Gawat! Harga Kelapa Sawit di Riau Anjlok Rp 1.000, Ini Penyebabnya
SabangMerauke News, Riau - Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa sawit di Riau sejak Sabtu (29/1/2022) anjlok Rp1000 perkilonya.
Hal ini disebabkan kebijakan pemerintah untuk stabilkan harga minyak goreng. Persoalan ini menjadi persoalan serius bagi petani sawit di Riau.
Pasalnya selain anjloknya harga sawit dengan cepat, tidak dibarengi jiga dengan turunnya harga produksi yakni pupuk sebagaimana kebutuhan para petani.
Menurut informasi yang didapat Tribunpekanbaru.com dari sebuah pabrik kelapa sawit di Rokan Hulu, harga yang ditetapkan PKS ini turun Rp1000 dari biasanya untuk semua umur.
Seperti untuk harga TBS diusia diatas 10 tahun yang biasanya menjadi harga utama di pabrik tersebut dari biasanya Rp3.130 turun menjadi Rp2.130, terjadi penurunan Rp1000.
Sebagaimana diketahui, dalam sehari harga Tandan Buah Segar (TBS) anjlok hingga 25 persen, ini akibat pemberlakuan Domestik Market Obligation (DMO) dan Domestik Price Obligation( DPO).
Menurut Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau asal Rokan Hulu Kelmi Amri, kebijakan ini memang seperti pisau bermata dua.
Satu sisi pemerintah ingin mengedalikan harga minyak goreng yang akhir-akhir ini meroket akibat harga CPO di pasar dunia melambung hingga Export CPO begitu besar dan pasokan dalam negeri pun mengikuti harga dunia dan berimplikasi langsung terhadap harga produk hilir CPO itu sendiri, seperti halnya minyak Goreng dan lain sebagainya.
"Pemerintah menerapkan kebijakan DMO dan DPO dengan harapan pasokan dalam Negeri tercukupi dan Harga disesuaikan dan dikendalikan,"ujar Kelmi.
Maka ditambahkan Kelmi, implikasinya langsung dalam satu Hari Harga Tandan Buah Segar Rakyat turun hingga 25%.
"Dampak terhadap TBS rakyat ini mestinya diperhitungkan pemerintah tak cukup hanya dengan niat mengendalikan harga produk hilir CPO saja jauh dari pada itu,"ujar Kelmi.
Pemerintah juga menurut Kelmi, diharapkan melihat persoalan ini lebih luas lagi, dimana implikasi ini mengakibatkan penurunan harga TBS, dan apakah dengan turunnya harga TBS pemerintah juga mampu kendalikan harga pupuk yang dalam setahun terakhir alami kenaikan hingga 100 persen.
"Agar balance antara penurunan harga TBS dengan harga pupuk akibat pemberlakuan DMO dan DPO. Jika tidak mampu kendalikan harga pupuk Ini tentu akan menimbulkan persoalan baru bagi petani dimana ongkos produksi naik hingga 100 persen tapi harga produksi turun hingga 30 persen,"ujar politisi Demokrat ini.
Menurut Kelmi, ini yang dimaksudkannya dengan istilah pisau bermata dua, disisi pertama niatnya baik ingin stabilkan harga produk hilir dengan pembatasan ekspor dan kendalikan harga, tapi disisi lain ada petani dan pengusaha yang akan menjadi korban.
"Lalu apa gunanya PTPN yang mestinya mampu jaga kebutuhan dalam negeri. Bukankah hadirnya BUMN ini untuk kepentingan rakyat dan disini sebenarnya peran negara yang kita harapkan,"ujar Kelmi. (*)