek BTS 4G. Windi Purnama mengaku telah menyerahkan uang Rp40 miliar kepada seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari BPK.
"Nomor [telepon] dari Pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh pak Anang lewat Signal," ucap Windi.
"Berapa?" tanya hakim Fahzal.
"Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK Yang Mulia," tutur Windi.
"BPK atau PPK? Kalau PPK Pejabat Pembuat Komitmen. Kalau BPK Badan Pemeriksa Keuangan. Yang mana?" tanya hakim menegaskan.
"Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," jawab Windi.
Windi menjelaskan uang diberikan kepada Sadikin di parkiran salah satu hotel mewah di pusat kota Jakarta. Uang diberikan secara tunai dalam pecahan mata uang asing.
"Di mana ketemunya sama Sadikin itu?" tanya hakim.
"Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya, Pak," kata Windi.
"Berapa, Pak?" tanya hakim lagi.
"Rp40 M," ucap Windi.
"Ya Allah. Rp40 M diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang Rupiah atau Dolar Amerika, Dolar Singapura, atau Euro?" lanjut hakim terkaget-kaget.
"Uang asing, Pak. Saya lupa detailnya mungkin gabungan Dolar Amerika dan Dolar Singapura," ungkap Windi.
Dalam penyerahan itu, Windi ditemani dengan sopirnya. Uang puluhan miliar yang tersimpan dalam koper diserahkan kepada seseorang bernama Sadikin.
Edward Aritonang
Irwan dan Windi juga mengungkap sejumlah pihak yang diduga menjadi makelar kasus atau markus kasus BTS 4G. Di sana ada nama Wawan, Edward Hutahaean, Windu Aji Purnama, hingga Dito Ariotedjo.
Teruntuk Edward, Irwan mengaku telah memberikan uang sebesar Rp15 miliar. Namun, upaya menutup kasus BTS 4G lewat Edward gagal.
"Wawan itu siapa? Kembaran saudara?" tanya hakim Fahzal kepada Irwan.
"Pada saat itu sudah terjadi penyelidikan. Sebetulnya sebelum ke Wawan, ada pihak yang saya dengar datang ke Kominfo, ke pak Anang [mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif], menakut-nakuti dan mengancam sekaligus meminta proyek dan menawarkan untuk penyelesaian penyelidikan," tutur Irwan.
"Artinya kasus ini kasarnya bisa ditutup? Iya?" tanya hakim menegaskan.
"Seperti itu. Dimulai di bulan Juni/Juli 2022," kata Irwan.
"Itu sudah diselidiki, sudah penyelidikan," timpal hakim.
"Mungkin beliau sudah mendatangi pihak Bakti/Kominfo dari sebelumnya, yang saya dengar datang dan menawarkan untuk penyelesaian," lanjut Irwan.
"Dia ngakunya orang mana sehingga dia menawarkan itu?" tanya hakim lagi.
Irwan mengatakan orang tersebut mengaku sebagai pengacara dan bisa membantu menutup kasus BTS 4G di Kejagung. Irwan tidak mengetahui detail latar belakang orang dimaksud.
"Mungkin pak Galumbang [Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak] atau pak Anang lebih tahu karena beliau yang berkomunikasi langsung, namun saya hanya berbicara soal uang yang keluar untuk dia adalah Rp15 miliar," ungkap Irwan.
"Saudara mengeluarkan uang, logikanya pak Irwan, saudara mengeluarkan uang pasti tahu siapa orang ini," jelas hakim.
"Iya, namanya Edward Hutahaean," ungkap Irwan.
"Beliau yang mengaku pengacara dan mengaku bisa untuk mengurus (kasus)," tutur Irwan.
Irwan mengaku belum pernah bertemu langsung dengan Edward. Ia menyampaikan nama tersebut diperoleh dari Galumbang dan Anang.
"Berapa kali penyerahan?" lanjut hakim.
"Satu kali. Karena beliau banyak mengancam dan meminta proyek akhirnya diputuskan untuk tidak lanjut dengan beliau. Jadi, untuk beliau hanya satu kali 1 juta dolar," terang Irwan.
"Satu kali saja. Berapa diserahkan?" cecar hakim.
"Rp15 miliar," ucap Irwan.
Irwan menyampaikan staf Galumbang yang bernama Indra membantu menyerahkan uang tersebut kepada Edward.
Adapun Edward pernah diperiksa sebagai saksi oleh jaksa penyidik pada Kejagung.
Menpora Dito Ariotedjo
Irwan juga mengaku telah memberi uang sebesar Rp27 miliar kepada Dito Ariotedjo dalam rangka menyelesaikan kasus dugaan korupsi BTS 4G di Kejagung.
"Tadi saudara mengatakan di Jalan Denpasar ya. Sempat bertemu dan bersalaman walaupun saudara tidak sempat berkomunikasi," buka hakim anggota Rianto Adam Pontoh.
"Iya," jawab Irwan.
"Ciri-ciri orangnya apakah tinggi besar?" lanjut hakim.
"Tinggi besar," kata Irwan.
"Apakah Dito itu Menpora sekarang?" tanya hakim menegaskan.
"Iya," jawab Irwan.
"Benar? Harus jelas. Kepentingan apa dia dengan masalah BTS ini, Rp27 M," lanjut hakim.
"Untuk penyelesaian kasus Yang Mulia," ungkap Irwan.
Irwan mengaku tidak mengetahui kaitan antara uang Rp27 miliar tersebut dengan yang telah dikembalikan ke Kejagung.
"Kemudian uang Rp27 M itu, itu yang saudara serahkan ke penyidik Kejaksaan?" konfirmasi hakim.
"Saya tidak tahu pasti kaitannya Yang Mulia karena saya sedang di dalam tahanan," terang Irwan.
"Karena sama yang diserahkan ke Kejagung itu Rp27 M, sampai hari ini katanya itu uang saudara. Apa benar?" lanjut hakim.
"Jadi, dari awal saya diperiksa lalu di dalam saya meminta lewat pengacara untuk ...," kata Irwan yang langsung dipotong hakim.
"Enggak, pertanyaan saya apakah uang Rp27 M benar sebagaimana pernyataan penasihat hukum saudara itu uang saudara yang disampaikan ke Kejaksaan Agung?" tanya hakim menegaskan.
Irwan mengatakan uang Rp27 miliar yang diserahkan ke Kejagung tersebut merupakan bantuan untuk pengembalian kerugian negara. Uang tersebut diserahkan ke tim penasihat hukum Irwan lewat seseorang yang bernama Suryo.
"Suryo ada hubungan apa dengan Dito?" tanya hakim.
"Saya tidak tahu Yang Mulia, mungkin pengacara saya lebih tahu," kata Irwan.
Dalam proses penyidikan di Kejagung, Dito pernah diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi BTS 4G. Dito membantah penerimaan uang Rp27 miliar dimaksud.
Adapun Irwan dan Windi diperiksa sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Johnny G. Plate, Anang Achmad Latif dan mantan Tenaga Ahli Hudev UI Yohan Suryanto.
Johnny Plate dkk didakwa merugikan keuangan negara sejumlah Rp8 triliun terkait kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya. (*)