Wow! Gaji Buruh Migran Semi Legal Asal Kepulauan Meranti di Malaysia Setara 25 Persen APBD, Tapi Hal Ini yang Dikhawatirkan
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Ketua Persatuan Masyarakat Kabupaten (Permaskab) Kepulauan Meranti, Nazaruddin mengungkap ada sekitar 6.300 jiwa warga Meranti yang bekerja sebagai sebagai buruh migran di Malaysia. Namun, keberangkatan buruh ke negeri jiran tersebut berlangsung secara semi legal.
Istilah buruh migran semi legal merujuk pada keberangkatan para pekerja sebagai pelancong. Warga pergi ke Malaysia secara swadaya bertemu dengan keluarga mereka yang lebih dulu berada di Malaysia dengan tujuan mencari pekerjaan.
Pilihan menjadi buruh migran semi ilegal dengan beragam konsekuensi, menurut Nazaruddin, akibat paksaan kondisi ekonomi daerah. Geliat ekonomi Kepulauan Meranti cenderung tak bisa menyediakan lapangan kerja untuk menyerap angkatan kerja yang melimpah.
"Diperkirakan sekitar 6.300 orang bekerja di sana (Malaysia). Ini konsekuensi lapangan kerja yang tidak tersedia di Kepulauan Meranti," kata Nazaruddin yang populer disapa Ivan Nasir, Senin (24/7/2023).
Menurutnya, ekonomi Kepulauan Meranti yang sedang tidak baik-baik saja tak mampu memberikan stimulus perbaikan ekonomi masyarakat. Di sisi lain, investasi di kabupaten ini belum bergairah sehingga lapangan kerja terbatas.
"Maka opsi untuk bekerja di negeri jiran merupakan solusi yang paling rasional dan realistis guna menopang ekonomi keluarga dan masyarakat. Karena masalah perut kita tidak bisa berpangku tangan," kata Nazaruddin.
Nazaruddin menilai kontribusi para pekerja migran tersebut sangat besar terhadap denyut perekonomian Kepulauan Meranti. Meski para pekerja bersifat informal dan semi legal, penghasilan mereka diperkirakan setara dengan 25 persen dari total APBD Kepulauan Meranti tahun 2023 yang setelah dikoreksi sebesar Rp 1 triliun.
Ia mengestimasi gaji sebanyak 6.300 pekerja di Malaysia yang rata-rata dapat membawa pulang sebesar Rp 3 juta per bulan (25 hari kerja). Dengan upah tersebut, maka setiap bulannya uang masuk ke Meranti mencapai Rp 18,9 miliar.
"Perhitungan kotor dalam satu tahun diperkirakan gaji mereka sebesar Rp 226,8 miliar. Sebenarnya uang inilah yang membuat ekonomi di kampung-kampung di Meranti berdenyut," ungkapnya.
Kontribusi devisa tersebut, kata Nazaruddin, belum termasuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dipungut oleh PT Pelindo dari keberangkatan pekerja ke Malaysia. Misalnya, para pekerja dikenakan biaya boarding pass sebesar Rp 50 ribu per orang dengan kapasitas 115 orang per kapal.
"Berarti dalam sehari Pelindo mendapatkan Rp
5,755 juta. Jika dikalikan setahun maka jumlahnya mencapai Rp 2 miliar," katanya.
Penerimaan tersebut masih yang bersifat langsung. Belum dihitung penerimaan tidak langsung yang diperoleh pekerja ABK, revenue pemilik kapal, uang sandar, BBM dan biaya lainnya.
Isu Perlindungan Hukum
Meski demikian, Nazaruddin menyebut keberangkatan para pekerja migran semi legal tersebut perlu disikapi secara lebih bijak. Sejumlah isu dan agenda mesti direspon dengan pendekatan solusi.
Menurutnya, para pekerja tersebut memiliki risiko minimnya perlindungan hukum. Selain itu, juga dibutuhkan adanya program peningkatan skill dan keterampilan sehingga daya saing dan daya tawar pekerja di Malaysia lebih tinggi melalui kegiatan pelatihan.
Disamping itu, kata Nazaruddin, dibutuhkan skema bantuan dari pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi pengetahuan dan pengalaman di negeri jiran agar dikembangkan di Kepulauan Meranti.
"Permaskab telah melaporkan kondisi tersebut kepada Gubernur Riau Syamsuar untuk mendapatkan arahan," ungkap Nazaruddin.
Permaskab juga telah memfasilitasi pertemuan Perkumpulan Pemuda Meranti Luar Negeri (PPMLN) dengan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau. Berbagai isu tentang pekerja migran, terutama yang berasal dari Kepulauan Meranti, menjadi topik pembicaraan.
Di antaranya yang dibahas pada pertemuan itu yakni mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja migran, pelatihan yang relevan guna meningkatkan daya saing dan upah serta program pendukung lainnya.
"Yang terpenting bagaimana agar ada kemudahan dalam pengurusan dokumen keimigrasian, paspor dan permit kerja," jelasnya.
Menurutnya, Permaskab Kepulauan Meranti telah memfasilitasi audiensi PPMLN yang merupakan wadah resmi pekerja migran Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Kadisnaker Riau, Imron Rosyadi guna mendapatkan skema dan program yang menjadi alternatif untuk membantu para pekerja tersebut. PPMLN telah menyampaikan proposal usulan kegiatan untuk 6 kegiatan yang akan dilakukan.
"Ke depan, banyak yang bisa dilaksanakan PPMLN. Misalnya, program pelatihan yang melibatkan pekerja migran sesuai bidang keahliannya. Juga kegiatan padat karya bagi mereka yang sudah tidak bekerja lagi di Malaysia," harapnya.
Berebut Tiket ke Malaysia
Diwartakan sebelumnya, baru-baru ini ratusan warga Kepulauan Meranti menyemut di Pelabuhan Tanjung Harapan, Selatpanjang. Kerumunan massa akibat antrean panjang calon penumpang untuk mendapatkan tiket kapal tujuan Selatpanjang-Batu Pahat, Malaysia.
Hal ini terjadi karena warga Kepulauan Meranti tidak bisa lagi berangkat ke Malaysia melalui Tanjung Balai, Kepulauan Riau. Kebijakan tersebut diambil terkait dengan upaya pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang tengah gencar disorot.
Adapun ratusan calon penumpang tujuan ke Malaysia itu merupakan warga yang ingin mengadu nasib dan bekerja menggunakan paspor pelancong. Fenomena ini sudah terjadi sejak puluhan tahun silam di Kepulauan Meranti.
Pemda Minta Maaf
Pelaksana Tugas Bupati Kepulauan Meranti Asmar telah menyampaikan permohonan maaf atas keterbatasan Pemda menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.
"Pemda minta maaf tidak bisa memberikan pekerjaan kepada saudara semuanya. Tapi kami atas nama Pemda berusaha maksimal untuk mendatangkan investor agar anak daerah bisa bekerja di daerahnya sendiri," kata Asmar.
Tahun lalu, saat Muhammad Adil masih aktif menjabat sebagai Bupati Kepulauan Meranti, terjadi pemangkasan jumlah pegawai honorer di lingkungan pemda. Jumlahnya mencapai ribuan orang memicu terciptanya pengangguran baru di negeri penghasil sagu terbesar di Indonesia ini.
Untuk diketahui, jarak ibukota Kepulauan Meranti, Selatpanjang dengan Batu Pahat, Malaysia hanya 94,9 kilometer.
Sementara, jarak dengan Johor Baru, Malaysia berkisar 127,08 kilometer, hampir sama dengan jarak ke Singapura. (R-02)