Nelayan Pulau Rupat Tagih Kado Akhir Jabatan Gubernur Syamsuar: Cabut Izin Tambang Pasir PT Logo Mas Utama!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Sejumlah nelayan Pulau Rupat dan aktivis lingkungan menggelar demonstrasi di Kantor Gubernur Riau, Selasa (5/9/2023). Kelompok yang menamakan dirinya Solidaritas Jaga Pulau Rupat mendesak Gubernur Riau Syamsuar segera mencabut izin tambang pasir laut PT Logo Mas Utama (LMU).
Dalam orasinya, pengunjuk rasa mengklaim keberadaan tambang pasir LMU telah merusak ekosistem dan lingkungan laut di kawasan tersebut. Akibatnya berdampak kepada masyarakat terutama nelayan dengan menurunnya hasil tangkapan ikan.
”Kami bersolidaritas atas perjuangan panjang nelayan Pulau Rupat dan dengan tegas ambil bagian dalam desakan kepada Gubernur Riau agar segera mencabut IUP PT Logomas Utama,” kata Koordinator Aksi, Sri Depi Surya Azizah.
Sri Depi juga meminta Gubernur Riau Syamsuar di sisa masa jabatannya tidak menerbitkan izin tambang pasir laut baru di Riau dengan alasan apapun, termasuk dengan alasan pemanfaatan hasil sedimentasi laut.
Aksi ini diawali long march aksi dari Taman Makam Pahlawan Kusuma Dharma dan selanjutnya bergerak menuju kantor Gubernur Riau. Koalisi Solidaritas Jaga Pulau Rupat lahir sebagai bentuk solidaritas orang muda dan kelompok masyarakat sipil di Riau atas perjuangan nelayan Desa Suka Damai dan Desa Titi Akar di Pulau Rupat atas perjuangannya untuk memastikan hak atas laut dan wilayah tangkap yang baik dan sehat.
Kepala DPMPTSP Provinsi Riau, Helmi menyatakan pada Juni 2022 lalu izin PT LMU telah dibekukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ia juga menjamin kalau Pemprov Riau tidak akan menerbitkan izin terhadap perusahaan manapun.
"Pembekuan izin LMU oleh KKP merupakan tahapan. Ada mekanisme dan prosedurnya untuk pencabutan. Apabila aturan terpenuhi, zinnya dicabut," kata Helmi kepada media.
Sebelumnya, desakan masyarakat nelayan Pulau Rupat, Bengkalis agar Gubernur Riau Syamsuar segera mencabut izin usaha pertambangan (IUP) pasir laut PT Logo Mas Utama (LMU) telah disampaikan lewat konferensi pers di Sekretariat Walhi Riau pada Senin (4/9/2023).
”Kami meminta Gubernur untuk mencabut izin PT Logomas Utama karena izin ini adalah mimpi buruk bagi kami," kata Eriyanto, perwakikan nelayan Desa Suka Damai, Pulau Rupat dalam konferensi pers di sekretariat Walhi Riau, Senin (4/9/2023).
Eriyanto menjelaskan, keberadaan tambang pasir laut PT LMU berdampak pada hilangnya mata pencaharian masyarakat setempat dan rusaknya ekosistem lingkungan di tempat tersebut.
"Gubernur Riau juga jangan lagi menerbitkan izin tambang pasir laut di Riau yang baru," katanya.
Kegiatan operasional PT LMU memang telah dihentikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Aktivitas penyedotan pasir laut telah menyebabkan hasil tangkap nelayan berkurang drastis. Bahkan selama empat bulan, para nelayan tidak melaut karena wilayah tangkap mereka rusak dan hanya tersisa sedikit ikan.
Selain itu, warga di dua desa, Desa Suka Damai dan Titi Akar yang paling terdampak tambang pasir laut ini, juga menyadari apabila penambangan pasir laut terus dibiarkan, maka dampak abrasi akan makin tinggi. Dikhawatirkan suatu saat akan tidak hanya akan menenggelamkan Pulau Babi dan Pulau Beting Aceh tapi juga Pulau Rupat itu sendiri.
Sebelumnya, pada Januari 2022, perwakilan nelayan Desa Titi Akar dan Suka Damai telah melaporkan masalah ini ke Gubernur Syamsuar. Hasilnya, Gubernur Riau mengeluarkan surat rekomendasi nomor 540/DESDM/119 tertanggal 12 Januari 2022 kepada Kementerian ESDM untuk mencabut IUP PT LMU karena saat itu kewenangan perizinan berada di pemerintah pusat. Lokasi IUP berada di wilayah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Kawasan Strategis Kawasan Pariwisata Kabupaten.
Pada 13 Februari 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap kapal yang disewa oleh PT LMU untuk melakukan penambangan di perairan Pulau Rupat. KKP menyatakan bahwa PT LMU tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), sehingga aktivitasnya harus dihentikan sementara.
Lalu pada 17-18 Februari 2022, KKP kembali ke Pulau Rupat untuk melakukan investigasi dalam rangka pencarian bukti adanya perusakan ekosistem laut serta berkurangnya penghasilan nelayan akibat adanya tambang pasir oleh PT LMU. Bukti tersebut memperkuat alasan kenapa IUP PT Logomas Utama tidak boleh beroperasi di sana. Namun, sampai hari ini, KKP tidak kunjung menunjukkan hasil investigasi tersebut, sehingga perjuangan untuk menuntut pencabutan IUP PT LMU masih harus terus dilakukan.
Boy Jerry Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau mengungkit soal tindakan Gubernur Riau yang sangat bernyali dengan meminta Menteri ESDM mencabut IUP PT Logomas Utama. Saat itu, Syamsuar beralasan tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut IUP berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU Minerba.
"Sikap tegas seperti ini harus diulang Syamsuar, karena pasca terbitnya Perpres 55 Nomor 2022 pada April 2022, Gubernur telah mempunyai kewenangan untuk mencabut IUP tersebut. Ini adalah waktu bagi Syamsuar untuk menunjukkan nyalinya," tantang Boy Jerry.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, tokoh masyarakat Riau Azlaini Agus menyerukan agar di sisa masa jabatannya, Syamsuar harus masuk ke urusan lebih besar. Salah satunya menyangkut pencabutan IUP Logomas Utama yang mengancam hajat hidup orang banyak di Pulau Rupat.
Ia juga mengingatkan agar di ujung masa jabatannya, Syamsuar berkomitmen tidak menerbitkan izin pertambangan pasir laut yang baru.
"Sebab dampak kerusakan tambang pasir laut lebih besar dampaknya dibanding PAD dan manfaatnya bagi masyarakat. Jadi kita tidak hanya minta dicabut izin PT Logomas Utama, tapi juga tidak menerbitkan izin tambang pasir laut di Riau dengan alasan apapun termasuk untuk pendalaman pasir laut," kata Azlani. (*)