Kejaksaan Periksa Mantan Bupati Kuansing Sukarmis, Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Hotel Kuansing
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuantan Singingi memeriksa mantan bupati Sukarmis, Selasa (07/08/2023). Eks bupati dua periode Negeri Pacu Jalur ini diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Hotel Kuansing.
Kepala Kejari Kuansing, Nurhadi Puspandoyo, membenarkan pemanggilan Sukarmis. Ia menyebut pemeriksaan Sukarmis sebagai saksi dalam perkara pembangunan Hotel Kuansing yang sedang ditangani kejaksaan.
"Saat ini pemeriksaan masih berlangsung," kata Nurhadi kepada SabangMerauke News, Selasa siang.
Sukarmis hadir memenuhi panggilan jaksa penyidik pidana khusus pagi tadi. Pemeriksaan mulai dilakukan pada pukul 09.00 WIB.
Nurhadi menjelaskan, kasus dugaan korupsi pembangunan Hotel Kuansing sudah masuk ke dalam tahap penyidikan. Sejumlah saksi lain juga telah dipanggil dan dimintai keterangan.
Ia menjelaskan, tim auditor dari BPKP juga telah turun dan melakukan penghitungan kerugian negara dalam proyek hotel tersebut.
"BPKP sudah turun dan melakukan perhitungan kerugian negara yang ditimbulkan dari proyek Hotel Kuansing," jelasnya.
Sukarmis merupakan Bupati Kuansing dua periode yakni pada 2006-2011 dan 2011-2016. Saat ini, ia menjabat sebagai anggota DPRD Riau dari Partai Golkar dapil Kuansing-Indragiri Hulu.
Sebelumnya, Kejari Kuansing telah mengusut kasus korupsi pembangunan Hotel Kuansing sejak tahun 2020 lalu. Pengusutan dilakukan saat Kajari Kuansing saat itu dijabat oleh Hadiman yang kini bertugas sebagai Aspidsus Kejati Sumatera Barat.
Diketahui, pembangunan Hotel Kuansing dilakukan berdasarkan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) Pemkab Kuansing di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang nomor DPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 1.03.1.03.07.29.02.5.2.
Perkara itu bermula pada tahun 2014 lalu, yakni adanya pembangunan fisik Hotel Kuansing oleh Dinas CKTR Kabupaten Kuansing. Kemudian di tahun 2015, dilakukan pembangunan ruang pertemuan hotel yang dikerjakan PT Betania Prima dengan pagu anggaran sebesar Rp 13,1 miliar. Adapun hasil perhitungan kerugian negara mencapai Rp 5 miliar lebih.
Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp 629 juta lebih. Selain itu, pada kegiatan ini terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK, sehingga berdampak pada keterlambatan progress pekerjaan.
PT Betania Prima selaku rekanan juga tidak pernah berada di lokasi selama proses pengerjaan proyek tersebut. Mereka hanya datang saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap terminnya dalam hal ini dihadiri Direktur PT Betania Prima.
Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan tidak mampu diselesaikan rekanan. Rekanan hanya mampu menyelesaikan bobot pekerjaan sebesar 44,5 persen dan total yang telah dibayarkan Rp5, 263 miliar.
Atas hal itu, PT Betania Prima dikenakan denda atas keterlambatan pekerjaan sebesar Rp 352 juta. Namun, PPTK tidak pernah menagih denda tersebut.
Tidak hanya itu, PPTK juga tidak melakukan klaim terhadap uang jaminan pelaksanaan kegiatan yang dititipkan PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp 629 juta. Semestinya, uang tersebut disetorkan ke kas daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing.
Sejak awal kegiatan, Kepala Dinas CKTR Kuansing selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Sehingga, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan dan saat ini hasil pekerjaan tersebut tidak jelas keberadaannya. Hingga kini, Hotel Kuansing itu belum bisa dimanfaatkan.
Sudah Ada yang Divonis Bersalah
Dalam perkara korupsi Hotel Kuansing, Pengadilan Tinggi Pekanbaru memperberat masa hukuman terhadap mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kabupaten Kuansing Fahruddin ST. Hakim banding menetapkan hukuman Fahruddin menjadi 8 tahun dan pidana denda Rp 100 juta.
Putusan tersebut ditetapkan majelis hakim PT Pekanbaru Senin (22/11/2021) silam. Hukuman terhadap Fahruddin tersebut diperberat dari sebelumnya yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru selama 7 tahun penjara.
Selain memperberat hukuman untuk Fahruddin, majelis hakim PT Pekanbaru juga menambah masa hukuman untuk Alfion Hendra selaku PPTK proyek ruang pertemuan Hotel Kuansing tersebut. Hukuman Alfion juga ditambah menjadi 4 tahun dari sebelumnya divonis Pengadilan Tipikor Pekanbaru hukuman 3 tahun dan pidana denda Rp 100 juta.
Sebelumnya pada Jumat 27 Agustus 2021 lalu, majelis hakim Tipikor PN Pekanbaru menjatuhkan vonis kepada Fahruddin alias Paka hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Sedangkan Alfion Hendra divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Atas putusan hakim tersebut, pihak jaksa penuntut dari Kejari Kuansing melakukan upaya hukum banding.
Vonis hakim tersebut dinilai lebih ringan dari tuntutan yang ditetapkan jaksa penuntut dalam sidang sebelumnya. Penuntut dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing menuntut hukuman 8 tahun penjara terhadap mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Fakhruddin ST. Sementara tuntutan terhadap Alfion Hendra selaku PPTK selama 6 tahun dan 6 bulan penjara. (KB-03/Roder)