Balada Dugaan Korupsi Oksigen Medis Jerat 2 Direktur RSUD Rokan Hulu, Begini Perkaranya
SabangMerauke News, Pekanbaru - Tampaknya ini adalah kasus hukum yang unik sekaligus miris. Dua Direktur RSUD Rokan Hulu secara beruntun dalam satu paket terjerat kasus dugaan korupsi belanja oksigen dan gas medis rumah sakit.
Keduanya sudah ditahan oleh kejaksaan dan dijadwalkan hari ini, Senin (31/1/2022) akan menjalani sidang perdana pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Sebenarnya, bagaimana konstruksi kasus hukum perkara ini?
Adalah Faisal Harahap dan Novil Raykel, dua mantan Direktur RSUD Rokan Hulu yang menjadi pesakitan hukum. Faisal menjabat sejak Mei 2017 hingga 2018. Ia kemudian digantikan oleh Novil Raykel hingga tahun 2020 lalu.
Dalam kasus ini, ada dua tersangka (calon terdakwa) lain yang ikut terjerat dari pihak kontraktor. Yakni, Adios Sucipto selaku Direktur CV Sinar Bintang Gasindo (SBG) yang juga Komisaris PT Bumi Bintang Sumatera (BBS) serta Suratno, Direktur PT BBS.
Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Negeri Pasir Pangaraian. Pada Jumat (17/12/2021) lalu, keempatnya ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.
Berdasarkan penelusuran SabangMerauke News lewat website SIPP Pengadilan Negeri Pekanbaru, perkara ini bermula dari adanya kerjasama jual beli oksigen gas medis antara RSUD Rohul dengan CV Sinar Bintang Gasindo (SBG). Kerjasama pengadaan awalnya terjadi saat Faisal menjabat Direktur RSUD dan kemudian berlanjut saat RSUD dipegang oleh Novil Raykel sebagai direktur baru.
Pada sekitar Juni 2017 terjadi komunikasi antara saksi Rusdi Hidayatullah bersama Faisal Harahap dengan Adios Sucipto. Rusdi merupakan Pelaksana Tugas Kabid Penunjang RSUD Rokan Hulu.
Rusdi dan Faisal meminta agar CV SBG yang dikendalikan Adios memasang tangki liquid (gas) di RSUD Rokan Hulu. Soalnya, kebutuhan pemakaian oksigen di RSUD sudah mencapai 600-700 tabung per bulan.
Permintaan itu awalnya tak disanggupi oleh Adios karena membutuhkan biaya yang besar. Namun Adios berjanji akan mencarikan cara untuk memasang tangki liqued sesuai keinginan pihak RSUD.
Waktu berjalan. Besaran komponen biaya belanja oksigen dan gas RSUD yang sudah berstatus badan layanan umum daerah (BLUD) untuk tahun anggaran 2018 ditetapkan. Rusdi dan Faisal kembali berkomunikasi dengan Adios terkait dengan permintaan pemasangan tangki liquid di RSUD Rokan Hulu yang beberapa bulan sebelumnya pernah dibicarakan.
Karena tergiur dengan besarnya peluang serta keuntungan yang akan diperoleh, diduga Adios bersama Suratno dan Sariadi sepakat untuk mendirikan perusahaan baru bernama PT Bumi Bintang Sumatera (BBS). Belum lagi badan usaha terbentuk, mereka disebut telah memperkenalkan PT BBS kepada pihak RSUD dan berjanji akan mengadakan tangki liquid di RSUD.
"Bahwa sebelum adanya akta pendirian dari notaris, pengesahan pendirian badan hukum perseroan terbatas PT BBS dari Menteri Hukum dan HAM serta sebelum keluarnya surat izin usaha perdagangan, Suratno bersama Adios telah memperkenalkan PT BBS kepada pihak RSUD Rokan Hulu dan berjanji akan mengadakan tangki liquid di RSUD," demikian petikan surat dakwaan jaksa.
Pada 15 Desember 2017, pihak RSUD pun mengikat kerjasama jual beli gas dengan PT BBS. Perjanjian berlaku mulai tanggal 16 Desember 2017 sampai dengan 16 Desember 2022 (anggaran tahun jamak selama 5 tahun).
Perjanjian dengan nomor: 001/BBS/XII/2017 tanggal 15 Desember 2017 itu diteken oleh Suratno seolah-olah sebagai Direktur PT BBS (selaku pihak I) dan Rusdi mewakili pihak rumah sakit. Diduga, Rusdi tidak memiliki penunjukan legalitas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). Perjanjian kerjasama itu diketahui oleh Faisal selaku Direktur RSUD Rokan Hulu dan sebagai Pimpinan BLUD.
Ringkasan surat dakwaan jaksa menyebut perjanjian kerja sama jual beli gas tersebut bermasalah karena tidak sesuai dengan prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah. Diduga kuat, Faisal merestui kerjasama dilakukan tanpa membentuk tim/ panitia untuk melaksanakan pemilihan pengadaan barang dan jasa dan tanpa menunjuk/ menetapkan pejabat pembuat komitmen (PPK).
Selain itu, perjanjian jual beli gas itu juga dilakukan tanpa melaksanakan survei harga, seleksi kepada calon penyedia lain dan tidak membuat rencana umum pengadaan (RUP).
"Juga tanpa ada menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) dan tanpa melakukan negosiasi (tawar menawar) baik teknis maupun harga, namun langsung melakukan dan menyepakati perjanjian kerja sama jual beli gas," demikian ringkasan dakwaan jaksa.
Jaksa menilai perjanjian kerjasama jual beli gas yang diteken Rusdi secara hukum tidak berwenang melakukan perjanjian yang melampaui tahun anggaran (tahun jamak) lima tahun.
Pada April 2018, terjadi pergantian Direktur RSUD Rokan Hulu kepada Novil Raykel. Dalam surat dakwaannya, jaksa menemukan kejadian penandatanganan kerjasama jual beli gas yang sama antara PT BBS dengan RSUD Rohul.
Perjanjian kerjasama penyediaan gas medis dengan nomor: 002/KONT-BBS/IV/2018 tanggal 1 April 2018 itu, lagi-lagi tanpa melalui prosedur pengadaan barang dan jasa.
"Terdakwa (Novil Raykel, red) sebagai Direktur RSUD sekaligus pimpinan BLUD dan pengguna anggaran tidak menunjuk/ menetapkan pejabat pembuat komitmen (PPK), tidak melaksanakan survei harga, tidak melakukan seleksi kepada calon penyedia lain, tidak membuat rencana umum pengadaan (RUP), tidak ada menyusun harga perkiraan sendiri (HPS), tidak melakukan negosiasi (tawar menawar) baik teknis maupun harga yang secara teknis dapat dipertanggung jawabkan," demikian dakwaan jaksa untuk terdakwa Novil.
Jaksa menilai, perbuatan Novil bersama-sama dengan Suratno dan Hendrisman dalam pengadaan belanja oksigen medis tahun anggaran 2018 dan 2019 telah merugikan keuangan negara/ daerah sebesar Rp 2,09 miliar. Hal tersebut berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian negara pada BLUD RSUD Rohul pada 30 November 2021 lalu.
Sementara, terhadap Faisal Harahap, jaksa mendakwanya telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yaitu memperkaya Suratno sebesar Rp 2,09 miliar dan saksi Adios sebesar Rp 63 juta. Tindakan itu telah dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau daerah. (*)