Tak Jelas Bagaimana Lahan Dikelola Setelah Pencabutan Massal Izin Perusahaan, P2HI Ancam Gugat Menteri LHK
SabangMerauke News, Pekanbaru - Langkah Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya yang mencabut izin sejumlah perusahaan di Riau bisa memicu konflik dan ketegangan sosial di tengah masyarakat. Penyebabnya, hingga kini tidak ada tindak lanjut dari pemerintah tentang pengelolaan izin lahan yang telah dicabut tersebut.
"Jika pemerintah di atas kertas hanya mencabut saja, tapi tidak ada langkah lanjutan, maka akan memicu keributan dan ketegangan sosial di masyarakat. Ini sangat membahayakan," kata Ketua Penggerak Penyelamat Hutan Indonesia (P2HI), Irwanto Bety SH kepada SabangMerauke News, Minggu (30/1/2022).
BERITA TERKAIT: Jokowi Cabut Izin PT Duta Palma Nusantara, Warga Kuansing: Stop Seluruh Aktivitas Perusahaan!
Menurutnya, pasca-pencabutan izin konsesi sejumlah perusahaan melalui SK Menteri LHK nomor: 01/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/2022 tertanggal 5 Januari 2022, riak-riak di masyarakat mulai terjadi. Ada oknum-oknum yang melakukan gerakan untuk menguasai lahan yang izinnya dicabut dari perusahaan, tanpa dasar yang jelas.
"Kami melihat terjadi aksi spekulasi untuk mencoba menguasai lahan yang izinnya dicabut tersebut. Jika ini terus terjadi, maka akan memicu konflik yang lebih besar. Baik antar masyarakat maupun masyarakat dengan perusahaan," tegas Irwanto.
BERITA TERKAIT: Jokowi Cabut Izin Perusahaan, PT Duta Palma Nusantara Mengaku Bingung, Kok Bisa Ya?
Ia menegaskan, seharusnya pemerintah menetapkan ketentuan lebih lanjut tentang keberadaan dan pengelolaan lahan tersebut pasca-izin dicabut. Misalnya, apakah dikuasai atau dikelola BUMN, BUMD atau kelompok masyarakat.
"Tapi, hampir 3 pekan setelah SK pencabutan izin diteken dan mulai berlaku, kan tidak jelas soal pengelolaan lahan ini. Kok aneh ya. Seharusnya ada petunjuk dan keterangan teknis bagaimana lahan itu dikelola. Oleh siapa dan bagaimana cara mendapatkan legalitas pengelolaannya. Jangan dibiarkan begitu saja SK terbit, tapi tidak ada tindak lanjut," kata Irwanto.
BERITA TERKAIT: Efek Jokowi 'Ngamuk': Menteri LHK Evaluasi Total Izin 11 Perusahaan di Riau, Ini Daftar Lengkapnya!
Irwanto menafsirkan setelah SK izin konsesi kehutanan perusahaan dicabut, maka otomatis lahan kembali ke negara. Maka seharusnya, setelah itu ada langkah-langkah yang jelas bagaimana lahan itu akan dikelola. Termasuk bagaimana pola pengamanan agar lahan tersebut tidak diambil alih dan dikuasai secara ilegal oleh oknum dan kelompok tertentu.
"Kalau tidak ada pengamanan, maka mungkin saja terjadi penjarahan dan penguasaan sepihak oleh oknum tertentu. Maka ini namanya muncul masalah baru. Kami melihat pemerintah tidak jelas menentukan langkah lanjutan. SK itu jangan cuma di atas kertas, tapi setelah itu dibiarkan tanpa juklak yang jelas," kata Irwanto.
Atas ketidakjelasan pengelolaan lanjutan lahan pasca izin konsesi kehutanan dicabut, P2HI berencana akan menggugat SK Menteri LHK tersebut ke pengadilan.
"Kalau dalam waktu dekat tidak ada kejelasan juga, maka kami akan gugat SK itu ke pengadilan. Ini sebagai langkah hukum agar kebijakan pencabutan itu tidak sekadar pencitraan semata, tapi arahnya harus jelas," tegas Irwanto.
Diwartakan sebelumnya, Presiden Jokowi melalui anak buahnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (RI) Siti Nurbaya mencabut ratusan izin kehutanan di Indonesia.
Adapun total luasan areal kehutanan yang dicabut perizinannnya oleh Menteri LHK yakni sebanyak seluas 3,126 juta hektar dalam penguasaan 192 perusahaan.
Berikut daftar 7 perusahaan di Riau yang izinnya dicabut oleh Menteri LHK sebagaimana tertera dalam lampiran kedua surat keputusan tersebut:
1. SK nomor 69/Menhut-II/2007 atas nama PT Merbau Pelalawan Lestari seluas 12.660 hektar
2. SK nomor 378/Menhut-II/2008 atas nama PT Sari Hijau Permata seluas 20.000 hektar
3. SK nomor 420/Menhut-II/2014 atas nama PT Lantabura Mentari Sejahtera seluas 16.120 hektar
4. SK nomor 1/1/IPPKH-PB/PMDN/2017 atas nama PT Riau Baraharum seluas 1.476,74 hektar
5. SK nomor 603/Kpts-II/1991 atas nama PT Darmali Jaya Lestari seluas 5.501,5 hektar
6. SK nomor 697/Kpts-II/1993 atas nama PT Dharma Wungu Guna seluas 5.340 hektar
7. SK nomor 645/Kpts-II/1995 atas nama PT Duta Palma Nusantara (II) seluas 3.025 hektar.
Sementara dalam lampiran ketiga SK tersebut, Menteri LHK juga mencabut perizinan 10 perusahaan, yakni :
1. SK nomor 840/Kpts-VI/1999 atas nama PT Hutani Sola Lestari seluas 45.990 hektar
2. SK nomor 802/Kpts-VI/99 atas nama PT Bhara Induk seluas 47.687 hektar
3. SK nomor 217/Menhut-II/2007 atas nama PT Lestari Unggul Makmur seluas 10.390 hektar
4. SK nomor 554/Menhut-II/2006 atas nama PT Rimba Rokan Perkasa seluas 22.930 hektar
5. SK nomor 553/Menhut-II/2006 atas nama PT Prima Bangun Sukses seluas 8.670 hektar
6. SK nomor 21/Menhut-II/2007 atas nama PT National Timber Forest Product seluas 9.300 hektar
7. SK nomor 599/Kpts-II/1999 atas nama PT Rimba Seraya Utama seluas 12.600 hektar
8. SK nomor 70/Menhut-II/2007 atas nama PT Bukit Raya Pelalawan seluas 4.010 hektar
9. SK nomor 262/Kpts-II/1998 atas nama PT Rimba Rokan Lestari seluas 14.875 hektar
10. SK nomor 75/Menhut-II/2007 atas nama PT Perkasa Baru seluas 13.170 hektar.
Pemerintah melakukan evaluasi besar-besaran terhadap izin-izin pertambangan, kehutanan dan penggunaan lahan negara di seluruh wilayah Indonesia.
Evaluasi tersebut bertujuan untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan alam.
"Izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan, kita cabut," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam konferensi persnya yang disiarkan secara virtual melalui Akun Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (06/01/2022) lalu. (*)