Inilah Daftar Pengusaha Indonesia yang Punya Bank Digital Sendiri
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Bank digital di Indonesia semakin menjamur. Pertumbuhannya pun juga pesat. Mayoritas emiten bank digital pun telah merilis laporan keuangan per semester I-2023. Beberapa nama mencatatkan peningkatan laba bersih.
Seperti bank digital PT Allo Bank Indonesia Tbk, (BBHI) menjadi emiten bank digital dengan raihan laba bersih tertinggi selama 6 bulan pertama di 2023, yakni mencapai Rp 216,26 miliar. Jumlah tersebut tumbuh 43,57% secara tahunan (yoy) dibandingkan laba bersih Rp 150,62 miliar pada semester I 2022.
Di bawah Allo Bank, ada PT Bank Jago Tbk. (ARTO) yang menorehkan laba bersih Rp 40,52 miliar selama semester I-2023. Jumlah ini tumbuh 40,11% yoy dari laba bersih Rp 28,92 miliar pada semester I tahun lalu.
Di balik sejumlah bank digital tersebut, ada nama-nama konglomerat terkaya RI. Lantas siapa saja konglomerat pemilik bank digital di Indonesia?
1. Duo Hartono
Seperti diketahui bank digital blu merupakan salah satu anak usaha dari PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) atau BCA. BCA sendiri dimiliki oleh Bos Grup Djarum yakni Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono. Mereka berdua adalah orang terkaya nomor 1 di Indonesia menurut Forbes.
Adapun Grup Djarum sudah menguasai BBCA sesaat pasca krisis ekonomi Asia 1997-1998, dengan mengambil alih perusahaan dari genggaman konglomerat kaya-raya lainnya yakni Grup Salim.
Dikutip dari situs resmi BCA, pada 2002, Grup Djarum masuk melalui Farindo Investments Ltd, mengambil alih 51% total saham BCA melalui proses tender strategic private placement.
Informasi saja, Farindo Investments adalah perusahaan cangkang atau special purpose vehicle (SPV) yang terdaftar di Mauritius, sebuah wilayah tax haven.
Namun, pada akhir 2016, Djarum melakukan perubahan kepemilikan saham dari Farindo Investments ke perusahaan domestik PT Dwimuria Investama Andalan melalui transaksi tutup sendiri alias crossing saham sebesar 11,62 miliar saham atau 47,15%.
2. Jerry Ng
Konglomerat Jerry Ng dan koleganya resmi mengakuisisi Bank Jago (sebelumnya bernama Bank Artos Indonesia) dari keluarga Arto Hardy sehari setelah natal tahun 2019.
Keluarga Arto melego saham yang semula hanya bank mini di harga Rp 395 per saham atas 615,18 juta saham atau mewakili 51% kepemilikan, MEI sebesar 37,65% dan WTT 13,35%. Artinya secara total hanya merogoh kocek Rp 242,99 miliar.
Selain Jerry, koleganya, Patrick Walujo juga masuk ke ARTO melalui kendaraan investasi lain yakni Wealth Track Technology Ltd (WTT) yang berbasis di Hong Kong.
Bank Jago ini telah menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk salah satu penguasa ekosistem digital terbesar RI, Gojek.
Raksasa ride hailing RI ini masuk ke ARTO melalui PT Dompet Karya Anak Bangsa (GoPay). Selain itu investor strategis yang ikut diajak masuk adalah kendaraan investasi dana kekayaan abadi Singapura, GIC Private Limited.
3. Chairul Tanjung
Pengusaha nasional Chairul Tanjung (CT) adalah sosok di balik bisnis bank digital Allo Bank. CT, selaku founder and chairman CT Corpora merupakan ultimate shareholder dari Allo Bank.
Menurutnya, sebagai bank digital, Allo Bank mengusung filosofi untuk semua, semua untuk satu atau all for one, one for all. Hal ini tercermin dari banyak perusahaan besar yang bergabung dalam ekosistem Allo Bank sehingga membuat interkoneksi bisnis antar sesama perusahaan.
Saat ini, banyak perusahaan besar yang bergabung dalam ekosistem Allo Bank sehingga membuat interkoneksi bisnis antar sesama perusahaan. Di antaranya CT Corp sendiri, Mega Corpora, Grup Salim, Bukalapak, Grab, Traveloka, hingga Carro.
Seperti diketahui, pendirian Allo Bank berawal saat PT Mega Corpora mengakuisisi PT Bank Harda Internasional Tbk. (BBHI). Dalam akuisisi ini, pemegang saham BBHI yakni PT Hakimputra Perkasa menjual 3,08 miliar saham atau 73,71% saham ke PT Mega Corpora, perusahaan milik Chairul.
4. Anthoni Salim
Bank milik Salim Group, PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) akan membuat tabungan digital untuk para UMKM dalam mendukung pengembangan bisnisnya. Executive Director Salim Group Axton Salim mengatakan, peran digitalisasi sangat berpengaruh dalam percepatan bisnis UMKM.
Di balik BINA sendiri, ada keluarga Salim. Seperti diketahui, sejak tahun 2020 Anthoni Salim menjadi ultimate shareholder baru Bank Ina Perdana bersama Pieter Tanuri. Salim Group sendiri masuk pertama kali lewat kongsi bersama Pieter dalam PT Philadel yang mempunyai 20% saham di Bank Ina sejak 26 September 2014.
Namun, kepemilikan secara langsung oleh Salim baru terjadi di Januari 2017, ketika mereka masuk menjadi pemegang saham 29,02% saham Bank Ina lewat NS Financials Fund sebesar 10,58% saham dan melalui NS Asean Financial Fund sebesar 18,44%. Kedua entitas itu sebenarnya adalah instrumen investasi yang dimiliki oleh Nikko Securities Indonesia, perusahaan efek yang saat itu kepemilikannya 50% dikuasai Salim.
Kepemilikan Salim meningkat dalam rights issue yang diadakan pada awal 2017, lewat masuknya pemegang saham baru dari PT Samudra Biru, PT Gaya Hidup Masa Kini dan perusahaan asuransi jiwa milik Salim Group, PT Indolife Pensiontama. Indolife menjadi pemegang saham terbesar, sebanyak 22,47% pasca rights issue itu.
Pada tanggal 18 Maret 2020, OJK mengesahkan permohonan pengunduran diri Pieter Tanuri sebagai ultimate shareholder dari Bank Ina. Hal itu membuat ultimate shareholder perusahaan adalah Anthoni sampai saat ini. Belakangan, di bawah pengendalian baru, Bank Ina telah menjadi bank devisa terhitung sejak Juli 2020.
5. Eddy Kusnadi Sariaatmadja
Nama Eddy Kusnadi Sariaatmadja merupakan pentolan Grup EMTEK. Grup ini memiliki bank digital yakni PT Super Bank Indonesia (Superbank).
Sebelumnya bernama PT Bank Fama International (Bank Fama), pada 20 Februari 2023 lalu secara resmi berubah menjadi PT Super Bank Indonesia. Dalam keterangan resminya, bankir senior Tigor Siahaan ditunjuk menjadi Direktur Utama Superbank.
Superbank mengandalkan kapabilitas teknologi terdepan di industri yang didukung ekosistem terkuat di Asia tenggara yaitu Grup EMTEK, Grab dan Singtel.
Tigor mengungkapkan Superbank akan menjadi bank dengan layanan berbasis digital, yang didukung penuh oleh mitra ekosistem sejak awal. Dia berharap, Superbank bisa menjadi bank yang selalu bisa diandalkan oleh nasabah untuk memberi panduan dan dukungan keuangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.(*)