Alibi Pengusaha Kedai Kopi dan Restoran Tak Bayar Pajak karena Perda Belum Disosialisasikan, Bapenda Meranti: Kami Tak Mau Dituding Main Mata!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kepulauan Meranti mengingatkan pengusaha coffee shop dan kedai kopi konvensional di Kota Selatpanjang untuk segera membayar kewajiban pajak. Bapenda membuka kemungkinan masalah ini akan diselesaikan lewat penegakan Perda tentang Pajak Daerah yang ditangani Satpol PP.
Baru-baru ini, sejumlah pengusaha kedai kopi mendatangi Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kepulauan Meranti. Kedatangan mereka adalah untuk melakukan audiensi terkait penarikan pajak restoran sebesar 10 persen yang dibebankan kepada konsumen. Para pengusaha agak keberatan dengan alasan terkait Perda tersebut belum pernah dilakukan sosialisasi.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kepulauan Meranti melalui Kepala Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Informasi, Rio Hilmi mengatakan Perda Nomor 10 tahun 2011 yang menjadi turunan dari UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah sudah disosialisasikan luas kepada para pelaku usaha.
"Kami sudah melakukan sosialisasi Perda mengenai pajak daerah ini kepada para pelaku usaha, terkecuali bagi mereka yang memang tidak ingin membayarkan pajak nya," kata Rio Hilmi, Jumat (1/9/2023).
Menurut Rio, pajak restoran yang dipungut 10 persen dan dibebankan kepada konsumen itu tidak memberatkan para pelaku usaha. Apalagi sistem yang diterapkan adalah self-assessment, artinya pihaknya memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajaknya.
"Sistem pajak restoran itu diterapkan self assessment, dimana untuk pajaknya mereka yang hitung sendiri sesuai dengan omset yang didapatkan perbulannya," kata Rio lagi.
Selain itu, pajak 10 persen tersebut hanya berlaku kepada usaha yang omsetnya mencapai Rp 2 juta per bulan. Jika tidak mencapai maka kewajiban akan pajak tersebut akan gugur.
"Bahkan ada yang sudah dua tahun beroperasi belum ada itikad untuk melakukan pembayaran pajak. Sebenarnya bukan kita abaikan, upaya sudah kita lakukan namun keengganan dan kesadaran mereka untuk membayar pajak yang kurang. Kami sudah melakukan pengawasan, untuk kedai kopi yang sepi saja omsetnya mencapai Rp 18 juta per bulan, apalagi yang ramai," tuturnya.
Saat ini kata Rio, pihaknya baru menerapkan pendekatan persuasif agar para wajib pajak bisa melunasi kewajibannya.
"Kita masih lakukan pendekatan persuasif. Kedai kopi konvensional dan coffee shop, diharapkan mulai tertib untuk melakukan pembayaran pajak," kata Rio.
Meski demikian, jika para wajib pajak masih belum memenuhi kewajibannya, maka persoalan ini terpaksa diserahkan kepada petugas penegak perda dalam hal ini Satpol PP.
"Kinerja kami ini diawasi APH, jadi kami tidak mau ada indikasi bermain mata dengan pelaku usaha hanya karena pajaknya tak bisa ditagih," ucapnya.
Menurut Rio, ke depan perda tentang Pajak Daerah ini akan direvisi. Salah satu yang akan dirubah menyangkut pajak restoran yang dipungut tidak lagi 10 persen dari omset Rp 2 juta, namun berubah tarif pajaknya menjadi 5 persen pada omset Rp 5 juta.
"Pengecualiannya adalah, jika pajak 5 persen pada omzet Rp 5 juta ini diberatkan pada konsumen, maka akan dikenakan 10 persen, itu akan diketahui saat kami lakukan pengawasan dan uji petik di lapangan. Ini kami ambil kebijakannya untuk meringankan pelaku UMKM agar bisa berkembang," pungkasnya. (R-01)