Pertamina EP Digugat Mantan Karyawan Rp 17 Miliar, Ini Perkaranya
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Puluhan mantan karyawan di salah satu lapangan minyak di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan, menggugat PT Pertamina EP dan PT Indelberg Makmur Petroleum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka menggugat hak berupa gaji mereka yang belum dibayarkan pada tahun 2018 dan 2019 dengan total nilai Rp 17,25 miliar.
Sidang gugatan perselisihan hubungan industrial (PHI) di PN Jakpus pada hari ini mengagendakan penyampaian alat bukti dari pihak penggugat dan tergugat. Sidang yang semula dijadwalkan dimulai pada pukul 10.30 WIB itu ternyata molor hingga hampir 6 jam dan akhirnya digelar pada pukul 15.59. Sidang tersebut berlangsung sekitar 15 menit.
Lalu, bagaimana kronologi akhirnya para mantan karyawan itu menggugat PT Pertamina EP dan PT Indelberg Makmur Petroleum tersebut?
Syarief Adib, salah seorang penggugat, menceritakan bahwa para mantan karyawan yang menggugat PT Pertamina EP tersebut sebelumnya bekerja di PT Benakat Barat Petroleum (BPP). Seiring berjalannya waktu, BPP berganti nama menjadi PT Indelberg Makmur Petroleum.
BPP pernah menyepakati Perjanjian Kerjasama Operasi (KSO) dengan PT Pertamina EP pada tahun 2009. Namun pada 2019, PT Pertamina EP memutus KSO tersebut.
Syarief menjelaskan ada puluhan karyawan yang belum menerima gaji selama enam bulan saat BPP melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) pada bulan Mei 2019 usai pemutusan KSO tersebut.
“Ada 37 karyawan yang diputus kontrak oleh pihak PT Benakat,” ujar Syarief saat ditemui Tempo di PN Jakpus, Rabu (26/7/2023).
Adapun total nilai gaji karyawan yang belum dibayarkan perusahaan mitra PT Pertamina EP itu mencapai Rp 2,05 miliar.
PT Pertamina EP dan BPP, kata Syarief, juga belum membayarkan hak-hak pekerja lainnya seperti pesangon, uang penghangusan masa kerja, dan uang cuti yang tidak diambil. Bila dijumlahkan, total uang yang belum dibayarkan perusahaan ke karyawan mencapai Rp 17,25 miliar.
Syarief menceritakan, selama ini BPP beralasan tidak memiliki dana untuk membayar hak-hak pekerjanya karena Pertamina tidak mencairkan cost recovery produksi minyak.
“Enam bulan terakhir sebelum PHK, cost recovery tidak dicairkan Pertamina. Tidak tahu kenapa,” ujarnya.
Status PT Benakat Barat Petroleum sendiri telah dinyatakan pailit pada bulan Oktober 2019 melalui Putusan PN Jakarta Pusat No. 151/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst. Saat pailit itu pula, PT Benakat Barat Petroleum mengganti nama perusahaan menjadi PT Indelberg Makmur Petroleum.
Namun kurator pailit PT Benakat tidak berhasil menarik biaya gaji karyawan ke PT Pertamina EP.
“Alasannya, utang perusahaan lebih besar dari invoice produksi yang diberikan. Padahal seharusnya utang-utang itu masuk ke bundle pailit,” ucap Syarief.
Ia menilai seharusnya PT Pertamina EP juga tidak berhak menahan biaya gaji karyawan. “Hasil kerja kita selama memproduksi minyak ditahan Pertamina."
Sebelum menggugat ke PN Jakpus, para mantan karyawan PT Benakat juga sudah menempuh berbagai cara.
Pada tahun 2019, misalnya, mereka mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir untuk melaporkan permasalahan tersebut. Selain itu, mereka juga sudah menyambangi KPK, OJK, dan Komnas HAM untuk mengadu.
Terakhir, para mantan pekerja meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk mengadakan mediasi dengan Pertamina dan PT Benakat. Dari mediasi tersebut, Kemenaker mengeluarkan anjuran bagi Pertamina dan PT Benakat untuk membayar hak-hak para karyawan yang belum diberikan.
“Agar PT Pertamina EP dan PT Benakat Barat Petroleum bersama-sama melaksanakan pembayaran kompensasi atas Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja,” seperti dikutip dari anjuran Kemenaker tersebut.
Ketika ditemui Tempo usai sidang sore hari ini, perwakilan PT Pertamina EP dan PT Indelberg Makmur Petroleum menolak memberikan keterangan lebih lanjut.
Gugatan terhadap PT Pertamina EP dan PT Indelberg Makmur Petroleum itu bernomor 70/Pdt.Sus-PHI/2023/PN Jkt.Pst dan diajukan pada 14 Maret 2023. Dalam gugatan itu disebutkan soal materi Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak. Adapun agenda sidang berikutnya adalah pembacaan kesimpulan dan putusan. (*)