Eksis di Pasaran, Ternyata Merek Sepatu Melegenda Ini Bukan Asli Indonesia
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Sepatu Bata merupakan salah satu merek sepatu pilihan kala liburan sekolah tiba. Namun siapa sangka, sepatu yang sudah tidak awam menjadi pilihan untuk kegiatan sehari-hari tersebut nyatanya bukan 'made in Indonesia'.
Harga murah, kualitas baik dan mudah didapat menjadi alasan orang membelinya. Selain itu, Bata juga sudah teruji oleh waktu karena sudah eksis di Indonesia sejak 1931.
Akibatnya, orang Indonesia familiar dengan merek sepatu ini. Apalagi, kata "Bata" terdaftar sebagai kosa kata dalam KBBI yang berarti "benda yang berbentuk persegi panjang seperti kotak atau peti kecil".
Contohnya adalah batu bata, bata garam, batako, dan sebagainya. Atas dasar inilah orang-orang mengira Bata adalah produk dalam negeri, apalagi faktanya memang pabrik sepatu itu berada di Kalibata, Jakarta Selatan.
Lantas dari mana sepatu Bata berasal?
Sepatu Bata merupakan pabrikan Eropa lebih tepatnya dari Ceko. Kata 'Bata' sendiri diamil dari pendiri sekaligus pembuatnya yakni Tomas Bata.
Tomas adalah pengusaha asal Ceko. Bermodalkan pinjaman ibu sebesar US$ 350, dia dan saudara-saudaranya mendirikan pabrik sepatu Bata di Zlin pada 24 Agustus 1894.
Sejak itu, dia kerap berkelana mencari inspirasi pembuatan sepatu. Ia pun belajar mencari mesin pembuat sepatu.
Tercatat dia mengunjungi New England (Amerika Serikat/AS) untuk belajar membuat sepatu dengan mendaftarkan diri menjadi buruh sepatu pabrik. Barulah ketika sudah cukup ilmu dia kembali ke Ceko untuk mempraktikan seluruhnya.
Beruntung, ketika dia pulang kampung, Eropa mengalami perang yang dikenal sebagai Perang Dunia I (1914-1918). Berkat peristiwa itu, Bata mendapat order sepatu tentara dalam skala besar.
Menurut The Encyclopedia of the Industrial Revolution in World History (2014), diketahui Bata mampu memproduksi 50 ribu sepatu selama periode perang. Dari keuntungan itu Bata mampu berekspansi ke berbagai negara.
Bata memulai dari Swiss, lalu ke Inggris, Prancis, Belanda, Kanada, sampai negeri di Timur bernama Hindia Belanda. Jejak Bata di Hindia Belanda terdeteksi pada 1931 lewat pendirian gudang impor sepatu Bata di Tanjung Priok.
Sebagaimana dipaparkan Entrepreneur Extraordinary: Biography of Tomas Bata (1968), lisensi perusahaan Bata dipegang oleh NV Nederlandsch Indische Schoenhandel Maatschappij Bata. Sayang, Tomas tidak bisa melihat kesuksesan Bata di Hindia Belanda dalam waktu lama karena terpaksa meregang nyawa di kecelakaan pesawat pada 1932.
Kendati demikian, bisnis Bata tetap berjalan dipegang oleh anaknya. Dan di Hindia Belanda, Bata rupanya sukses menjadi 'raja sepatu' usai mendirikan pabrik sepatu Bata di Kalibata, pada 1939.
Sejak itulah Bata tetap eksis, apapun tantangannya. Bahkan, di masa-masa sulit pun Bata tidak tutup.
Tak hanya dimiliki rakyat jelata, Sukarno pun tercatat menjadi pengguna sepatu Bata. Menurut kesaksian ajudannya, Maulwi Saelan dalam memoar berjudul Dari Revolusi '45 sampai Kudeta '66: kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa (2001), diketahui proklamator itu punya 3 dus sepatu Bata berisi 3 pasang sepatu untuk olahraga.
Eksistensi Bata pun tetap bertahan hingga saat ini. Produk Bata di seluruh dunia berada di bawah jaringan internasional Bata Shoe Organization.
Di Indonesia, lisensi Bata dipegang oleh PT Sepatu Bata Tbk (BATA). Merk ini juga memegang lisensi untuk merek lainnya, seperti North Star, Power, Bubblegummers, Marie-Claire, dan Weinbrenner. (*)