Ugal-ugalan Pungutan Parkir di Pekanbaru, Ini 3 Masalah Krusial yang Dinilai Labrak Aturan dan Bisa Menjadi Pungli
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Suara penolakan terhadap praktik pungutan retribusi parkir di tepi jalan Kota Pekanbaru makin menggema. Kebijakan pungutan parkir dinilai kian ugal-ugalan dan serampangan berujung pada keresahan masyarakat.
Kini, masalah ini terancam bakal diseret ke ranah gugatan publik. Adalah akademisi Universitas Riau, Dr Muhammad Ikhsan, MSc yang menyerukan agar Pemko Pekanbaru segera mengoreksi tata laksana pungutan retribusi parkir yang kini telah merambah sampai ke jalan-jalan sempit pemukiman warga.
Ikhsan menjelaskan, dirinya telah melakukan kajian intensif dari sejumlah regulasi yang diterbitkan Pemko Pekambaru dalam melakukan pungutan retribusi parkir di tepi jalan. Dalam implementasinya, regulasi itu berlangsung tak terkontrol, tanpa batas dan sumir sehingga membuat warga Pekanbaru terusik dan dirugikan.
"Kajian yang kita lakukan menunjukkan ada sejumlah regulasi yang dilabrak dalam pelaksanaan pungutan parkir di tepian jalan. Ini harus dicabut oleh Pemko Pekanbaru karena telah menimbulkan keresahan sosial, termasuk di kalangan emak-emak," kata Ikhsan kepada SabangMerauke News, Rabu (23/8/2023).
Kebijakan penarikan retribusi parkir di Pekanbaru diawali dengan terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Kota Pekanbaru Nomor 14 Tahun 2016 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Belakangan, muncul Peraturan Wali Kota (Perwako) Pekanbaru Nomor 138 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Perparkiran.
Regulasi yang ada ditambah lagi dengan munculnya Perwako Pekanbaru Nomor 148 Tahun 2020 tentang Tarif Layanan Parkir pada Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru sebagai Badan Layanan Umum Daerah. Dua tahun kemudian, Perwako Nomor 148 Tahun 2020 diubah menjadi Perwako Pekanbaru Nomor 41 Tahun 2022.
Bermodalkan Perwako Pekanbaru Nomor 138 Tahun 2020, Pemko Pekanbaru melakukan penarikan retribusi parkir di tepi jalan umum yang dalam ketentuan seharusnya hanya diberlakukan pada ruang milik jalan. Namun kata Ikhsam, kini penerapannya telah melebar sampai di luar batasan kewenangannya.
"Sekarang sampai ke halaman ruko atau tempat usaha sudah dipungut retribusi parkir. Jadi, sudah melenceng dari Perwako yang menjadi dasar pungutan," jelas Ikhsan.
Bisa Dianggap Pungli
Menurutnya, ketidakjelasan batas ruang milik jalan dalam penarikan retribusi parkir di tepi jalan umum menyebabkan area parkir melebar tak terbatas lagi.
"Yang seharusnya dibatasi oleh ruang milik jalan saja, menjadi melebar kemana-mana sampai ke warung-warung kecil, dan jalan-jalan sempit dipenuhi oleh tukang parkir sehingga menjadi seperti pungutan liar," katanya.
Ikhsan menjelaskan, klaim sepihak kawasan ruang milik jalan yang bisa dipungut retribusi parkir berdasarkan Perwako Nomor 138 Tahun 2020 tidak ada dasarnya. Ia menyebut tindakan itu sebagai aksi sepihak Pemko Pekanbaru, karena areal parkir yang ditarik retribusinya sudah masuk areal kepemilikan privat.
Ia menegaskan, defenisi soal ruang milik jalan telah ditetapkan lewat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan. Dalam Peraturan Menteri PU itu disebutkan bahwa ruang milik jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar manfaat jalan yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa datang serta kebutuhan ruangan untuk
pengamanan jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu.
"Berdasarkan definisi pada Peraturan Menteri PU tahun 2010 itu, menunjukkan bahwa klaim ruang milik jalan pada Perwako Nomor 138 Tahun 2020 sudah jauh menyimpang dari ketentuan perundang-perundangan yang berlaku," tegasnya.
Ajak Bersatu Lakukan Penolakan
Ikhsan menjelaskan, Perwako Pekanbaru Nomor 41 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 148 Tahun 2020 telah mengatur soal tarif retribusi parkir semua zona yang sama besarnya. Di mana sepeda motor dikenakan retribusi sebesar Rp 2.000 dan mobil sebesar Rp 3.000.
Menurut Ikhsan, penarikan retribusi parkir itu bertentangan dengan prinsip penentuan tarif yang harus berdasarkan kemampuan masyarakat. Selain itu juga tidak sesuai dengan aspek keadilan karena masyarakat di tingkat bawah di jalan lokal dan lingkungan harus membayar parkir sama dengan di jalan utama/ tengah kota.
"Padahal kegiatan harian parkir masyarakat di tingkat bawah, lokal dan lingkungan sangat banyak dan menggerus pendapatan mereka," kata Ikhsan.
Ikhsan meminta agar Pemko Pekanbaru menghentikan penarikan retribusi parkir di tepi jalan umum pada tempat-tempat yang tidak sesuai. Selain itu ia juga mendesak dilakukan pencabutan Perwako Pekanbaru tentang perparkiran terutama menyangkut besaran retribusi parkir yang disamakan di semua tempat.
"Saya mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama yang terdampak dengan kebijakan perparkiran yang menyulitkan masyarakat ini supaya bahu membahu mendukung dan mendesak pihak Pemko untuk mewujudkan gugatan ini," kata Ikhsan.
Ia juga meminta dukungan dari akademisi, mahasiswa, praktisi hukum, LBH, organisasi masyarakat, pengusaha, emak-emak dan seluruh masyarakat yang menginginkan supaya perparkiran di Pekanbaru bisa lebih tertib, memenuhi unsur keadilan, transparan dan mempertimbangkan kondisi masyarakat.
"Kondisi sekarang sudah sangat meresahkan dan merugikan masyarakat, sehingga seluruh elemen harus bersatu mendorong dicabutnya regulasi perparkiran ini," tegas Ikhsan. (*)