Dinamika Pengelolaan Sampah Bagi Masyarakat dan Lingkungan
SABANGMERAUKE NEWS, JAKARTA - Masalah sampah di era modern saat ini masih menjadi salah satu isu lingkungan yang mendesak dan membutuhkan solusi yang inovatif. Dalam upaya untuk mengatasi persoalan tersebut, konsep pengolahan sampah menjadi energi telah menjadi solusi yang menjanjikan.
Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna bagi kebanyakan orang dan selalu menghantui masa depan tata kelola lingkungan, khususnya tatanan sosial dan kualitas kesehatan masyarakat, tetapi di balik itu tersimpan banyak manfaat sampah jika dikelola dengan baik.
Salah satu manfaat yang dihasilkan oleh sampah adalah sumber energi listrik yang dapat memenuhi kebutuhan hidup banyak orang.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan energi listrik berbasis sampah diperlukan bukan hanya untuk menyelesaikan masalah energi dengan menciptakan energi terbarukan, tetapi juga dapat menyelesaikan persoalan sampah.
Karena itu pengolahan sampah menjadi energi listrik harus dipercepat supaya solusi mengenai sampah dan energi terbarukan, bisa diatasi dan difasilitasi.
Pengolahan sampah energi listrik (PSEL) merupakan bagian dari implementasi sirkuler ekonomi, yang bisa mencapai beberapa tujuan, seperti untuk kebersihan lingkungan, pemanfaatan material sisa untuk penyediaan energi, dan pengurangan konsumsi bahan bakar fosil.
Sementara itu Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa PSEL merupakan program prioritas nasional sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 35 Tahun 2018 tentang tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Mengacu pada aturan tersebut, Kementerian ESDM mendapat mandat untuk membantu menetapkan harga dan formula untuk pembelian listrik oleh PT. PLN di 12 kota dan membantu pemerintah daerah dalam proses pembangunan PSEL/PLTSa.
Dari 12 kota yang ditetapkan dalam Perpres Nomor 35 2018, baru satu yang beroperasi sebagai komersil, yaitu PLTSa Benowo di Surabaya, dengan kapasitas 11 MW, dua MW menggunakan teknologi landfill gas dan sembilan MW menggunakan teknologi gasifikasi.
Sementara itu terhitung sejak 2019 hingga 2022, Pembangkit Listrik Tenaga sampah (PLTSa) sudah diterapkan di 12 kota, sesuai Perpres 35, yaitu DKI Jakarta, Denpasar, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Palembang, dan Kota Manado.
Manfaat pengolahan sampah
Pengolahan sampah menjadi energi listrik, yang kini menjadi perhatian dan program pemerintah di segala tingkatan, memiliki sejumlah manfaat yang signifikan.
Pertama, membantu mengurangi dampak negatif dari sampah itu terhadap lingkungan. Dengan mengubah sampah menjadi energi listrik, volume sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir dapat dikurangi secara signifikan.
Kedua, pengolahan sampah menjadi energi listrik mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil yang terbatas dan penggunaanya berdampak negatif terhadap lingkungan. Dengan demikian, pengolahan sampah menjadi energi dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengurangi dampak perubahan iklim.
Ketiga, pengolahan sampah menjadi energi listrik juga dapat memberikan manfaat ekonomi. Proses ini menciptakan lapangan kerja baru dan dapat menghasilkan pendapatan tambahan bagi warga melalui penjualan energi yang dihasilkan.
Pengolahan sampah menjadi energi adalah proses yang melibatkan penggunaan teknologi thermochemical untuk mengubah sampah menjadi sumber energi listrik. Proses ini menggunakan metode Insinerasi, yaitu metode thermochemical yang mampu menghasilkan uap untuk menggerakkan generator listrik.
Uap panas dari gas buang hasil pembakaran sampah yang digunakan untuk mengonversi air dalam boiler menjadi steam. Steam inilah yang dapat digunakan untuk memutar turbin yang menghasilkan energi terbarukan, berupa listrik.
Diketahui bahwa untuk 100 ton sampah dengan menggunakan teknologi thermochimical dapat memproduksi listrik sebesar 731,3 kWh.
Kekurangan dan kelebihan
Proses pengolahan sampah menjadi energi atau PLTSa dengan sistem insinerasi juga memiliki kekurangan. Dengan sistem itu dapat menghasilkan limbah padat berbahaya, kemudian membutuhkan modal yang besar dalam memasang peralatannya, dan berisiko penolakan publik karena polusi yang dihasilkan oleh PLTSa.
Hal ini dikarenakan PLTSa menghasilkan emisi gas karbon dari sisa pembakaran sampah. Meskipun demikian, saat ini sudah memiliki solusi, seperti di PLTSa Bantar Gebang yang dilengkapi sistem filter, sehingga mampu mengurangi polusi yang dihasilkan dari proses insinerasi.
Di samping kekurangan yang dimiliki PLTSa, banyak keunggulan yang perlu dibanggakan, yaitu dapat mengelola seluruh jenis sampah yang ada di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST), karena sistem yang sudah dimodifikasi, sehingga bisa mengelola sampah yang tercampur dan basah.
Selain itu, fungsi utama dari PLTSa adalah pemanfaatan limbah sebagai sumber bahan utama dari PLTSa mampu mengurangi massa sampah sebesar 70 persen dan mengonversinya menjadi energi listrik.
Tantangan dalam Implementasi
Meskipun memiliki manfaat yang signifikan, implementasi pengolahan sampah menjadi energi listrik masih memiliki sejumlah tantangan.
Tantangan pertama, diperlukan investasi yang besar dalam pembangunan infrastruktur dan pengadaan teknologi. Karenanya hal ini membutuhkan komitmen dari pemerintah dan sektor swasta untuk mengalokasikan sumber daya yang cukup.
Kedua, perlu adanya peraturan dan kebijakan yang mendukung pengembangan pengolahan sampah menjadi energi. Kebijakan yang jelas dan konsisten dapat memberikan insentif dan memfasilitasi implementasi teknologi yang diperlukan.
Ketiga, kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengolahan sampah perlu ditingkatkan. Edukasi yang efektif dan program partisipasi masyarakat dapat membantu mengubah pola pikir dan perilaku terkait pengelolaan sampah.
Sampah adalah salah satu masa depan energi yang ramah lingkungan. Semua upaya pemerintah untuk memaksimalkan potensi sampah menjadi energi ini perlu mendapat dukungan dari masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. (KB-07)