Bawa Pocong ke Kejati Riau, Massa KNPI Unjuk Rasa Dugaan Kejanggalan Proyek dan Desak Copot 2 Petinggi PT Pertamina Hulu Rokan
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Sejumlah massa yang mengenakan seragam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) menggelar unjuk rasa damai di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Jumat (11/8/2023) siang. Massa mengungkap sejumlah dugaan persoalan yang terjadi di tubuh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Dalam aksinya, massa KNPI Riau memajang sebuah pocong yang diletakkan di samping badan Jalam Sudirman, Pekanbaru. Sambil berorasi, para pengunjuk rasa menyinggung soal dugaan kejanggalan proyek power pole (tiang listrik) yang dimenangkan perusahaan tertentu. Menurut pengunjuk rasa, tender proyek senilai Rp340 miliar tersebut diduga bermasalah dan tidak memenuhi persyaratan.
Dua elit pejabat PT PHR yakni Vice President Procurement & Contracting, Edi Susanto dan Executive Vice President Business Support dituding pendemo bertanggung jawab dalam dugaan sengkarut proyek tersebut. Mereka mendesak agar Dirut PHR Chalid Said Salim (CSS) mencopot jabatan kedua orang tersebut.
Massa juga mendesak agar PHR secara transparan membuka hasil produksi minyak yang diperoleh dari Blok Rokan, sejak dikelola pada 9 Agustus 2021 silam.
Selain itu, massa KNPI mendesak Dirut PHR membatalkan sewa kantor pusat PHR di Jakarta yang dinilai sebagai tindakan pemborosan keuangan perusahaan. Soal sewa kantor ini, awalnya diungkap oleh Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Ia menyebut sewa kantor anak-anak perusahaan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) termasuk PHR mencapai lebih dari Rp 300 miliar, belum termasuk biaya operasional.
Selain itu, isu tenaga kerja lokal juga disorot oleh massa pendemo. Mereka meminta agar perusahaan plat merah tersebut mempekerjakan sedikitnya 30 persen tenaga kerja lokal Riau yang dibuktikan dengan keterangan domisili minimal 5 tahun.
Berikut delapan tuntutan massa KNPI Riau:
1. Meminta kepada Direktur Utama PT PHR Chalid Said Salim untuk mempekerjakan tenaga kerja lokal sebanyak 30% dari kebutuhan tenaga kerja di PT PHR dengan membuktikan telah berdomisili selama 5 Tahun di Provinsi Riau.
2. Mendesak Direktur Utama PT PHR, Chalid Said Salim mencopot Edi Susanto (Vice President Procurement & Contracting) dan Irfan Zaenuri (Executive Vice President Business Support) yang diduga meloloskan perusahaan tertentu dalam tender pengadaan tiang listrik (power pole) senilai Rp 340 miliar, yang bermasalah dan tidak memenuhi persyaratan.
3. Mendesak Kapolda Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau proaktif dalam penegakan hukum di Riau dan mengusut tuntas dugaan tindak pidana dalam proses pengadaan tiang listrik (power pole) di PT PHR senilai Rp 340 miliar.
4. Mendesak Direktur Utama PT PHR Chalid Said Salim berkantor di wilayah Riau dan membatalkan penyewaan kantor seharga Rp 382 miliar di Jakarta.
5. Mendesak PT PHR melakukan transparansi data produksi setiap bulan dan perolehan keuntungan minyaknya.
6. Mendesak PT PHR melakukan transparansi dana untuk pembangunan daerah Riau. Seperti perbaikan kerusakan jalan, kepedulian terhadap pendidikan dengan memberikan beasiswa kurang mampu dan membiayai pendidikan sampai program doktor, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pemberdayaan pemuda dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.
7. Meminta Direktur Utama PT PHR, Chalid Salim Said, membangun Menara Pemuda Riau dengan nilai minimal sebesar Rp 50 miliar rupiah dari dana CSR.
8. Mendesak Menteri BUMN, Erick Thohir mendudukkan putra daerah Riau sebagai komisaris di perusahaan-perusahaan BUMN yang beroperasi di Provinsi Riau.
Pada 9 Agustus 2023 lalu, PHR genap dua tahun mengelola Blok Rokan, yang sejak 9 Agustus 2021 silam diambil alih dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Sejumlah isu mengemuka sejak PHR menggarap blok migas terbesar di Tanah Air ini. Mulai dari tingginya kasus kecelakaan kerja yang sedikitnya menewaskan 10 orang pekerja migas. (*)