Kasus Pencemaran Limbah Pabrik Sawit PT SIPP di Bengkalis, Direktur Perusahaan Dituntut 7 Tahun Penjara
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Persidangan kasus pencemaran limbah pabrik kelapa sawit PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) di Duri, Bengkalis Riau telah sampai ke tahap penuntutan. Direktur PT SIPP Erick Kurniawan dituntut hukuman 7 tahun penjara. Selain itu, Erick juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 4 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Sidang pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Negeri Bengkalis pada Selasa (29/8/2023) lalu. Jaksa penuntut Muhammad Juriko Wibisono dalam tuntutannya menyatakan terdakwa Erick secara sah dan meyakinkan telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha.
"Tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut telah melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan," tulis jaksa Juriko sebagaimana dilihat SabangMerauke News di laman SIPP Pengadilan Negeri Bengkalis, Kamis (31/8/2023).
Jaksa menyebut perbuatan yang dilakukan Erick mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Erick dituntut sebagaimana dalam dakwaan pertama yakni pidana Pasal 98 Ayat (1) jo Pasal 116 Ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Sementara itu, satu terdakwa lain yakni Agus Nugroho yang menjabat General Manager PT SIPP dituntut hukuman 5 tahun penjara. Ia juga dikenakan denda sebesar Rp 4 miliar.
Adapun pasal yang dituntut kepada Agus sama dengan bosnya Erick Kurniawan yakni Pasal 98 Ayat (1) jo Pasal 116 Ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Heboh Saat Sidang Lapangan
Sebelumnya, korban pemilik lahan yang tercemar limbah PT SIPP, Roslin mempertanyakan kepada majelis hakim yang telah mengabulkan penangguhan penahanan terhadap kedua terdakwa Erick dan Agus jelang Ramadan lalu. Menurutnya, penangguhan penahanan terhadap kedua terdakwa aneh, lantaran sampai saat ini perusahaan tak pernah melakukan ganti rugi atas lahannya yang rusak akibat pencemaran limbah sawit.
"Ada apa ini Pak Hakim? Kok penangguhan penahanan mereka (Erick dan Agus) dikabulkan. Ada apa ini, Pak? Tolong berikan keadilan, Pak. Hukum harus ditegakkan," kata Roslin dalam sidang pemeriksaan setempat (lapangan) pada Senin (17/7/2023) lalu.
Saat itu terjadi perdebatan antara Roslin dengan ketua majelis hakim Bayu Soho Rahardjo. Bayu yang juga merupakan Ketua PN Bengkalis kala itu menyebut penangguhan penahanan terhadap Erick dan Agus untuk membantu penyelesaian persoalan dengan korban.
"Kalau ditahan, bagaimana bisa diselesaikan. Justru untuk memberi ruang menyelesaikan yang seperti ini," jawab Bayu.
Namun Roslin justru menyanggah alasan tersebut. Menurutnya, sejak kedua terdakwa ditangguhkan penahanannya, tidak pernah ada itikad baik untuk melakukan pembicaraan dalam penyelesaian kasus pencemaran yang merusak lahannya.
"Gak ada Pak diselesaikan. Tidak pernah mereka (PT SIPP) mau menyelesaikan. Sampai saat ini tidak pernah ada pembicaraan," tegas Roslin.
Roslin yang tak puas dengan jawaban hakim Bayu ini pun terus mendesak agar putusan hakim bisa berpihak kepada dirinya sebagai korban. Bahkan, ia mengancam akan melaporkan penanganan perkara ini ke Mahkamah Agung (MA).
"Apa saya harus melaporkan ke Mahkamah Agung? Saya hanya menuntut kerugian yang saya alami. Tolong hakim bertindak adil," tegas Roslin.
Dr (Cd) Marnalom Hutahaean SH, MH selaku kuasa hukum korban Roslin menyatakan, aksi spontanitas kliennya sebagai bentuk pengawalan atas persidangan yang segera akan berakhir. Suara hati kliennya mestinya didengar oleh majelis hakim dan menjadi dasar pertimbangan dalam memutus perkara tersebut.
"Publik saat ini sudah mengawal persidangan. Maka palu hakim akan menjadi sorotan jika kelak putusam tidak berpihak pada korban," kata Marnalom didampingi anggota tim hukumnya Pandapotan Marpaung SH, MH.
Perkara tindak pidana lingkungan ini ditangani oleh Ditjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak tahun lalu. Pemkab Bengkalis pun sudah menempuh tindakan administratif berupa paksaan pemerintah dan pencabutan izin operasional pabrik sawit PT SIPP. (*)