Ekonom Senior: Pemerintah Perlu Segera Tetapkan Kebutuhan Domestik DMO Cangkang Sawit untuk Co-Firing Pembangkit Listrik Green Energy!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Potensi cangkang kepala sawit yang besar di Indonesia semestinya bisa dialokasikan secara khusus untuk kebutuhan co-firing pembangkit listrik. Aturan kuota kebutuhan domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) semestinya ditetapkan sehingga pasokan cangkang sawit ke pembangkit listrik bisa terpenuhi dengan lebih murah dan konsisten.
Ekonom senior Sahala Benny Pasaribu MA, PhD menyatakan, cangkang sawit merupakan co-firing pembangkit listrik yang efektif dalam mendukung target bauran energi baru terbarukan nasional.
"Dari segi ketersediaan stok, cangkang sawit di Indonesia tersedia dalam jumlah yang besar. Cangkang sawit juga merupakan co-firing yang ramah lingkungan karena menghasilkan karbon yang jauh lebih rendah dibanding batu bara," kata Benny kepada SabangMerauke News di Pekanbaru, Jumat (22/9/2023).
Berdasarkan data yang diperoleh, luasan kebun sawit di Indonesia lebih dari 14 juta hektare. Dimana potensi cangkang sawit yang dihasilkan diestimasi mencapai 11 juta ton per tahun.
Pada sisi yang lain, saat ini cangkang sawit (Palm Kernel Shell) banyak yang dijadikan komoditi ekspor, khususnya ke negara Jepang yang juga dipakai untuk kebutuhan pembangkit listrik di negara sakura tersebut.
Benny yang merupakan mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai, sudah seharusnya pemerintah menetapkan regulasi khusus agar cangkang sawit ditetapkan alokasi DMO-nya. Sehingga, pembangkit listrik yang dimiliki negara dapat mempergunakan cangkang dengan pasokan yang aman dan berkelanjutan, serta harga yang lebih ekonomis (murah).
Ia membandingkan kebijakan pemerintah yang sebelumnya telah menetapkan DMO untuk batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO). Hal yang sama perlu segera diberlakukan untuk cangkang sawit.
"Penetapan DMO atau aturan sejenis untuk cangkang sawit menjadi instrumen penting agar pasokan cangkang sawit terjamin dan harganya lebih murah demi kebutuhan energi listrik nasional ramah lingkungan," kata Benny.
Alumnus Williams College, Massachusetts, USA dan Ottawa University ini menjelaskan, co-firing menggunakan cangkang sawit saat ini tidak bisa bersaing dengan batu bara. Hal ini karena harganya yang jauh lebih mahal dibanding sumber energi fosil tersebut. Harga cangkang sawit berkisar Rp 1,3 juta per ton, jauh di atas harga batu bara.
Benny menilai, sebenarnya cangkang kelapa sawit merupakan produk limbah dari industri kelapa sawit. Oleh sebab itu, keberadaannya bisa mendukung kebutuhan negara yang saat ini sedang giat mengeksekusi produksi green energy yang merupakan tuntutan global sebagai jalan skenario mengurangi emisi karbon.
Cangkang kelapa sawit memiliki kadar sulfur yang lebih rendah dari batu bara sehingga emisi yang dihasilkan juga menunjukkan penurunan efektif. Adapun cangkang yang digunakan berasal dari limbah perkebunan, rendah abu dan termasuk sebagai karbon netral, sehingga akan berimbas kepada lingkungan yang lebih baik.
"Masak industri kelapa sawit menyikat semua aneka produk sawit sampai ke yang paling limbahnya. Tentu ini sebenarnya bisa dijadikan salah satu dukungan kepada negara dalam bentuk corporate social responsibility (CSR). Harapannya, jika limbah cangkang sawit ini diperoleh dengan mudah dan murah, maka bisa saja harga listrik kita menjadi lebih murah juga," kata Benny yang juga merupakan Komisaris Independen PLN EPI.
PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) sebenarnya telah berhasil melakukan uji coba penggunaan 100% biomassa cangkang kelapa sawit untuk bahan baku pengganti batu bara (co-firing) di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas 2x7 megawatt (MW) Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau pada Juni 2022 lalu. Namun kabarnya saat ini co-firing menggunakan cangkang sawit tersebut tidak berlanjut karena harganya yang sulit dijangkau.
Uji coba penggunaan 100 persen biomassa dalam uji coba High Co-Firing (HCR) yang dilaksanakan pada 15 Juni lalu itu merupakan yang pertama di Indonesia, sekaligus sebagai jawaban masa depan energi bersih di Tanah Air. Hal ini merupakan salah satu dari program PLN 'Green Booster' yang digadang-gadang untuk mendukung target bauran energi baru terbarukan nasional. (*)
Tonton tayangan video SabangMerauke News di channel YouTube Garis Tengah Media