Tuntutan 11 Tahun 6 Bulan untuk Eks Kakanwil BPN Riau Syahrir, Bayar Uang Pengganti Rp 21 Miliar
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut eks Kepala Kantor Wilayah BPN/ ATR Provinsi Riau Syahrir hukuman 11 tahun dan 6 bulan penjara. Jaksa KPK menilai Syahrir terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang sewaktu menjabat sebagai Kakanwil BPN Riau dan Maluku Utara.
Dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru, Senin (7/8/2023), jaksa KPK Rio Fandi juga menuntut Syahrir membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, Syahrir juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar SGD 112.000 dan Rp 21.130.375.401atau subsider selama 3 tahun kurungan.
Sidang pembacaan tuntutan ini dipimpin majelis hakim diketuaiSalomo Ginting dan dua hakim anggota yakni Adrian HB Hutagalung dan Yelmi.
Jaksa penuntut KPK menilai Syahrir terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a dan huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Mendengar tuntutan tersebut, terdakwa Syahrir melalui penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan (pledoi) pada sidang pekan depan.
Sebelumnya, jaksa penuntut KPK dalam dakwaannya menyebut Syahrir menerima uang sebesar SGD112.000 dari Rp3,5 miliar yang dijanjikan beras dari Sudarso selaku General Manager (GM) PT Adimulia Agrolestari Sudarso dan Frank Wijaya selaku pemegang saham PT Adimulia Agrolestari. Uang itu diberikan untuk mempermudah pengurusan perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari.
Perkara ini juga menjerat mantan Bupati Kuansing Andi Putra yang terbukti menerima suap dari PT Adimulia Agrolestari. Andi, Sudarso dan Frank Wijaya sudah menjalani masa hukuman.
Syahrir juga diduga menerima gratifikasi dari perusahaan-perusahaan maupun pejabat yang menjadi bawahannya ketika menjabat Kepala Kanwil BPN Riau dan Kepala Kanwil BPN Maluku Utara. Tidak hanya itu, KPK menjerat Syahrir dengan TPPU karena uang itu dialihkannya dengan membeli sejumlah aset.
Rincian dugaan gratifikasi yang diterima Syahrir, sebesar Rp5.785.680.400, saat menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Rp15.188.745.000 saat menjabat sebagai Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau.
Di Provinsi Riau, M Syahrir menerima uang untuk pengurusan hal atas tamah di Kanwil BPN Riau dari perusahaan seperti PT Permata Hijau, PT Adimulia Agrolestari, PT Ekadura Indonesia, PT Safari Riau, PTPN V, PT Surya Palma Sejahtera, PT Sekar Bumi Alam Lestari, PT Sumber Jaya Indahnusa Coy, PT Meridan Sejati Surya Plantation.
M Syahrir juga menerima uang dari ASN di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Riau, untuk pengurusan izin HGU perusahaan, pengurusan tanah dan pihak lainnya yang memiliki hubungan kerja dengan Kanwil BPN Provinsi Riau. Di antaranya, dari Risna Virgianto yang menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2019 sampai tahun 2021 sebesar Rp15 juta.
Kemudian dari Satimin terkait pengurusan tanah terlantar/ permohonan HGU PT Peputra Supra Jaya pada tahun 2020 sebesar Rp20 juta. Jusman Bahudin terkait pengurusan pendaftaran HGU PT Sekarbumi Alam Lestari sebesar Rp80 juta.
Lalu dari Ahmad Fahmy Halim terkait pengurusan perpanjangan HGU PT Eka Dura Indonesia sebesar Rp1 miliar. Siska Indriyani selaku Notaris/PPAT di Kabupaten Kampar sebesar Rp30 juta.
Kemudian dari Indra Gunawan terkait pengurusan HGU PT Safari Riau/PT ADEI Plantation & Industry sebesar Rp10 juta. Suhartono terkait pengurusan perpanjangan HGU First Resource Group (antara lain PT Riau Agung Karya Abadi, PT Perdana Inti Sawit Perkasa, PT Surya Intisari Raya, PT Meridan Sejati Surya Plantation) sebesar Rp15 juta dan menerima uang terkait jabatannya Rp15.188.745.000. (*)