Meniti Energi Raksasa Matahari dari Bumi Lancang Kuning Riau
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Dunia dalam bayang-bayang ancaman krisis energi. Rivalitas antarnegara dalam percaturan global, konflik dan perang membawa bayang-bayang gelap ketersediaan energi yang kian terbatas. Sulit menafikan, kompetisi perebutan energi kerap memicu persaingan antarnegara.
Dalam konteks Indonesia, peningkatan populasi penduduk serta laju pertumbuhan ekonomi berimbas pada kebutuhan energi yang terus meningkat. Ketergantungan pada sumber daya energi yang tak dapat diperbaharui memaksa pemerintah untuk keluar mencari sumber-sumber energi baru terbarukan (EBT).
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan konsumsi energi listrik di Indonesia mencapai 183,41 juta barel setara minyak (BOE) pada 2022. Jumlah tersebut meningkat 7,92 persen dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 169,95 juta BOE.
Selama ini, andalan utama untuk pembangkit listrik berasal dari minyak dan gas yang keduanya tergolong sumber daya energi tak dapat diperbaharui.
Kementerian ESDM menyebut cadangan minyak bumi Indonesia akan tersedia hingga 9,5 tahun mendatang. Sementara umur cadangan gas mencapai 19,9 tahun. Asumsinya tidak ada penemuan baru dan tingkat produksi saat ini sebanyak 700 ribu barel oil per day (bopd) dan gas 6 billion standard cubic feet per day (bscfd).
Masih menurut Kementerian ESDM, cadangan batubara di Indonesia pada tahun 2020 mencapai sekitar 37,6 miliar ton.
Data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2020, terdapat 29 pembangkit listrik tenaga batubara di Indonesia. Total daya yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga batubara tersebut mencapai 23.169,5 MegaWatt (MW).
Perlu dicatat bahwa cadangan ini terus berkurang setiap tahunnya karena produksi minyak dan gas yang lebih tinggi daripada penemuan baru. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan eksplorasi dan produksi minyak dan gas di dalam negeri.
Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), pada tahun 2020 terdapat 17 pembangkit listrik tenaga minyak bumi di Indonesia. Total daya yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga ini mencapai 2.051,5 Megawatt (MW).
Sedangkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2020, untuk pembangkit listrik tenaga gas di Indonesia terdapat 47 pembangkit. Total daya yang dihasilkan mencapai 6.051,5 MegaWatt (MW).
Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan solusi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Salah satu solusi yang sedang dikembangkan adalah energi baru terbarukan, seperti energi tenaga surya yang merupakan energi hijau (green energy).
Energi terbarukan memiliki potensi yang besar untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang terbatas dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Potensi Besar
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk memanfaatkan energi matahari sebagai sumber pembangkit listrik. Diketahui Indonesia memiliki iklim tropis sepanjang tahun. Hal ini menjadi modal besar yang potensi menghasilkan energi matahari.
Selain itu, dengan luas lahan yang cukup, Indonesia dapat membangun instalasi pembangkit listrik tenaga surya yang besar dan efisien.
Walau hanya sekelumit radiasi Matahari yang mencapai bumi, pengaruhnya terhadap kehidupan di planet ini sangat luas. Tiap detik, setiap meter persegi atmosfer luar Bumi menerima rata-rata 1.324 watt, cukup untuk menghidupkan 10 bola lampu.
Jumlah yang jatuh per detik sama dengan energi hasil pembakaran 6,4 juta ton batu bara per detik. Energinya mentenagai sirkulasi cuaca, udara, dan air, serta segala kehidupan di Bumi.
Sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa, Indonesia dikaruniai sinar matahari yang dapat diandalkan sepanjang tahun. Ini merupakan sumber daya alami yang mudah untuk dikonversi menjadi energi dan bebas dari limbah berbahaya.
Tak heran, pemerintah memutuskan untuk memprioritaskan pengembangan energi surya sejak tahun lalu. Sesuai dengan kesepakatan dalam Paris Agreement (KTT Perubahan Iklim di Paris), Indonesia berkomitmen membatasi kenaikan suhu global tahunan di bawah 2 derajat Celcius. Sasaran tersebut dapat dicapai salah satunya dengan mengoptimalkan sumber energi rendah emisi.
Dalam mendukung agenda global ini, Indonesia berkomitmen meningkatkan proporsi energi terbarukan menjadi 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, potensi energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia tercatat mencapai 3.668 gigawatt (GW), sementara pemanfaatannya baru sebesar 11.585 megawatt (MW), masih sangat kecil sekali.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya, seperti memberikan dukungan untuk kendaraan listrik, menggalakkan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya berdaya 5.000 megawatt (MW) serta menghentikan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar fosil pada 2030.
Salah satunya yang dilakukan perusahaan BUMN yakni PT PLN (Persero) menginginkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau yang menggunakan batu bara dan pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) pensiun pada 2025. Perusahaan berencana menggantikannya dengan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
"Pada 2025-2030 sesuai arahan, itu sudah mengharamkan PLTU baru. Bahkan diharapkan di 2025, ada replacement PLTU dan PLMTG dengan pembangkit listrik EBT," ungkap Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat rapat bersama Komisi VII DPR pada Mei 2023 lalu.
Berdasarkan rencana perusahaan, PLN berencana menghentikan operasional PLTU dengan kapasitas mencapai 50,1 GW. Namun, masa pensiun ini akan berjalan secara bertahap.
Rencananya, PLN akan menghentikan operasional PLTU subscritical tahap pertama dengan kapasitas 1 GW pada 2030. Lalu, PLN menghentikan PLTU subscritical tahap kedua berdaya 9 GW pada 2035.
Kemudian pada 2040, dilanjutkan untuk masa pensiun PLTU subscritical tahap ketiga dengan kapasitas mencapai 10 GW. Selanjutnya, tahap keempat dengan daya mencapai 24 GW pada 2045 dan penghentian PLTU ultra supercritical berdaya 5 GW pada 2055.
Darmawan mengatakan kebijakan ini dikeluarkan perusahaan setrum raksasa nasional itu untuk mencapai target karbon netral pada 2060. Tujuannya, agar emisi di lingkungan berkurang secara drastis dan udara lebih bersih.
"Kita ingin capai carbon neutral di 2060, makanya harus ada EBT," pungkasnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, PLN memang berusaha membangun pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Adapun yang sudah telanjur seperti PLTU, dicarikan bahan substitusi berupa biomassa.
Kementerian ESDM berkomitmen membangun pembangkit yang ramah lingkungan. Hal ini merupakan wujud komitmen Indonesia terhadap energi bersih kepada dunia internasional. Targetnya net zero emmision pada 2060. Akan ada 1,5 giga ton CO2 yang harus dilenyapkan dengan berbagai macam cara. Salah satunya, dengan pemanfaatan energi baru terbarukan.
Agenda di Riau
Salah satu daerah yang mulai mengembangkan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di perkantoran adalah Pemerintah Provinsi Riau. Di antaranya dengan memasang solar panel yang memanfaatkan panas matahari yang diubah menjadi tenaga listrik.
"Pemprov Riau sudah mulai memasang solar cell di atas kantor gubernur dan gedung daerah, sebagai contoh di Riau, yang seharusnya perusahaan juga membuat seperti ini untuk mengurangi polusi udara," kata Gubernur Riau, Syamsuar di Pekanbaru baru-baru ini.
Menurut Syamsuar, perusahaan yang sudah membangun solar cell seperti di Pertamina Dumai, termasuk di PT RAPP dengan harapan tentunya perusahaan lain juga bisa mengikutinya.
Ia mengatakan, upaya ini dilakukan sebagai aksi konkret pemerintah daerah berjuluk Bumi Lancang Kuning mendukung pemerintah mengubah energi minyak bumi dan pembangkit menggunakan bahan bakar batu bara ke energi terbarukan.
"Nanti Riau akan sama seperti di Pulau Jawa, tidak ada pemadaman sehingga Riau tidak hanya berharap ke batu bara, jika menggunakan energi alternatif tenaga surya tersebut," katanya.
Dia menyebutkan, masih banyak pulau-pulau di Riau yang masih kosong atau belum tersentuh penerangan listrik PLN sehingga perlu dibangun solar cell tersebut.
"Banyak manfaat yang bisa diperoleh jika menggunakan energi alternatif tenaga surya, selain mengurangi polusi udara, energi gratis matahari menyediakan bahan bakar panas yang berfungsi menyalakan sistem komponen elektrik di perkantoran," katanya.
Agenda transisi energi masa depan telah memberi jalan bagi Pertamina untuk meningkatkan investasi di sektor energi baru dan terbarukan. Satu di antaranya adalah pengingkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya (teknologi solar photovoltaic/Pv).
Seperti yang dilakukan di Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Duri, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Targetnya pada tahun 2020 hingga 2026 dari semula PLTS di lingkungan Pertamina hanya 4 Megawatt peak hingga menjadi 910 MWp). Di Riau, Pertamina akan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terbesar di lingkungan Pertamina untuk saat ini.
Di lahan seluas 4 hektare kompleks Sinabung Camp Duri Kabupaten Bengkalis itu dipasang tidak kurang dari 10.000u panel Pv dari 64.000 panel Pv yang akan dipasang di Riau. Panel-panel itu dipasang di lempengan berbentuk meja (table) berukuran 2 x 1 meter. Panel itu berfungsi menyerap panas dan mentransfernya melalui inverter dan diteruskan ke power house (gardu induk) untuk diolah menjadi energi listrik.
Pengawas konstruksi di lapangan yang juga Perwakilan Pertamina Power Indonesia, Vicky Kurniawan menghitung sederhana setiap 1 hektare luasan lahan PLTS bisa menghasilkan 1 MWp. Perkiraan awal bisa memasok daya listrik sebesar 15-17 MWp. Panel ini akan dikoneksikan dengan power house (gardu induk) berupa rumah untuk travo dan panel-panel distribusi yang juga akan dibangun di lokasi ini.
Dipilihnya PHR WK Rokan sebagai tempat dibangunnya PLTS adalah hal yang tepat. Potensi panas (sinar matahari) di wilayah WK Rokan cukup tinggi.
Menurut Team Manager Facility Engineering PGT PHR WK Rokan, Arief Rahmat Wahidin mengatakan bahwa sinar matahari di pagi hingga sore hari minimal rata-rat 4-5 jam per hari. Kondisi ini sangat cocok untuk PLTS karena potensi energi matahari cukup besar untuk diserap.
Begitu juga dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), yang merupakan bagian dari Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) Group.
Dalam menjalankan aktivitas pabriknya di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, perusahaan penghasil pulp, serat, dan kertas ini menggunakan energi terbarukan hingga 87 persen.
Pencapaian itu diraih RAPP setelah 2 tahun menjalankan APRIL2030, komitmen APRIL Group yang berkelanjutan dan transformatif yang berisi serangkaian aksi nyata yang akan berkontribusi positif terhadap iklim, alam, dan pengembangan masyarakat.
APRIL group mendukung target Net Zero Emission pemerintah melalui komitmen di tahun 2030 mendatang.
“Hingga hari ini, 87 persen konsumsi energi di pabrik di Riau berasal dari energi terbarukan,” ungkap Direktur Utama PT RAPP, Sihol Aritonang, dalam sesi panel Think20 (T20) Summit Indonesia di Nusa Dua, Bali pada Agustus 2022 lalu.
Menurut Sihol, PT RAPP sebenarnya sudah sejak jauh-jauh hari bergerak melakukan apa yang baik untuk lingkungan dan iklim. Termasuk upaya menggunakan energi terbarukan dalam operasionalnya. Pada tahun 2025 mendatang, RAPP akan merampungkan pemasangan 20 megawatt solar panel di pabriknya itu.
Dalam langkah transisi energi ini, PT RAPP tidak main-main. Di setiap instalasi 1 megawatt solar panel, RAPP menginvestasikan 100.000 dolar AS atau sekitar Rp1,4 miliar. Akan tetapi nilai ini diproyeksikan akan berkurang seiring dengan efisiensi solar panel yang terpasang.
Saat ini perusahaan kertas terbesar di Asia itu telah membangun solar panel atau jaringan listrik tenaga surya atau matahari ramah lingkungan dengan kapasitas daya 11 MW untuk membantu peningkatan rasio elektrifikasi rumah tangga serta keperluan perusahaan. Dan hingga tahun 2030 mendatang, kapasitasnya ditargetkan sebesar 50 MW.
"Inilah yang ingin dicapai APRIL dalam komitmen keberlanjutan APRIL2030. Pada tahun lalu, kami berhasil memasang tahap awal panel surya berkapasitas 1MW di wilayah operasional kami di Pangkalan Kerinci. Nantinya, kami akan memiliki panel surya berkapasitas 50 MW dan menjadikannya sebagai salah satu instalasi panel surya milik swasta terbesar di Indonesia. Selama uji coba, panel surya berkapasitas 1MW ini mampu menyediakan energi yang cukup untuk 500 rumah," kata Sihol Aritonang.
Langkah Kementerian ESDM yang berkomitmen membangun pembangkit yang ramah lingkungan sangat tepat. Hal ini merupakan wujud komitmen Indonesia terhadap energi bersih kepada dunia internasional. Targetnya net zero emmision pada 2060. Akan ada 1,5 giga ton CO2 yang harus dilenyapkan dengan berbagai macam cara. Salah satunya, dengan pemanfaatan energi baru terbarukan. (R-01)