4 Hasil Rapat Pemkab Meranti Soal Penolakan Warga atas Pembukaan Lahan PT Sumatera Riang Lestari: Bupati Surati Menteri LHK Tinjau Ulang Izin HTI
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Konflik lahan antara warga Desa Tanjung Kedabu, Kepulauan Meranti dengan PT Sumatera Riang Lestari (SRL) kian memanas dan belum ada solusi. Meski demikian, Pemkab Kepulauan Meranti telah menggelar rapat bersama warga dan sejumlah instansi terkait pada Jumat (11/8/2023) kemarin dengan menghasilkan 4 poin kesepakatan.
Rapat digelar menindaklanjuti pengaduan warga tentang sengketa lahan dengan SRL di Desa Tanjung Kedabu, Rangsang Pesisir. Warga menolak aktivitas alat berat SRL yang dituding telah menyerobot area diklaim sebagai lahan kelola dan perkampungan masyarakat.
Pada Jumat pagi hingga siang kemarin, ratusan warga mendatangi lokasi tempat tiga alat berat berada. Di bawah pengawalan aparat, aksi warga berlangsung damai, memastikan pekerjaan pengolahan lahan tidak dilanjutkan oleh SRL.
Sementara itu, pada saat yang bersamaan, Pemkab Kepulauan Meranti melalui Asisten Bidang Pemerintahan Setdakab Meranti, Irmansyah memimpin rapat di Kantor Bupati.
Berikut kesepakatan yang disusun dalam berita acara rapat tersebut:
1. Meminta kepada pihak perusahaan untuk menghentikan sementara kegiatan perusahaan, khususnya di wilayah Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang Pesisir.
2. Pimpinan daerah akan menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk meninjau ulang izin pemanfaatan hutan yang telah diberikan kepada PT SRL.
3. Kepada masyarakat agar mempersiapkan bukti kepemilikan dan pengelolaan lahan.
4. Rapat berikutnya pimpinan perusahaan wajib hadir dan akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Adapun berita acara tersebut dibuat oleh notulen rapat yakni Kabid Pertanahan Dinas Perkimtan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Meranti, Maizathul Baizura dan disetujui oleh peserta rapat dari beragam unsur.
Klarifikasi SRL
Sementara itu, manajemen SRL membantah disebut telah menyerobot lahan masyarakat di Desa Tanjung Kedabu. Perusahaan pemasok kayu ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ini mengklaim alat berat beroperasi untuk mengerjakan lahan di konsesi perusahaan.
Humas PT SRL, Agil Samosir menyatakan, pada Blok V konsesi perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Kepulauan Meranti telah mendapat izin pada 2007 lalu. Ia menyebut izin HTI tersebut berdasarkan SK Menteri Kehutanan dengan nomor SK. 208/Menhut-II/2007 tanggal 25 Mei 2007. Adapun konsesi yang diberi izin seluas 18.890 hektare.
Agil menyebut lahan yang dikerjakan oleh alat berat berada di dalam konsesi perusahaan yang masuk ke dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT).
Ia beralasan areal yang diklaim oleh masyarakat adalah rawan karhutla. Perusahaan disebutnya melakukan land clearing untuk mengantisipasi terjadinya karhutla saat musim kemarau panjang saat ini. Ia menyebut lahan yang dikerjakan adalah semak belukar, bukan lahan dimana ada tanaman warga.
Agil juga membantah kalau pihaknya disebut mangkir dalam rapat yang digelar Pemkab Meranti pada Jumat kemarin. Menurutnya, perwakilan perusahaan hadir dan mengikuti pertemuan tersebut bersama beberapa pihak yang diundang pemerintah Kabupaten Meranti.
Klarifikasi SRL Dibantah Warga
Sementara itu, klarifikasi manajemen SRL tersebut dibantah oleh perwakilan warga bernama Ramli yang hadir dalam rapat Pemkab Meranti kemarin.
Ia menegaskan, perwakilan SRL baru hadir setelah rapat selesai. Sebelumnya, saat rapat dibuka dan berjalan, tidak ada perwakilan SRL yang datang sehingga membuat warga kecewa. Warga menduga, rapat sengaja diulur-ulur agar tidak mendapati kesepakatan sehingga alat berat tetap beroperasi.
Pihak perusahaan sebelumnya sudah menyatakan tidak hadir dengan alasan undangan rapat mendadak. Namun setelah rapat selesai dan pimpinan rapat Irmansyah sudah mau ke luar ruangan, tiga orang perwakilan SRL tiba dan menandatangani daftar hadir rapat.
Ramli juga menegaskan kalau aktivitas alat berat SRL telah merusak sejumlah tanaman warga. Di antaranya karet, dan sagu rumbia. Ia menyebut warga kampung sudah mengelola lahan tersebut jauh sebelumnya SRL mengklaim mendapat izin dari Menteri Kehutanan.
Diwartakan sebelumnya, ratusan warga Tanjung Kedabu, Rangsang Pesisir, Kepulauan Meranti menghalau aktivitas alat berat ekskavator di lahan yang dikerjakan oleh PT Sumatera Riang Lestari (SRL). Warga mewanti-wanti agar alat berat tersebut setop bekerja.
Kedatangan warga beramai-ramai dipicu protes pembersihan lahan yang dilakukan SRL di kampung mereka. Menurut warga, tindakan SRL tidak untuk membuat sekat kanal, namun justru menambah luas areal tanaman industri.
Hal ini menyebabkan ancaman terhadap tanaman warga. Bahkan, lokasi pengerjaan lahan sudah mendekati jarak sekitar 200 meter dari perkampungan warga.
Aksi warga ini berlangsung mulai pagi hingga siang tadi. Di lokasi tersebut sebelumnya tengah bekerja tiga alat berat yang sejak beberapa hari lalu beroperasi pada lahan yang telah dikelola oleh warga.
Sementara itu, pagi tadi Pemkab Kepulauan Meranti melakukan pertemuan dengan warga. Namun, rapat tidak dihadiri oleh perwakilan PT Sumatera Riang Lestari (SRL), memicu kekecewaan warga.
"Ada apa ini, SRL tidak hadir? Pertemuan diundur, tapi lahan kami terancam. Seperti mengulur-ulur waktu," kata perwakilan warga Abdullah dalam rapat yang dipimpin Asisten Asisten I Bidang Pemerintahan Setdakab Meranti, Irmansyah.
Abdullah mempersoalkan alasan SRL beroperasi pada lahan tersebut berdasarkan izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Ia balik bertanya apakah Menteri Kehutanan tahu bahwa lokasi izin yang diberikan kepada SRL terdapat perkebunan dan pemukiman warga.
"Izin itu hanya tulisan. Tapi, apakah Menteri tahu di izin yang diberikan itu ada tanaman warga, ada pemukiman warga," katanya.
Menurutnya, kampung Tanjung Kedabu dibangun oleh orangtua mereka sejak dulu. Namun mendadak, SRL mengklaim memiliki izin hutan tanaman industri dari Menteri Kehutanan sehingga membuat warga terusik.
Ia khawatir kejadian beberapa waktu lalu kembali terulang, di antaranya terjadinya pembakaran alat berat. Abdullah meminta agar pemerintah segera mengambil sikap atas persoalan ini agar tidak menimbulkan konflik.
Kepala Desa Tanjung Kedabu, Miswan meminta aktivitas alat berat dihentikan. Soalnya, tindakan perusahaan tersebut akan merusak kebun warga yang hasilnya cukup makan untuk mengisi perut dan biaya anak sekolah.
"Bukan untuk mencari kaya seperti perusahaan. Belum lagi hama kumbang yang mengganggu tanaman kelapa akibat dari penanaman akasia," kata Miswan.
Miswan menyebut kondisi desanya termasuk dalam kategori miskin ekstrem. Dimana pendapatan masyarakat hanya terfokus pada hasil perkebunan. Sementara lahan perkebunan warga malah dibabat habis oleh perusahaan HTI tersebut.
Ia menjelaskan, luas areal konsesi PT SRL mencapai 18.890 hektare. Tersebar di tujuh desa, yang paling luas berada di Tanjung Kedabu. Hampir 60 persen wilayah desa tersebut dikuasai pihak perusahaan.
Video Viral Ngadu ke Jokowi
Sebelumnya, sebuah video viral beredar di media sosial Facebook berisi pengakuan tanahnya digarap oleh perusahaan konsesi hutan tanaman industri (HTI) di Pulau Rangsang, Kepulauan Meranti.
Warga dalam video mengaku petani di Desa Tanjung Kedabu memprotes tindakan perusahaan PT Sumatera Riang Lestari (SRL) yang mengerahkan alat berat diduga merusak lahan warga. Diketahui, SRL merupakan salah satu perusahaan pemasok bahan baku kayu ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Dalam video itu, tampak 3 unit alat berat jenis eskavator tenggelam di lahan gambut karena tidak kuat menahan beban. Alat berat tersebut sedang bekerja melakukan pembersihan lahan.
"Kami ini seperti dijajah, kebun kami habis digarap PT SRL sampai ke pemukiman masyarakat. Sekarang kita mau memperingati 17 Agustus, sementara kami belum merdeka, dijajah oleh bangsa sendiri. Kami mohon kepada pemerintah yang terkait, mohon bantulah kami masyarakat Tanjung Kedabu. Sudah menderita betul kami Pak," kata seorang pria di dalam video itu.
Diduga PT SRL sedang melakukan land clearing terhadap lahan berupa kebun tersebut. Namun masyarakat seperti tidak bisa berbuat apa-apa. Karena ketika alat berat beroperasi, ada sejumlah orang pihak keamanan bersenjata lengkap.
Selanjutnya pria tersebut dalam video mengatakan masyarakat desa menginginkan pemerintah daerah hadir untuk menanggapi keluhan mereka. Dia menyebut pihak perusahaan merampas kebun masyarakat tanpa ada perundingan yang dilakukan sebelumnya.
"Semua tanaman dan kebun kami habis digarap tanpa ada negosisasi. Tanpa ada perundingan. Nampaknya perusahaan ini seperti komunis, seperti Jepang dan Belanda zaman dahulu. Kami berharap pemerintah tolong ini ditanggapi cepat jangan sampai kami masyarakat Tanjung Kedabu mengambil tindakan sendiri, kami mohon cukup dahsyat betul kami, kebun karet pohon rumbia dirampas percuma tanpa ada negoisasi tanpa ada perundingan dan langsung digarap PT SRL," ujarnya.
Pria itu menyebut pembersihan lahan yang dilakukan perusahaan sudah merambah sampai ke pemukiman masyarakat.
"Kalau yang dulu itu sudah lah, sekarang merambah ke pemukiman, sekitar 200 meter dari pemukiman. Mebun karet untuk mengisi perut kami untuk anak sekolah, untuk masa depan kami, masa tua. Tolong bapak yang mendengar ini, pemerintah desa kabupaten dan provinsi jika perlu Jokowi tolong respon. Bagaimana nasib kami nasib rakyat Kabupaten Kepulauan Meranti, saya mewakili masyarakat Tanjung Kedabu tidak tahan lagi kami," ucapnya.
"Sudah cukup menderita kami, kalau tidak ada respon jangan sampai kami bertindak sendiri. Kami tahu negara kita negara hukum, tapi dimana hukum untuk masyarakat yang miskin dan lemah ini. Jangan sampai hukum itu tajam kebawah tumpul ke atas, kami tidak mau, tolong selesa kan cepat permasalahan kami di sini, karena betul biadab menggarap kebun kami," tuturnya lagi.
Sementara itu Humas PT SRL, Ragil F Samosir saat dikonfirmasi mengklaim izin PT Sumatera Riang Lestari Blok V tepatnya di Pulau Rangsang berdasarkan SK. 208/Menhut-II/2007 tanggal 25 Mei 2007 dengan luas konsesi 18.890 Hektare.
Ragil menyebut aksi demonstrasi yang akan dilakukan masyarakat adalah sesuatu yang diperbolehkan. Sementara keberadaan petugas keamanan di lapangan adalah untuk menjaga aset negara.
"Demo adalah bentuk aspirasi yang perbolehkan di negara kita sepanjang mengurus izin dan mengikuti aturan. Kami tidak melarang atau menyuruh untuk itu. Keberadaan Brimob itu untuk menjaga keamanan, konsesi SRL statusnya hutan, dan hutan adalah aset negara. Jadi wajar jika perusahaan mengurus izin aparat Polri untuk menjaga keamanan dan ketertiban di sana," ungkapnya.
Ia mengaku kalau PT SRL telah menggelontorkan anggaran mencapai satu miliar untuk program CSR masyarakat setempat.
"Kemitraan dengan masyarakat di Rangsang telah dimulai sejak operasional perusahaan dimulai. Sejak tahun 2012 dana CSR PT SRL Blok V berupa dana pengembangan desa dengan total satu miliar per tahunnya terutama yang bekerjasama dengan desa-desa ring satu perusahaan," pungkasnya. (R-01)