Tak Hanya Media, Ternyata Inilah Sumber Uang Surya Paloh
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Nama Surya Paloh dalam beberapa bulan terakhir menjadi sorotan publik. Hal ini disebabkan karena posisinya sebagai Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang mengusung Anies Baswedan menjadi calon presiden Indonesia.
Kabar terbaru perihal Surya Paloh kembali terdengar usai beredar kabar bahwa dia mencalonkan capres Anies Baswedan dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, sebagai cawapres. Kabar pencalonan ini diputuskan konon bukan dari kesepakatan partai koalisi (PKS dan Demokrat), melainkan keputusan sepihak Surya.
Terlepas dari itu menarik untuk menelusuri figur Surya Paloh, terutama soal kisah bisnisnya. Semua orang mengetahui bahwa Surya adalah pebisnis yang memiliki dua media besar di Indonesia, yakni Media Indonesia dan Metro TV.
Dari penguasaan bisnis itu, dia disebut memiliki harta triliunan. Meski begitu, bisnis media baru dijalani Surya di separuh perjalanan hidupnya.
Tapi tahu kah Anda bahwa bisnis awalnya miliknya bukan media melainkan pemasok peralatan kepolisian? Bagaimana ceritanya?
Dalam biografi yang ditulis Usamah Hisyam berjudul Surya Paloh: Matahari Restorasi, Sang Ideolog (2014), bisnis itu dimulai pada tahun 1975 di bawah bendera PT Ika Mataram Coy. Dia menjalani bisnis itu berkat bantuan Widodo Budirdarmo, Kapolri periode 1974-1978, yang dikenalnya sejak zaman menjadi Kapolda Sumatera Utara (Sumut).
Berkat kepercayaan tinggi kepada Surya, Widodo memintanya memasok peralatan polisi, seperti borgol, pentungan, sepeda, dan atribut polisi lain. "Dari bisnis ini Surya seperti kejatuhan durian. Ia sukses mengantongi keuntungan sebesar Rp 25 juta," tulis Usamah Hisyam.
Pada waktu bersamaan, bisnis Surya juga tak hanya sebagai pemasok peralatan, tetapi juga sebagai distributor semen di lingkungan proyek Pemprov DKI Jakarta. Kebetulan, dia mengenal Cokro Supriyanto, putra Gubernur DKI Jakarta periode 1977-1982 Tjokropranoto, sehingga bisa dipercaya mengurusi proyek pemprov, termasuk memperoleh proyek pembangunan Jalan M.H Thamrin.
Nilai kontraknya pun bukan main. Di usia belum 30 tahun, Surya sudah memegang proyek dengan nilai Rp 2,5 miliar per bulan.
Tentu ini angka sangat fantastis di tahun 1970-an. Dari situlah, Surya mulai memupuk kekayaannya.
Perlahan, bisnis Ika Mataram pun semakin besar usai sukses menjadi distributor pengadaan gula BULOG dan menjadi agen tunggal waterproof paint di Indonesia yang bekerja sama dengan pabrik asal Kanada, Kryton. Saat menjadi distributor gula, perusahaan mendapat untung Rp 5 per kilogram.
Surya kala itu menjadi distributor 200 ton gula per bulan. Artinya keuntungannya sangat luar biasa.
Dalam biografi resminya itu Surya tak menampik kalau awal mula bisnisnya didapat dari relasi yang dikenalnya. Meski begitu dia juga sadar bahwa relasi bersifat dinamis.
Singkat cerita dia ingin lepas dari relasi-relasi itu dan mendirikan bisnis sendiri. Sebab, jika bergantung pada relasi tersebut, bisnis Ika Mataram sewaktu-waktu bisa berhenti.
Alhasil, pada 1979 dia memulai bisnis katering. Bisnis katering itu bermula saat Surya mengambilalih pengelolaan perusahaan katering PT Indocarter. Perlu diketahui, PT Indocarter awalnya dimiliki oleh keluarga Waas, yang salah satunya menikah dengan adik Surya.
Soal bisnis katering, Surya sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali mekanisme bisnis ini. Pasalnya, ketika masih berusia belasan tahun dia sudah bersentuhan dengan bisnis makanan, yakni saat menjadi pemasok bahan pokok masyarakat.
Dalam paparan Editorial Kehidupan Surya Paloh (2001), Surya bercerita di tahun 1966 sempat memasarkan ikan asin, sayuran, dan sebagainya kepada para pekerja di sekitar rumahnya. Maka, mengutip Surya Paloh: Matahari Restorasi, Sang Ideolog (2014), saat memulai bisnis katering itu Surya tidak kesulitan dan justru malah berkembang pesat.
Kepiawaiannya berdiplomasi dan mencari relasi sukses membuat Indocarter menyepakati kontrak jutaan dollar AS per tahun di sejumlah perusahaan minyak nasional, dari mulai Pertamina, PT Arun LNG, Mobil Oil, Pupuk Kaltim, dan sebagainya. Bahkan, saat terjadi proses eksploitasi minyak di Bontang pada 1980-an, Surya mendapat proyek besar senilai US$ 176 ribu sampai US$ 8,4 Juta.
Bisnis awalnya sebenarnya simpel. Surya hanya menyediakan makanan dan minuman kepada para pekerja.
Meski begitu, Surya tak ingin hanya menyediakan dua hal itu saja, tetapi juga memfasilitasi layanan lain, seperti laundry, toko minimarket, arena rekreasi dan sebagainya. Berkat itu semua dan hasil memuaskan dari para klien, bisnis katering Surya semakin besar.
Bahkan, dia sukses menjalin kerjasama dengan Grandmates. Ini adalah perusahaan katering terbesar di Eropa yang membuat Indocarter semakin naik kelas.
Tak diketahui berapa banyak kekayaan Surya kala itu. Namun, melihat besarnya nilai-nilai kontrak, baik itu di bisnis PT Ika Mataram dan PT Indocarter, sudah pasti Surya bergelimang harta.
Kesuksesan bisnis itu membuat Surya lantas berani bermain di industri baru, yakni media. Dia menjalani bisnis itu pada dekade 1980 hingga 1990-an. Tercatat dia sempat memiliki Harian Prioritas dan Media Indonesia yang sempat jatuh-bangun di masa Orde Baru. (*)