Warga Rangsang Minta Tolong ke Jokowi dan Siti Nurbaya Hentikan Ekspansi PT Sumatera Riang Lestari: Ini Lahan Gambut dan Pulau Kecil Terluar!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Protes warga Tanjung Kedabu di Pulau Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti terhadap aksi ekspansi PT Sumatera Riang Lestari (SRL) di kampung mereka terus berlanjut. Warga menolak keras aktivitas SRL yang diklaim telah merambah ke area perkebunan dan memasuki pemukiman warga.
Sejumlah warga lantas membuat video berisi permintaan tolong ditujukan khususnya kepada Presiden Jokowi serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya untuk menghentikan perluasan wilayah operasional perusahaan hutan tanaman industri (HTI) tersebut.
"Kami berharap kebijakan Presiden, kebijakan Menteri Kehutanan (LHK) untuk segera mengambil alih masalah ini agar tidak terjadi konflik yang akan merugikan masyarakat," kata perwakilan masyarakat Jefrizal lewat dua buah video yang diterima SabangMerauke News, Selasa (15/8/2023).
Dalam sepekan terakhir, warga Tanjung Kedabu resah dan menggelar protes terhadap keberadaan alat berat ekskavator SRL yang beraktivitas di dekat pemukiman mereka. Ratusan warga pekan lalu bahkan menyatroni alat berat meminta untuk segera berhenti kerja.
SRL beralasan sedang melakukan aktivitas pembersihan di lahan konsesi berdasarkan izin yang diperoleh dari Menteri Kehutanan pada 2007 silam. Sementara warga merasa terancam karena tanaman karet mereka telah dirusak.
Dalam video tersebut, Jefrizal yang didampingi sejumlah emak-emak menyebut, kalau SRL mengantongi izin melalui Surat Keputusan (SK) Menteri LHK nomor 135 tahun 2022 tentang perluasan wilayah tanam kayu akasia seluas 3.175 hektare. SK 135 itu, kata Jefrizal, merupakan bagian dari SK Menteri Kehutanan nomor 208 Tahun 2007 yang memuat konsesi SRL seluas 18.890 hektare di Pulau Rangsang.
Menurutnya, wilayah operasional SRL telah merambah mencapai 60 persen dari wilayah Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang Pesisir. Padahal, kata Jefrizal, jauh sebelum SK Menteri Kehutanan terbit, warga sudah mengelola lahan tersebut sejak tahun 1986 silam.
Ia menjelaskan, pada tahun 2010 lalu, telah terjadi konflik antara SRL dengan warga setempat. Meski belum ada solusi, pada 2023 ini SRL disebut Jefrizal kembali beroperasi, tanpa pernah ada melakukan dialog dengan warga.
Jefrizal menegaskan, lokasi operasional SRL merupakan lahan gambut. Menurutnya, sudah ada regulasi dari pemerintah pusat untuk melarang pengelolaan (moratorium) lahan gambut.
Selain itu, Pulau Rangsang juga telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebagai salah satu Pulau-pulau Kecil Terluar di Indonesia. Diketahui, Pulau Rangsang merupakan pulau terdepan yang di sebelah utara berbatasan langsung dengan Malaysia.
Penelusuran SabangMerauke News, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar, Pulau Rangsang masuk dalam kategori Pulau Kecil Terluar yang berada di Riau. Selain Pulau Rangsang, pulau terluar lain yang terdapat di Riau yakni Pulau Batumandi, Pulau Rupat dan Pulau Bengkalis.
Atas dasar itu, warga meminta Presiden Jokowi dan Menteri LHK Siti Nurbaya untuk mengevaluasi izin konsesi HTI PT Sumatera Riang Lestari (SRL) di Pulau Rangsang.
"Besar harapan kami Presiden dan Menteri Kehutanan (LHK) untuk segera mengevaluasi SK 20 dan SK 135 tersebut. Pihak SRL tidak boleh lagi memperluas wilayah operasionalnya. SK tersebut tidak layak karena ini adalah lahan gambut dan pulau kecil terdepan," kata Jefrizal.
Ia menyebut tanaman akasia akan mengganggu tanaman kelapa warga dengan munculnya hama. Selain itu, kanal-kanal yang dibangun SRL dialirkan ke laut berdampak pada mata pencarian masyarakat sebagai nelayan karena mengganggu ekosistem lingkungan dan ikan.
SRL merupakan salah satu perusahaan HTI pemasok bahan kayu eukaliptus dan akasia untuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Pekan lalu, Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil berkunjung ke pabrik RAPP di Pangkalan Kerinci, Pelalawan.
Bupati Surati SRL Hentikan Operasional
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Bupati Kepulauan Meranti, Asmar telah mengambil sikap tegas terkait konflik lahan yang terjadi antara masyarakat Desa Tanjung Kedabu dengan perusahaan kehutanan PT Sumatera Riang Lestari (SRL). Asmar meminta agar perusahaan pemasok kayu ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tersebut, menghentikan sementara aktivitasnya di lahan yang dipersengketakan masyarakat.
Asmar telah menerbitkan sepucuk surat ditujukan kepada pimpinan PT Sumatera Riang Lestari (SRL). Surat bernomor 100/DPRKPPLH-TAN/VIII/2023 dengan sifat penting itu, diterbitkan pada Jumat (11/8/2023) atau hanya beberapa saat usai Pemkab Meranti menggelar rapat.
"Untuk menjaga kondusifitas keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut, kami minta agar perusahaan menghentikan sementara aktivitas operasional di lokasi khususnya yang sedang dipersengketakan," demikian isi surat yang diteken oleh Asmar.
Adapun penerbitan surat tersebut berdasarkan pada berita acara rapat yang dimediasi Pemkab Meranti melibatkan warga Desa Tanjung Kedabu, Rangsang Pesisir dengan PT SRL pada Jumat (11/8/2023).
Dalam suratnya, Asmar menyebut SRL dapat melakukan kegiatan yang sifatnya berkaitan dengan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Namun hal itu harus dilakukan dengan tetap berkoordinasi bersama pemerintah kecamatan, desa dan pihak terkait.
Menurut Asmar, penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat dengan SRL telah menjadi perhatian khusus Pemkab Meranti. Pihaknya mendukung dialog terbuka antara SRL dengan masyarakat dan pihak berwenang lainnya.
"Kami akan mengundang saudara (pimpinan PT SRL) untuk hadir pada pertemuan mediasi berikutnya agar ditemukan penyelesaian secara konstruktif dan komprehensif," demikian surat Asmar yang ditembuskan ke Ketua DPRD dan Kapolres Meranti.
Diberitakan sebelumnya, ratusan warga Tanjung Kedabu, Rangsang Pesisir, Kepulauan Meranti menghalau aktivitas alat berat ekskavator di lahan yang dikerjakan oleh PT Sumatera Riang Lestari (SRL). Warga mewanti-wanti agar alat berat tersebut stop bekerja.
Kedatangan warga beramai-ramai dipicu protes pembersihan lahan yang dilakukan SRL di kampung mereka. Menurut warga, tindakan SRL tidak untuk membuat sekat kanal, namun justru menambah luas areal tanaman industri.
Hal ini menyebabkan ancaman terhadap tanaman warga. Bahkan, lokasi pengerjaan lahan sudah mendekati jarak sekitar 200 meter dari perkampungan warga.
Aksi warga ini berlangsung mulai pagi hingga siang tadi. Di lokasi tersebut sebelumnya tengah bekerja tiga alat berat yang sejak beberapa hari lalu beroperasi pada lahan yang telah dikelola oleh warga. Warga mengaku lahan dan tanamannya dirusak oleh alat berat SRL.
Klarifikasi SRL Dibantah Warga
Manajemen PT Sumatera Riang Lestari (SRL) membantah disebut telah menyerobot lahan masyarakat di Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang Pesisir. Perusahaan pemasok kayu ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ini mengklaim alat berat beroperasi untuk mengerjakan lahan di konsesi perusahaan.
Humas PT SRL, Agil Samosir menyatakan, Blok V konsesi perusahaan yang beroperasi di Pulau Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti itu telah mendapat izin pada 2007 lalu. Ia menyebut izin HTI tersebut berdasarkan SK Menteri Kehutanan dengan nomor SK. 208/Menhut-II/2007 tanggal 25 Mei 2007. Adapun konsesi yang diberi izin seluas 18.890 hektare.
Agil menyebut lahan yang dikerjakan oleh alat berat berada di dalam konsesi perusahaan yang masuk ke dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT).
Ia beralasan areal yang diklaim oleh masyarakat adalah rawan karhutla. Perusahaan disebutnya melakukan land clearing untuk mengantisipasi terjadinya karhutla saat musim kemarau panjang saat ini. Ia menyebut lahan yang dikerjakan adalah semak belukar, bukan lahan dimana ada tanaman warga
Agil juga membantah kalau pihaknya disebut mangkir dalam rapat yang digelar Pemkab Meranti pada Jumat kemarin. Menurutnya, perwakilan perusahaan hadir dan mengikuti pertemuan tersebut bersama beberapa pihak yang diundang pemerintah Kabupaten Meranti.
Pernyataan klarifikasi PT SRL itu pun dibantah mentah-mentah oleh perwakilan warga bernama Ramli yang hadir dalam rapat bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti beberapa waktu lalu.
Ramli menyebut bahwa tidak benar PT SRL hanya mengerjakan lahan konsesi dengan tidak merusak tanaman masyarakat. Buktinya banyak tanaman berupa sagu dan karet dibabat habis oleh alat berat milik SRL saat melakukan land clearing.
Ia menyebut warga kampung sudah mengelola lahan tersebut jauh sebelumnya SRL mengklaim mendapat izin dari Menteri Kehutanan.
"Di lapangan tidak seperti itu, mereka pun melanggar perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dengan membabat habis kebun kami. Yang jelas tanaman karet kami sudah bergelimpangan. Jika mereka (SRL) mengklaim lahan kami masuk ke dalam areal konsesi, tapi saat ini kami tidak pernah tahu dan tidak diberitahu dimana batasnya, tidak ada tugu atau patokannya," Ramli.
Ia menyebut, dirinya bersama warga mengelola lahan tersebut sejak sekitar tahun 1998.
"Kira-kira pihak perusahaan punya izin kapan? Kalau ada patoknya, tentunya kami tidak akan melanggar dan memasuki daerah larangan yang telah dipatok, tapi sebaliknya terjadi kebun kami telah diserobot," ungkapnya.
Terkait lahan yang diklaim oleh masyarakat sering terjadi karhutla, Ramli pun membantah keras. Masyarakat telah menjaga dengan baik lahan tersebut agar tidak terjadi kebakaran lagi.
"Lahan itu kami jaga agar tidak terjadi kebakaran saat musim panas. Jika pun terjadi kebakaran, kami selalu ikut andil untuk melakukan pemadaman. Intinya kami bergerak cepat untuk mengantisipasi jika terjadi kebakaran sesuai dengan arahan pihak desa, aparat dan pihak kabupaten. Kalau dulu mungkin sering terjadi kebakaran, kalau sekarang sudah jarang dan hampir tidak ada lagi," tuturnya.
Menurutnya, warga miliki legalitas kepemilikan lahan. Selain adanya kelompok tani, juga ada yang telah mengantongi surat keterangan tanah (SKT).
"Kami sedih, pihak perusahaan sudah melewati batas, kebun karet yang sudah kami jaga dan sudah panen diserobot dan sudah ratusan batang yang tumbang. Kami sudah seperti dijajah dan harga diri kami sudah diinjak-injak," ungkapnya.
Terkait adanya perwakilan perusahaan hadir dan mengikuti pertemuan yang diinisiasi oleh Pemkab Kepulauan Meranti pada Jumat (11/8/2023), Ramli menegaskan bahwa perwakilan PT SRL baru hadir setelah rapat selesai. Ketika rapat dibuka dan berjalan, tidak ada perwakilan SRL yang datang sehingga membuat warga kecewa. Warga menduga, rapat sengaja diulur-ulur agar tidak mendapati kesepakatan sehingga alat berat tetap beroperasi.
Pihak perusahaan sebelumnya sudah menyatakan tidak hadir dengan alasan undangan rapat mendadak. Namun setelah rapat selesai dan pimpinan rapat Asisten I Setdakab Meranti Irmansyah sudah mau ke luar ruangan, tiga orang perwakilan SRL tiba dan menandatangani daftar hadir rapat.
"Saya hadir dalam rapat tersebut. Pimpinan rapat juga sudah menyatakan pihak perusahaan tidak hadir dengan alasan karena undangan yang diberikan terkesan mendadak. Makanya rapat diagendakan ulang. Namun setelah rapat ditutup dan pimpinan rapat juga akan keluar ruangan, ada tiga orang perwakilan perusahaan datang lalu duduk dan mengisi absen," kata Ramli.
Elemen Mahasiswa Minta Evaluasi Izin SRL
Sementara itu, elemen mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Mahasiswa Kecamatan Rangsang Pesisir (IPMKRP) mengecam tindakan yang dilakukan PT Sumatera Riang Lestari (SRL) atas dugaan penyerobotan lahan masyarakat di Desa Tanjung Kedabu, Kepulauan Meranti.
Ketua IPMKRP Kepulauan Meranti, Alif Yusuf meminta agar SRL tidak hanya mencari keuntungan korporasi semata dengan melakukan tindakan tanpa memikirkan dampak ekologi dan sosial masyarakat di wilayah operasional.
"Kami sangat prihatin melihat kondisi masyarakat di lapangan. Saya pikir perusahaan hanya memikirkan keuntungan sepihak dan semena-mena melakukan dugaan penggarapan lahan hingga mendekati pemukiman masyarakat," kata Alif Yusuf, Sabtu (12/8/2023).
Alif mengaku telah menghubungi pihak pemerintah Desa Tanjung Kedabu. Dari informasi yang ia peroleh, pada bulan Mei lalu mereka sudah melakukan audiensi bersama dengan PT SRL. Hasilnya, pemerintah desa tetap menolak tindakan operasional SRL.
Menurutnya, lahan masyarakat yang digarap telah mempunyai surat keterangan tanah (SKT).
"Saya kira SKT itu sudah menjadi bukti kuat bahwasanya lahan ini benar-benar milik masyarakat dan sedang dikelola masyarakat. Bukan status dalam konsesi HTI," kata Alif Yusuf.
Ia menerangkan, hasil konfirmasinya ke SRL, perusahaan menyebut bahwa areal PT SRL yang digarap tersebut termasuk konsesi dan sudah mendapatkan izin dari Kementerian LHK. Ia pun meminta kepada otoritas terkait untuk mengevaluasi dan menghentikan operasional PT SRL di daerah yang disengketakan masyarakat tersebut.
"Kami mahasiswa Rangsang Pesisir meminta kepada pemerintah daerah dan DPRD segera melakukan kebijakan mengevaluasi kinerja PT SRL dan menghentikan sementara operasional PT SRL sampai dengan permasalahan ini terselesaikan. Saya melihat sepertinya pemerintah tidak peduli dan kurang dalam pengawasan," ucapnya.
Jika persoalan ini tidak mendapatkan tanggapan, kata Alif, mahasiswa mengancam akan turun ke jalan.
"Jika ini terus berlarut dan tidak ada titik temunya dari pemerintah daerah dan perusahaan, maka kami mahasiswa akan turun ke jalan," pungkasnya.
4 Hasil Rapat Pemkab Meranti
Diwartakan sebelumnya, konflik lahan antara warga Desa Tanjung Kedabu, Kepulauan Meranti dengan PT Sumatera Riang Lestari (SRL) kian memanas dan belum ada solusi. Meski demikian, Pemkab Kepulauan Meranti telah menggelar rapat bersama warga dan sejumlah instansi terkait pada Jumat (11/8/2023) kemarin dengan menghasilkan 4 poin kesepakatan.
Berikut kesepakatan yang disusun dalam berita acara rapat tersebut:
1. Meminta kepada pihak perusahaan untuk menghentikan sementara kegiatan perusahaan, khususnya di wilayah Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang Pesisir.
2. Pimpinan daerah akan menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk meninjau ulang izin pemanfaatan hutan yang telah diberikan kepada PT SRL.
3. Kepada masyarakat agar mempersiapkan bukti kepemilikan dan pengelolaan lahan.
4. Rapat berikutnya pimpinan perusahaan wajib hadir dan akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Adapun berita acara tersebut dibuat oleh notulen rapat yakni Kabid Pertanahan Dinas Perkimtan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Meranti, Maizathul Baizura dan disetujui oleh peserta rapat dari beragam unsur. (R-01)