26 Perusahaan Tercatat Dalam Bursa Efek Indonesia Sedang Lakukan Antre IPO
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sebanyak 26 perusahaan berada dalam pipeline untuk melakukan pencatatan perdana saham atau initial public offering (IPO) hingga 1 September 2023.
Sementara pada periode yang sama, telah tercatat 64 perusahaan yang melantai di bursa dengan dana dihimpun mencapai Rp49,2 triliun.
“Sebanyak empat perusahaan memiliki aset berskala kecil atau di bawah Rp50 miliar,” kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna dalam keterangannya, Sabtu (2/9/2023).
Di samping itu, sebanyak 15 perusahaan masuk dalam kategori aset berskala sedang atau memiliki total nilai aset antara Rp50 miliar hingga Rp250 miliar. Serta, tujuh perusahaan memiliki aset berskala besar atau di atas Rp250 miliar.
Dari daftar pipeline perusahaan yang akan IPO, sebanyak 7 perusahaan berasal dari sektor konsumer non siklikal. Kemudian, 4 perusahaan berasal dari sektor bahan baku.
Selanjutnya, dari sektor siklikal terdapat 3 perusahaan dan 2 perusahaan dari sektor teknologi. Diikuti masing-masing 2 perusahaan dari sektor energi, kesehatan, industri dan transportasi.
“Serta masing-masing 1 perusahaan dari sektor infrastruktur dan properti,” imbuh Nyoman.
Lebih lanjut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penghimpunan dana di pasar modal hingga 25 Agustus 2023 mencapai Rp172,2 triliun.
Di samping itu, pertumbuhan jumlah himpunan dana selaras dengan jumlah investor yang meningkat menjadi 11,35 juta investor per Juli 2023.
Sementara itu, capital outflow ekuitas per Agustus 2023 tercatat sebesar minus Rp18 triliun dan obligasi tercatat minus Rp6,69 triliun.
Melansir laman e-ipo, saat ini terdapat satu perusahaan yang tengah memasuki masa penawaran umum atau offering yakni, PT Multitrend Indo Tbk. Serta, satu perusahaan lainnya masih dalam masa penawaran awal atau bookbuilding yaitu PT Anugerah Spareparts Sejahtera Tbk.
Hingga akhir tahun 2023, OJK menargetkan penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp200 triliun. Target tersebut memang turun dari tahun lalu mengingat kondisi tahun 2023 ini yang berbeda dengan tahun 2022. OJK menilai bahwa situasi ekonomi global saat ini belum begitu masih penuh ketidakpastian. (*)