Kisah Unik Diane Hendricks, Anak Petani Jadi Miliarder
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Kisah orang miskin menjelma menjadi orang kaya sering terjadi dalam kehidupan nyata. Kisah ini juga terjadi pada Diane Hendricks.
Terlahir dari keluarga petani dan peternak sapi perah, kini dia menjelma menjadi salah satu orang terkaya di Amerika Serikat dan jagat raya
Mengutip Forbes, total kekayaan Diane Hendricks per Jumat (18/8/2023) tembus US$15,6 miliar. Kalau ditotal dalam rupiah dengan kurs Rp15.302 per dolar AS, kekayaan itu tembus Rp238,7 triliun.
Kekayaan itu menjadikannya orang terkaya dunia nomor 110.
Lalu siapa sebenarnya Diane Hendericks sehingga dia bisa kaya seperti itu?
Mengutip berbagai sumber, Hendricks lahir di Wisconsin, AS pada 1947 lalu dari dari keluarga petani dan peternak sapi perah.
Dia tumbuh dan berkembang bersama kedua orang tuanya di daerah itu. Masa kecil hingga remajanya ia lalui dengan indah bersama dengan orang tua dan saudara-saudaranya saat itu.
Meski terlahir sebagai anak peternak sapi perah, ia sudah mempunyai mimpi; tidak mau selamanya menjalani pekerjaan seperti kedua orang tuanya.
"Saya tidak ingin menjadi petani, peternak, saya juga tidak ingin menikah dengan petani," katanya seperti dikutip dari Forbes.
Yang ia mimpikan saat itu adalah bekerja dengan jas biru di kota. Namun, mimpi itu gagal.
Saat usianya menginjak 17 tahun, keindahan hidup dan mimpinya berubah. Ia mulai mendapatkan masalah hidup.
Itu terjadi karena cinta pertamanya. Pasalnya, cinta pertama itu membuatnya hamil dan punya anak meski baru menginjak usia 17 tahun.
Ia harus menikah demi anaknya. Karena pernikahan dan kehamilan itu di usia remaja itu, ia hampir tidak mungkin melanjutkan tahun terakhir pendidikannya di sekolah menengah atas.
Tapi berkat tekad kerasnya, halangan itu berhasil atasi. Dia tetap menyelesaikan studinya di rumah demi mendapatkan ijazah.
Usai mendapatkan ijazah, ia pindah bersama dengan suaminya ke Janesville yang berjarak 200 mile dari tempat kelahirannya. Namun baru menginjak usia pernikahan 3 tahun, keluarganya berantakan.
Ia akhirnya bercerai. Menjadi seorang orang tua tunggal, membuatnya harus berupaya keras untuk bertahan hidup. Ia mati-matian mencari kerja supaya bisa menghidupi anaknya.
Termasuk menjadi penjual properti. Pekerjaan itu kemudian mempertemukannya dengan seorang kontraktor bernama Ken Hendricks yang akhirnya menjadi suaminya.
Pernikahannya dengan Ken itulah yang kemudian mengubah roda jalan hidup Diane Hendricks.
Usai menikah, pasangan pengantin baru itu membeli 200 rumah tua dan kemudian menyewakannya ke mahasiswa.
Usaha kos-kosan pasangan ini terbilang sukses. Hingga kemudian setelah 6 tahun berjalan, ia dan suaminya mencari tantangan baru; bisnis perlengkapan bangunan.
Kebetulan saat itu, ada toko bangunan yang sedang bermasalah sehingga pemiliknya kemudian menjualnya.
Bermodal nekat, Diane dan suaminya akhirnya menjaminkan aset yang ia miliki ke bank untuk membeli toko bangunan itu.
Ia mendapatkan pinjaman US$900 ribu dan kemudian dipakai untuk membeli toko bangunan tersebut.
Idenya membeli toko bangunan saat itu adalah; membeli bahan bangunan langsung dari produsen dan menjualnya ke kontraktor seperti Ken, suaminya.
Ia menamai toko bangunannya dengan ABC Supply. Strategi jitu itu berhasil.
Hanya dalam waktu 5 tahun, bisnis bahan bangunan Diane dan suaminya sukses besar. ABC berhasil melebarkan sayap usahanya menjadi 50 toko dengan penjualan US$140 juta.
Berselang 11 tahun kemudian, usaha itu melesat. Penjualan yang tadinya hanya US$140 juta tumbuh menjadi US$1 miliar.
Kesuksesan itu tak lantas membuat Diane dan suaminya puas. Mereka malah berupaya melebarkan sayap usaha.
Konya Hendricks-Schuh, salah satu dari tujuh anak Diane mengatakan kedua orang tuanya agresif membeli perusahaan bangkrut dan membenahinya. Namun, di tengah jaya-jayanya, Diane mendapatkan musibah. Ken suaminya, jatuh dan meninggal pada 2007.
Saingan bisnisnya sempat mengira musibah itu akan membuat Diane terpukul sehingga membuat bisnisnya terbengkalai. Maklum, setelah ditinggal sang suami, bisnis ABC Supply sempat terpuruk. Penjualan turun 7 persen pada periode 2006-2009.
Keterpurukan itu membuat Diane sempat menutup ABC Supply. Keterpurukan itu membuat saingan bisnis Diane sempat berupaya membeli ABC Supply.
"Mereka mungkin berfikir saya hanya seorang wanita dan karena itu pasti akan menjualnya, tapi tidak," katanya.
Diane malah menemukan peluang di tengah tekanan itu. Memanfaatkan keterpurukan saingan, ia mengakuisisi Bradco pada 2010 dengan nilai transaksi US$1,6 miliar.
Berselang 6 tahun kemudian, ia malah membeli distributor bahan bangunan L&W Supply yang berbasis di Chicago dengan harga US$674 juta.
Untuk mendanai pembelian itu, Diane bertaruh dengan menyerahkan 40 persen saham ABC miliknya pemodalnya dengan syarat; dapat membelinya kembali dalam waktu 5 tahun.
Ia menang taruhan. Hanya 4 tahun setelah kesepakatan, ia berhasil membeli sahamnya kembali.
"Saya masih menggigil sampai sekarang kalau mengingat peristiwa itu. Pasalnya, saya telah mempertaruhkan perusahaan yang saya ingin anak-anak saya melanjutkannya. Itu bukan perusahaan untuk dijual," katanya.
Kesuksesan itu membuat ABC Supply di bawah kepemimpinan Diane makin membesar. Perusahaan berhasil melebarkan bisnis ke 840 lokasi dan kemudian menjadi perusahaan swasta terbesar nomor 23 di AS.
Di tengah gelimang harta, tak banyak yang tahu bahwa sejatinya Diane merupakan penyintas dua penyakit kanker. Pertama, kanker rahim.
Ia sempat menderita kanker rahim saat masih berusia 33 tahun. Sedangkan kedua, kanker payudara.
Penyakit itu ia derita pada usia 69 tahun.
Pengalamannya tersebut membuat Diane sangat peduli dengan menggelontorkan dana untuk meneliti dan mencari obat yang bisa digunakan untuk menyembuhkan penyakit tersebut.
Dia tercatat pernah menyumbangkan dana US$1,75 juta kepada UW-Madison untuk mendukung penelitian tentang pilihan pengobatan terbaik untuk kanker payudara dan teknik bedah mikro dalam bedah rekonstruktif kanker. (*)