Warga Pulau Rupat Protes Ramai-ramai Tanam Karet, Tuding Lahannya Digarap PT Sumatera Riang Lestari
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Sejumlah warga Kelurahan Batupanjang, Kecamatan Rupat, Bengkalis melakukan aksi penanaman karet di lahan kelompok tani mereka yang diklaim PT Sumatera Riang Lestari (SRL) berada dalam lahan konsesi. Aksi yang berlangsung pada Rabu (6/9/2023) kemarin merupakan bentuk perlawanan terhadap perusahaan hutan tanaman industri (HTI) tersebut yang dituduh menggarap lahan warga.
Warga dalam aksinya juga meminta agar SRL menghentikan aktivitas perluasan areal tanam akasia di pulau terdepan NKRI yang berhadapan dengan Malaysia tersebut. Menurut mereka, sejak 2007 silam, lahan warga yang sudah ditanami karet berangsur-angsur telah dijadikan areal tanam akasia.
Sempat terjadi ketegangan antara warga dengan pegawai SRL. Warga yang melakukan penanaman bibit karet sempat saling kejar dengan pekerja perusahaan. Warga juga emosi ketika melihat di lapangan masih berlangsung aktivitas dua alat berat ekskavator.
Maizer Khan, salah satu warga menerangkan, masyarakat meminta agar perusahaan segera menutup kanal karena menjadi saluran pembuangan air ke sungai yang bermuara ke laut itu. Warga menilai pembuatan kanal-kanal tersebut akan berdampak sistemik pada kerusakan ekologi Pulau Rupat yang sudah ditetapkan pemerintah pusat sebagai pulau kecil terluar itu.
Maizer menyatakan, aksi penanaman bibit pohon karet dilakukan di lahan kelompok tani yang tersisa. Menurutnya, dengan adanya aktivitas HTI di daerah tersebut, kehidupan masyarakat setempat terusik. Keberadaan HTI di wilayah mereka telah mengorbankan lahan kelompok tani.
"Sekarang lahan sudah hancur porak-poranda. Bahkan tanaman sawit dan karet warga yang sudah pernah ada sekarang ini sudah hilang. Ini sangat luar biasa merugikan warga" katanya.
Ia juga meminta agar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menurunkan tim untuk melihat kondisi Pulau Rupat saat ini.
"Kerusakan lingkungan di pulau ini sangat signifikan. Harus segera diselamatkan dengan tindakan Kementerian LHK sebagai pemegang kewenangan," kata Maizer.
Ia mengaku heran, meski konflik antara masyarakat dengan perusahaan SRL sudah berlangsung cukup lama, sejak 2012 silam, namun hingga saat ini pemerintah tak kunjung pernah menyelesaikannya.
Dalam aksi tersebut, massa juga membentangkan poster berisi penolakan aktivitas PT SRL di Pulau Rupat.
"Kami menolak aktivitas PT SRL di kampung kami. Kami butuh keadilan bermarwah, makmur sejahtera. Kanal SRL merubah ekosistem air dan gambut. Marwah hilang, ekonomi sulit di kampung kami. Bumi, air dikuasai negara dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan korporasi," tulis warga dalam posternya.
Manajemen PT SRL belum memberikan konfirmasi soal aksi warga tersebut. Agil Samosir, Humas SRL menyebut masih akan berkoordinasi dengan tim.
Ditolak di Pulau Rangsang
Sebelumnya, aksi protes dan penolakan terhadap PT SRL juga sedang berlangsung di Desa Tanjung Kedabu, Rangsang Pesisir, Kepulauan Meranti sejak bulan lalu. Warga di pulau ini juga menuding perusahaan telah merambah memasuki kebun mereka mendekati perkampungan.
Atas penolakan tersebut, Pelaksana Tugas Bupati Kepulauan Meranti Asmar telah menerbitkan surat agar perusahaan menghentikan sementara aktivitas operasional pada lahan yang dipersengketakan. Meski demikian, di lapangan menurut warga kegiatan tetap berlangsung.
Pihak SRL menyebut kalau perusahaan mengelola lahan yang merupakan areal konsesi yang diberikan Menteri LHK lewat izin yang dimiliki.
61 Persen Pulau Rupat Dikapling Korporasi
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau telah mengungkap kondisi Pulau Rupat dalam ancaman ekologi yang serius. Analisis perizinan yang dilakukan Walhi Riau memperlihatkan 61,7 persen daratan Pulau Rupat telah dikapling untuk kepentingan korporasi.
Menurut Walhi Riau, sedikitnya terdapat 7 perusahaan perkebunan dan kehutanan yang beraktivitas di Pulau Rupat. Kondisi ini jelas tidak adil bagi 49.480 jiwa penduduk atau 14.175 kepala keluarga (KK) di Pulau Rupat.
Kementerian/lembaga yang bertanggung jawab untuk urusan kelautan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil juga harus turun tangan untuk menyelamatkan Pulau Rupat. Sebagai pulau kecil, keberadaan perizinan perkebunan, kehutanan hingga tambang akan mengancam Pulau Rupat tenggelam. (*)