Persekutuan Gereja Indonesia Dukung Koreksi Tata Negara: Sistem Sekarang Aneh, Tak Seimbang Antara DPD dengan DPR
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyambut baik gagasan koreksi sistem bernegara yang diinisiasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, utamanya berkaitan dengan gagasan penguatan dan penyempurnaan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa.
Hal itu disampaikan Ketua Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom saat menerima Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan sejumlah anggota DPD RI di Grha Oikoumene, kawasan Salemba, Jakarta, pada Selasa (12/9/2023) lalu.
Dikatakan Pendeta Gultom, organisasinya sedapat mungkin berupaya memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa dan negara. Apalagi menyangkut gagasan memperkuat sistem bernegara, demi Indonesia yang lebih baik dan kuat.
“Kami sangat setuju dan mendukung,” tukasnya dikutip pgi.or.id.
Gomar menjelaskan, dari beberapa seminar dan diskusi yang digelar PGI, memang menuju satu kesimpulan. Bahwa bangsa ini harus kembali kepada nilai-nilai yang sesuai dengan keberagaman bangsa yang majemuk, yaitu Pancasila.
“Untuk itu memang kita harus kembali ke UUD 1945. Adapun kekurangannya, kita sempurnakan dengan cara yang benar. Sehingga tidak mengulang praktek kesalahan di masa lalu. Sehingga kami sependapat dengan tawaran untuk menyempurnakan itu,” ungkapnya.
Ia pun menyinggung pentingnya kedaulatan rakyat dikembalikan kepada rakyat melalui lembaga yang dapat secara utuh dihuni oleh seluruh komponen bangsa, termasuk dari kelompok non peserta pemilu.
“Tentunya agar mekanisme pengambilan keputusan sesuai dengan Sila Keempat Pancasila. Yang terpenting adalah, kita kembali ke UUD 1945 naskah asli untuk selanjutnya di-adendum,” tutur Pendeta kelahiran Tarutung, Sumatera Utara itu.
Gomar mendukung agar DPD RI dapat melaksanakan fungsi legislasi, seperti tertuang dalam proposal kedua yang digagas DPD RI. Yaitu untuk masuk di dalam anggota DPR dari unsur perseorangan.
“Karena sistem yang sekarang ini aneh. Bikameral, tetapi tidak ada keseimbangan, antara DPR dan DPD. Jadi tidak jelas,” tandasnya.
PGI, tambahnya, ingin mendukung peta jalan yang digagas DPD. Meskipun ia mengakui ada kekhawatiran, akan ada tumpangan agenda lain di dalam Amandemen nantinya.
“Tetapi saya kira, demi Indonesia yang demokratis, merepresentasikan rakyat, wacana tersebut bukan hal tabu,” tegasnya
"Kami sadar, betapa makin mahalnya harga demokrasi di republik ini. Jadi dari pertemuan ini, saya kira dari uraian-uraian yang disampaikan, kita memiliki banyak kesamaan pandang. Mudah-mudahan dari pertemuan ini kami bisa seiring langkah setelah mendapatkan gambaran yang semakin utuh," kata dia.
Sementara itu, Ketua DPD RI LaNyalla memaparkan, berdasarkan kajian Komisi Konstitusi bentukan MPR di tahun 2002, disimpulkan amandemen konstitusi pada tahun 1999-2002 dilakukan tanpa naskah akademik dan inkonsistensi dari segi teori antara satu dengan lainnya.
Karenanya, LaNyalla menilai penting untuk kembali UUD 1945 naskah asli dan dilakukan penguatan serta penyempurnaan sistem bernegara melalui amandemen adendum.
LaNyalla juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk mendorong MPR dan semua lembaga negara serta institusi termasuk organisasi-organisasi masyarakat untuk membangun konsensus nasional demi mewujudkan hal tersebut.
Ketika kedua tahapan tersebut tercapai, LaNyalla menyebut pada saat itulah bangsa ini menyongsong masa depan yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
"Sehingga, atas dorongan tersebut, kami yang sekarang berada di Senayan bersepakat untuk menggelar Sidang MPR dengan agenda tunggal, yaitu; mengembalikan konstitusi Indonesia sesuai Naskah 18 Agustus 1945, untuk kemudian kita lakukan amandemen melalui teknik adendum," kata LaNyalla. (*)