Video Gibran dan Bobby Menantu Jokowi Ajak Pilih Ganjar Dihapus, Ada Apa?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Sempat viral dalam beberapa hari, kini video kader PDI Perjuangan berisi ajakan memilih partai bernomor urut tiga dan bakal calon presiden (bacapres) Ganjar Pranowo tampaknya sudah dihapus. Dua kader di antaranya yang memberi ajakan yakni Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.
Ajakan ini sebelumnya sempat tersiar pada akun resmi PDI-P pada platform media sosial Twitter/X sejak 10 hari terakhir. Para kader yang mengajak memilih itu terlihat mengenakan seragam kebesaran partai berlogo banteng.
Video-video itu awalnya masih dapat dilihat pada Senin (28/8/2023) siang. Keberadaan video itu pun dinilai sejumlah pihak menuai kontroversi. Namun setelahnya, video-video itu sudah hilang dari linimasa Twitter saat dipantau pada Senin malam.
Adapun sejumlah kader banteng yang terlihat mengajak untuk memilih PDI-P dan Ganjar, di antaranya Wali Kota Solo yang juga putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka. Kemudian, Wali Kota Medan yang juga menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, serta Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Solo, FX Rudi.
"Saya Gibran Rakabuming mengajak seluruh warga untuk berbondong-bondong ke TPS di 14 Februari nanti untuk memilih PDI Perjuangan dengan Pak Ganjar. Terima kasih," ungkap Gibran dalam video yang diunggah PDI-P, Senin (21/8/2023).
Sementara Bobby meminta kader PDI-P dan seluruh simpatisan untuk memenangkan PDI-P di Kota Medan. Pada saat yang sama, Bobby juga mengajak warga untuk memilih PDI-P.
"Saya Muhammad Bobby Afif Nasution,Wali Kota Medan ingin menyampaikan dan ingin mengajak bersama-sama kita bisa memilih pemimpin yang sudah jelas track record-nya seperti Bapak Ganjar Pranowo untuk bisa kita pilih pada Pilpres 2024 nanti," kata Bobby dalam video yang diunggah PDI-P, Minggu (20/8/2023).
Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah jelas mengatur soal jadwal kampanye di dalam Peraturan KPU 15/2023. Di dalam Pasal 69 beleid itu disebutkan bahwa kampanye dimulai pada 28 November 2023.
"Sudah jelas, masa kampanye itu baru 28 November," ujar Titi ditemui di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Senin (28/8/2023).
Sementara di dalam Pasal 79 beleid yang sama disebutkan bahwa sebelum masa kampanye, partai politik peserta pemilu hanya diperbolehkan melakukan sosialisasi dan pendidikan politik. Namun, sosialisasi itu bersifat internal.
Dalam sosialisasi secara internal tersebut, partai politik hanya diperbolehkan memasang bendera secara internal, juga menggelar pertemuan terbatas secara internal dengan terlebih dulu memberi tahu KPU dan Bawaslu. Dalam sosialisasi itu, partai politik dilarang memuat unsur ajakan.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, juga berulang kali menekankan bahwa segala bentuk kreatif kegiatan sosialisasi sah-sah saja, asal tidak mengajak memilih.
Sementara itu, Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto berdalih bahwa video kader PDI-P yang berisi ajakan memilih itu adalah kampanye.
"Berdasarkan aturan pemilu, yang tidak boleh itu adalah pertama, kampanye sebelum saatnya yang dilakukan oleh tim kampanye. Kami belum memiliki tim kampanye," kata Hasto ditemui di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin.
Hasto menegaskan bahwa tim kampanye PDI-P baru akan didaftarkan ke KPU usai pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden resmi ditetapkan.
Hal kedua, menurut Hasto, sejauh ini bahkan visi-misi capres dan cawapres belum disampaikan. Sebab, KPU sendiri disebut belum mencapai tahapan penetapan paslon Pilpres 2024.
Hasto mengeklaim apa yang disampaikan para kepala daerah PDI-P itu hanyalah bagian pendidikan politik kepada masyarakat.
"Itu merupakan tugas dari partai politkk termasuk kepala daerah yang juga diusung oleh partai politik melakukan sosialisasi terhadap calon yang diusung oleh masing-masing partainya. Agar rakyat tahu ini bagian dari pendidikan politik kepada seluruh rakyat Indonesia," sebut Hasto.
Sementara itu, Titi menilai, Bawaslu tak memiliki celah untuk berkelit menindak PDI-P karena melancarkan ajakan memilih sebelum masa kampanye.
Menurut Titi, Bawaslu berwenang menangani pelanggaran administrasi pemilu yang berkaitan dengan penyelewengan tata cara, prosedur, dan mekanisme tahapan pemilu.
Dengan berbagai kewenangan yang sudah dibekali, Bawaslu harus bersikap adil dan tidak boleh melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta Pemilu 2024, sebagaimana diatur Pasal 282 dan 283 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Titi menambahkan, Bawaslu akan dianggap melakukan tindakan diskriminatif jika membiarkan PDI-P curi start kampanye. Apalagi, PDI-P merupakan satu-satunya partai politik yang melampaui ambang pencalonan presiden.
"Kalau kemudian ada tindakan-tindakan yang dianggap memperlakukan tidak sama peserta pemilu itu kan sudah melanggar secara administratif prosedur yang ada di dalam UU Pemilu," jelas Titi.
"Maka Bawaslu itu mestinya lebih bisa progresif memanfaatkan otoritas yang sangat besar pada diri mereka di dalam menyelesaikan pelanggaran administratif," lanjutnya.
Sanksi administratif dari Bawaslu, bahkan sekecil teguran, menurut Titi, sudah memberi efek moral politik yang besar untuk peserta pemilu lainnya maupun untuk publik.
"(Bawaslu) jangan selalu bilang kami menunggu temuan, menunggu laporan," ucap Titi.
Respon Bawaslu
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu RI, Puadi mengaku, pihaknya belum bisa menindak PDI-P.
"Yang jelas, pintu masuk penanganan pelanggaran di Bawaslu itu ada dua, temuan dan laporan. Kita tunggu informasi awal, hasil pengawasan Bawaslu," kata Puadi, ketika ditemui di kawasan Ancol, Jakarta.
Puadi enggan menjawab, apakah ajakan memilih yang dilancarkan PDI-P masuk kategori pelanggaran.
"Ya kita akan lihat dulu. Kita tetap konsisten melakukan pengawasan," ucapnya.
"Kita bisa lihat, ada atau tidak potensi-potensi pelanggaran administrasi, pelanggaran etik, atau pelanggaran terhadap undang-undang lainnya. Kalau itu bukan ranah Bawaslu bisa kita rekomendasikan (penindakannya oleh lembaga lain)," jelas Puadi. (*)