Erick Thohir Mau Merger Garuda, Pelita Air dan Citilink, Untuk Apa?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana menggabungkan atau merger tiga perusahaan pelat merah di bidang penerbangan, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air.
Hal itu diungkapkannya saat berbicara dalam acara Indonesia Cafetalk bertema "Indonesia Diaspora Network Bersama Erick Thohir" di Tokyo, Jepang, Senin (21/8/2023).
Penggabungan ketiga maskapai dilakukan untuk efisiensi, serta sebagai upaya menurunkan biaya logistik sehingga semakin meringankan dunia bisnis di Indonesia.
Erick mendorong agar efisiensi terus menjadi agenda utama pada perusahaan-perusahaan pelat merah. Maka, setelah merger dilakukan pada Pelindo tahun 2021, akan dilanjutkan ke BUMN klaster lainnya, yakni maskapai penerbangan.
"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari empat (perusahaan) menjadi satu. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," ungkapnya, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (22/8/2023).
RI masih kekurangan pesawat
Erick menuturkan, rencana merger ini usai penyelamatan Garuda Indonesia berhasil dilakukan melalui rangkaian restrukturisasi paling rumit dalam sejarah penyelamatan korporasi Indonesia.
Saat Garuda Indonesia diperjuangkan, kata Erick, di waktu yang sama telah dipersiapkan Pelita Air. Tujuannya, agar Indonesia tetap memiliki flag carrier nasional jika Garuda Indonesia gagal diselamatkan.
"Garuda Indonesia telah diselamatkan setelah nyaris dibubarkan. Garuda pada akhirnya dipertahankan karena Indonesia perlu tetap memiliki flag carrier," ucapnya.
Kini, lanjut dia, Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia.
Penggabungan Pelindo
Erick menjelaskan, di Amerika Serikat, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik, di mana terdapat 300 juta populasi yang rata-rata GDP (pendapatan per kapita) mencapai 40.000 dollar AS.
Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP 4.700 dollar AS. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat, padahal sekarang baru memiliki 550 pesawat.
"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ucapnya.
Maka, untuk mengurangi ketertinggalan jumlah pesawat tersebut, ada kemungkinan penggabungan ketiga maskapai BUMN, yakni Pelita Air, Citilink, dan Garuda Indonesia, seperti yang dilakukan pada Pelindo.
Untuk diketahui, Kementerian BUMN telah melakukan penggabungan PT Pelabuhan Indonesia I, PT Pelabuhan Indonesia III, dan PT Pelabuhan Indonesia IV dengan meleburkan ketiganya menjadi PT Pelabuhan Indonesia II yang menjadi surviving entity. (*)