Tok! Eks Kakanwil BPN Riau Muhammad Syahrir Divonis 12 Tahun Penjara, Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 22 Miliar
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Majelis hakim Pengadilan Tipikor di PN Pekanbaru menjatuhkan vonis 12 tahun penjara kepada mantan Kepala Kantor Wilayah BPN/ ATR Riau, Muhammad Syahrir, Kamis (31/8/2023).
Syahrir yang menjadi terdakwa kasus korupsi gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang ini juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam sidang pembacaan vonis sore tadi, trio majelis hakim yang diketuai Salomo Ginting juga menghukum Syahrir untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 21,13 miliar dan 112 ribu Dollar Singapura (Rp 1,1 miliar). Dengan demikian total uang pengganti yang wajib dikembalikannya mencapai Rp 22,24 miliar.
Pengembalian uang tersebut berasal dari penyitaan sejumlah aset milik Syahrir. Namun, bila tidak cukup untuk dibayarkan, maka Syahrir dikenai kurungan tambahan 3 tahun penjara.
Vonis majelis hakim ini lebih tinggi dari tuntutan pidana yang diajukan jaksa penuntut KPK. Sebelumnya, jaksa KPK menuntut Syahrir hukuman 11 tahun dan 6 bulan serta pidana denda sejumlah Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Selebihnya, tuntutan jaksa KPK soal pengembalian uang total sebesar Rp 22,3 miliar sama dengan putusan majelis hakim.
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan Syahrir melanggar Pasal 12 huruf a dan huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Atas putusan majelis hakim ini, jaksa penuntut KPK maupun Syahrir dan penasihat hukumnya masih pikir-pikir untuk banding.
Sebelumnya jaksa KPK menuntut Syahrir dengan pidana dalam Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu Pertama dan Pasal 12 huruf B jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Kedua.
Jaksa KPK juga menuntut Syahrir dengan pidana Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan ketiga.
Jaksa penuntut KPK dalam dakwaannya menyebut Syahrir menerima uang sebesar SGD112.000 dari Rp3,5 miliar yang dijanjikan beras dari Sudarso selaku General Manager (GM) PT Adimulia Agrolestari Sudarso dan Frank Wijaya selaku pemegang saham PT Adimulia Agrolestari. Uang itu diberikan untuk mempermudah pengurusan perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari.
Perkara ini juga menjerat mantan Bupati Kuansing Andi Putra yang terbukti menerima suap dari PT Adimulia Agrolestari. Andi, Sudarso dan Frank Wijaya sudah menjalani masa hukuman.
Syahrir juga diduga menerima gratifikasi dari perusahaan-perusahaan maupun pejabat yang menjadi bawahannya ketika menjabat Kepala Kanwil BPN Riau dan Kepala Kanwil BPN Maluku Utara. Tidak hanya itu, KPK menjerat Syahrir dengan TPPU karena uang itu dialihkannya dengan membeli sejumlah aset.
Rincian dugaan gratifikasi yang diterima Syahrir, sebesar Rp5.785.680.400, saat menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Rp15.188.745.000 saat menjabat sebagai Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau.
Di Provinsi Riau, M Syahrir menerima uang untuk pengurusan hal atas tamah di Kanwil BPN Riau dari perusahaan seperti PT Permata Hijau, PT Adimulia Agrolestari, PT Ekadura Indonesia, PT Safari Riau, PTPN V, PT Surya Palma Sejahtera, PT Sekar Bumi Alam Lestari, PT Sumber Jaya Indahnusa Coy, PT Meridan Sejati Surya Plantation.
M Syahrir juga menerima uang dari ASN di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Riau, untuk pengurusan izin HGU perusahaan, pengurusan tanah dan pihak lainnya yang memiliki hubungan kerja dengan Kanwil BPN Provinsi Riau. Di antaranya, dari Risna Virgianto yang menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2019 sampai tahun 2021 sebesar Rp15 juta.
Kemudian dari Satimin terkait pengurusan tanah terlantar/ permohonan HGU PT Peputra Supra Jaya pada tahun 2020 sebesar Rp20 juta. Jusman Bahudin terkait pengurusan pendaftaran HGU PT Sekarbumi Alam Lestari sebesar Rp 80 juta.
Lalu dari Ahmad Fahmy Halim terkait pengurusan perpanjangan HGU PT Eka Dura Indonesia sebesar Rp1 miliar. Siska Indriyani selaku Notaris/PPAT di Kabupaten Kampar sebesar Rp30 juta.
Kemudian dari Indra Gunawan terkait pengurusan HGU PT Safari Riau/ PT Adei Plantation & Industry sebesar Rp10 juta. Suhartono terkait pengurusan perpanjangan HGU First Resource Group (antara lain PT Riau Agung Karya Abadi, PT Perdana Inti Sawit Perkasa, PT Surya Intisari Raya, PT Meridan Sejati Surya Plantation) sebesar Rp15 juta dan menerima uang terkait jabatannya Rp15.188.745.000. (*)