Heboh Caleg Dinasti Politik Marak di Riau, Akademisi: Partai Politik Transaksional, Pemilih Masih Doyan Politik Uang
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Munculnya sejumlah bakal calon legislatif (bacaleg) dari lingkungan keluarga dan kerabat elit serta pejabat daerah di Riau dinilai sebagai fakta kondisi perpolitikan dalam kondisi abnormal alias sakit. Fenomena yang dikenal sebagai era kemunculan 'caleg dinasti politik' ini kian melanggengkan kekuasaan status quo yang berdampak merugikan masyarakat.
Pengamat politik dari FISIP Universitas Riau, Dr Tito Handoko MSi menyatakan, maraknya caleg dinasti di Riau, bahkan di tataran nasional, menunjukkan kegagalan partai politik dalam melakukan rekrutmen dan kaderisasi anggotanya. Ia mengaku miris ketika demokrasi yang terus dikampanyekan untuk memberangus dinasti politik, justru faktanya telah menjadi jalan pembentukan dinasti politik saat ini.
"Dulu, khususnya pasca reformasi kita menghendaki politik anti KKN dan anti dinasti, namun justru saat ini dinasti politik makin tumbuh subur. Faktanya bisa kita lihat dari daftar calon sementara (DCS) caleg yang diumumkan KPU pekan lalu. Di Riau, ada banyak caleg dinasti yang muncul," kata Tito Handoko dalam Podcast di channel YouTube Garis Tengah Media, Sabtu (26/8/2023).
Diskusi politik ini akan ditayangkan channel YouTube Garis Tengah Media secara utuh pada Senin (28/8/2023) mendatang.
Tito menilai ada distorsi yang terjadi dalam proses pencalegan saat ini. Tidak saja sekadar melanggengkan dinasti politik, namun kondisinya kian parah. Di mana ada dalam satu keluarga yang mana bapak dan anaknya justru berbeda partai politik dalam proses pencalegan.
"Kondisi inilah yang sangat penuh anomali dan distorsi. Semakin menunjukkan kalau ideologi parpol telah hilang. Bayangkan satu keluarga jadi caleg, justru dari parpol yang berbeda. Logikanya dimana ya, selain hanya sekadar mengejar kursi kekuasaan di legislatif," kata Tito.
Menurutnya, tren dinasti politik terjadi karena mekanisme seleksi di parpol tidak berjalan. Sebaliknya, parpol lebih memilih melakukan transaksi politik dalam penentuan daftar caleg.
"Kecenderungannya parpol kita pragmatis dan transaksional," tegas Tito.
Pengajar di program studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unri ini menjelaskan, caleg dinasti yang melibatkan kerabat pejabat dan elit daerah juga akan menciptakan kesenjangan dan mengabaikan kompetisi politik. Dikhawatirkan, pejabat daerah yang keluarganya menjadi caleg akan bisa menggerakkan simpul-simpul dan tentakel kekuasaannya untuk mempengaruhi masyarakat pemilih.
"Termasuk dengan menggerakkan birokrasi, tokoh dan organisasi yang dibina kepala daerah dan pejabat tersebut. Ini jelas telah membuat ruang tanding antar caleg menjadi tidak adil dan seimbang," jelas Tito.
Menurutnya, caleg dinasti akan terus langgeng jika mental masyarakat pemilih tidak berubah. Di mana saat ini tren dan kecenderungan masyarakat memilih masih sangat dipengaruhi oleh money politik dalam beragam bentuk.
"Dinasti politik akan terus langgeng dan tumbuh subur jika masyarakat masih doyan dengan politik transaksional, yakni money politik," katanya.
Oleh sebab itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus mencermati daftar caleg secara kritis dan rasional.
"Gerakan pendidikan politik rasional harus terus digencarkan. Termasuk ini menjadi tanggung jawab KPU dan pengawasan Bawaslu. Media juga sangat berperan untuk melakukan kontrol atas kondisi ini," pungkas Tito. (*)
Saksikan video selengkapnya di channel YouTube Garis Tengah Media pada Senin, 28 Agustus 2023