Pergantian Kurikulum Tergantung Pergantian Menteri Pendidikan?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Memasuki tahun politik menjelang Pemilu 2024, pemerintah akan menetapkan kurikulum merdeka sebagai kurikulum nasional mulai tahun 2024. Artinya, akan ada fase transisi perubahan dari kurikulum 2013 ke kurikulum merdeka.
Terkait hal ini, seringkali ada anekdot yang menyebutkan setiap ganti menteri pendidikan atau berganti rezim, maka akan berganti kurikulum. Benarkah demikian?
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo menjelaskan bagaimana kemungkinan sustainability atau keberlanjutan nasib kurikulum merdeka ke depannya. Saat ditanya jika ganti menteri tahun 2024, lalu apakah kurikulum merdeka akan diganti, Anindito Aditomo menjelaskan secara rinci.
“Bedakan antara program dan kebijakan ya. Program itu gampang sekali, program cetak 15 juta buku bacaan, itu gampang sekali. Gak ada landasan regulasinya, itu adalah diskresi. Itu kan kebijakan, ada landasan regulasinya. Kurikulum merdeka itu landasannya bukan hanya satu regulasi landasannya, peraturan Dirjen, kepala badan, sampai ke peraturan pemerintah. Minimal ada 4 peraturan menteri. Dari sisi regulasi, ini berlapis-lapis, akan perlu effort dan waktu yang panjang, ubah kebijakan ini. Ini sangat hati-hati untuk beri landasan regulasinya,” katanya.
“Di balik itu (penetapan kurikulum) landasannya berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun,” tuturnya.
Intinya, kata dia, masyarakat akan menilai sendiri terkait kebermanfaatan suatu program. Jika setiap sekolah dan orangtua sudah merasakan manfaat dan perbedaan kurikulum merdeka, maka mereka juga pasti tidak akan rela untuk diganti lagi dengan kurikulum lainnya atau kembali ke kurikulum sebelumnya.
“Kalau kurikulum merdeka ini yang sudah dirasakan manfaatnya di sekolah, dan murid dan orangtua merasakan manfaatnya, makia logis gak secara politik menyatakan ah sudah balik lagi saja, atau ganti saja?” kata dia.
“Baru setahun, dua tahun diberlakukan, maka ganti lagi. Kira-kira publik gimana. Kesel kan? Ketika pengambil kebijakan itu ambil kebijakan tak populer, political will-nya gak populer,” jelasnya.
Dia mencontohkan, manfaat yang paling konkret dari kurikulum merdeka adalah ketika anak menyukai IPA namun tidak suka kalkulus, maka si anak tidak perlu mengambil mata pelajaran kalkulus. Dan misalnya seorang anak menyukai jurusan IPA tetapi tidak suka mata pelajaran biologi, maka anak tersebut tidak perlu mengambil mata pelajaran biologi. Semuanya terserah anak, disesuaikan pada minat dan kemampuan anak.
“Saya sendiri akan sangat kecewa sebagai orangtua jika anak saya dipaksa lagi, dijuruskan lagi ke IPA, bahasa, dan IPS. Saya tidak mengatakan, kurikulum merdeka tak perlu diubah. Sesuatu yang fleksibel justru bisa diubah, yang kaku susah tapi kerangkanya tetap,” katanya. (*)