Heboh Brimob Disebut Masuk Masjid Pakai Sepatu, Begini Respon Kapolda Sumbar
SABANGMERAUKE NEWS, Sumatera Barat - Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono, menjawab soal video viral polisi yang menginjak sajadah saat melakukan pengusiran paksa warga Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat. Suharyono mengatakan anggotanya bukan masuk ke tempat salat di masjid itu.
"Itu mendiskreditkan aparat, masuk ke rumah ibadah menggunakan sepatu. Yang sebenarnya, saya klarifikasi, yang masuk pertama adalah polwan (polisi wanita), mengajak mereka keluar, masuk ke bis. Kemudian ada polisi laki-laki. Itu di lantai 1, karena Masjid Raya itu dari lantai ubin bersih, di sana tempat pertemuan itu, seolah-olah memang tikar," kata Suharyono, Sabtu (5/8/2023).
"Kalau yang tidak tahu kondisi di sana, mereka itu tidur di tempat salat, di lantai bawah. Di atas ada lantai karpet rapih untuk salat, kami masuk yah bersama mereka yang pakai sepatu, sendal, anggota yang mengamankan yah pakai sepatu, karena lantai 1 itu keramik yang bersih," sambungnya.
Suharyono mengaku dirinya seorang muslim dan sebagian besar jajarannya adalah umat Islam, sehingga tidak akan mungkin melecehkan rumah ibadah, terutama masjid.
"Masyarakat tidur di lantai bawah beralaskan tikar, koran, plastik dan tikar. Mereka kami ajak karena kasihan anak-anak yang sakit, karena itu rasanya sudah tidak manusiawi, sehingga kami bawa ke dalam bus, saat ini masjid sudah bersih," katanya.
Suharyono mengklaim anggotanya membantu para pendemo di Masjid Raya Sumbar untuk kembali ke kampung halamannya secara humanis dan tanpa interfensi.
"Terkait video viral anggota kami masuk ke dalam masjid menggunakan sepatu, itu tidak benar. Itu di lantai dasar tempat pendemo tidur, bukan untuk tempat salat, melainkan ruang yang disewakan untuk berbagai kegiatan, itu lantai dasar, kalau dilihat ada tikar, itu yah tempat tidur mereka. Kalau hari ini kami tidak mengambil keputusan ini, pasti Senin, Selasa, Rabu mereka tidak akan kembali dan masih di sini," katanya.
Sebelumnya diberitakan, video yang menunjukkan anggota polisi dari Satuan Brimob masuk ke dalam masjid menggunakan sepatu viral. LBH Padang menyebut peristiwa itu berlangsung tadi.
"5 Agustus 2023 siang, utusan warga dan mahasiswa sedang melakukan dialog dengan Pemprov Sumbar di Gubernuran Sumatera Barat. Lalu masyarakat bersholawat di mesjid raya, sambil menunggu utusan yang berdialog dengan Pemrov Sumbar," tutur Direktur LBH Padang, Indira.
Saat masyarakat berselawat itu, lanjut Indira, petugas dari kepolisian datang untuk meminta warga naik ke bus untuk kembali ke Pasaman Barat. Warga yang berada di lokasi masjid disebut Indira menolak permintaan dari petugas kepolisian.
"Tim Polda Sumbar mendatangi warga yang bersholawat dan meminta untuk naik ke bus yang disediakan. Warga tidak mau naik bus hingga terjadi tindakan represif dan penangkapan 14 orang oleh Polda Sumbar. Polda menangkap 7 pendamping (LBH Padang dan PBHI Sumbar) , 4 masyarakat dan 3 mahasiswa," sebutnya.
Menurut Indira, yang diamankan tersebut terdiri dari masyarakat, mahasiswa dan para pendamping.
"Masyarakat Air Bangis yang melakukan aksi damai (peacefull protest) sejak 5 hari belakang di Kantor Gubernur Sumbar mengalami represif dan penangkapan sewenang-wenang dari anggota kepolisian dari Polda Sumbar," katanya.
Menurutnya, sebelum tindakan dilakukan oleh aparat kepolisian, sudah ada kesepakatan bahwa masyarakat akan menentukan sikap setelah adanya hasil audiensi dari Gubernur Sumbar, karena perwakilan warga dan mahasiswa sedang melakukan dialog dengan Pemprov Sumbar.
"Sembari menunggu dialog yang berjalan, masyarakat Air Bangis menunggu sembari bersholawat di Masjid Raya Sumbar bersama dengan pendamping hukum dari LBH Padang dan PBHI Sumatera Barat. Belum selesai dialog antara perwakilan masyarakat, mahasiswa dan Pemprov Sumbar, anggota Kepolisian Polda Sumbar melakukan tindakan represif untuk membubarkan secara paksa masyarakat dan pendamping yang berada didalam Masjid Raya," jelas Indira.
LBH memandang, tindakan kepolisian tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena upaya paksa tersebut jelas melanggar jaminan perlindungan dan penghormatan Kemerdekaan menyampaikan Pendapat dimuka umum sebagaimana UUD 1945, DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik. (*)