OJK Belum Beri Izin Efektif IPO Pertamina Hulu Energi yang Dikritik Keras DPR, Ada Apa?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum memberikan izin efektif rencana Initial Public Offering (IPO) PT Pertamina Hulu Energi (PHE) yang diajukan sejak April lalu. Sementara Bursa Efek Indonesia (BEI) masih menunggu perkembangan dari Pertamina Hulu Energi (PHE) untuk IPO.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan PHE masih berada dalam pipeline Bursa Efek Indonesia dan masih menunggu perkembangan resmi dari PHE.
“Kami menunggu update dari PHE mengenai perubahan-perubahan tertentu, tapi kami belum menerima surat sampai saat ini,” katanya kepada wartawan, Senin (24/7/2023).
Sebelumnya, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama menyebut rencana IPO PHE sedang dalam proses pencarian mitra strategis. Prosesnya akan dibantu oleh Indonesia Investment Authority (INA) sebagai Lembaga Pengelola Investasi.
Menurut Ahok tujuan utama IPO PHE menurut bukanlah sekadar untuk menggalang dana, melainkan agar anak usaha Pertamina itu dapat lebih transparan ketika sudah bertransformasi menjadi perusahaan publik.
"Jadi prinsipnya kita itu bukan soal cari uang sebenarnya BUMN itu IPO, kita ingin dapat mitra strategis, kita ingin bikin lebih transparan. Kita ingin partner itu yang bawa nilai tambah, bawa teknologi, dan bawa uang. Kan itu tujuannya," kata Ahok.
Dikritik Anggota DPR
Sebelumnya, langkah PT Pertamina Hulu Energi (PHE) yang akan masuk bursa saham dan melakukan penawaran umum perdana dicurigai. Kebijakan korporasi yang menempuh Initial Public Offering (IPO) dipertanyakan logikanya.
Hal ini diungkap anggota Komisi VII DPR RI, Ramson Siagian dalam rapat kerja bersama jajaran PHE dan anak perusahaanya dua pekan lalu. PHE adalah sub holding Pertamina (Persero) yang kegiatan utama strategisnya melakukan bisnis eksplorasi dan eksploitasi migas.
Dalam rapat yang disiarkan TV Parlemen, Ramson mempertanyakan laba yang diperoleh PHE tahun 2022 lalu. Saat itu Dirut PHE Wiko Migantoro menyebut laba sebelum audit sebesar 4,6 miliar USD. Laba itu berasal dari pendapatan kotor PHE tahun 2022 sebesar 16 miliar USD.
Ramson kemudian mempertanyakan langkah IPO yang akan ditempuh PT PHE. Awalnya ia mempertanyakan jumlah dana segar yang akan diperoleh dari IPO tersebut. Wiko menjawab kalau target IPO yakni sebesar 1,5 miliar USD.
Ramson menyebut langkah IPO tersebut tak masuk logika. Alasannya, nilai target IPO cuma 1,5 miliar USD, padahal di sisi lain laba PHE mencapai 4,6 miliar USD.
"Inilah problem bangsa ini. Mendapatkan laba 4,6 miliar USD, tapi harus diprivatisasi untuk mendapatkan uang 1,5 miliar USD. Saya gak ngerti logikanya. Ini mau dijual, mau dijual, privatisasi dari dulu. Padahal andalan kita adalah Pertamina," kata Ramson.
Politisi Partai Gerindra ini heran hanya demi mendapatkan 1,5 miliar USD, PHE akan menjadi milik publik karena akan IPO.
"Biasanya ini akan diambil investor luar negeri. Padahal keuntungannya PHE 4,6 miliar USD. Saya gak ngerti ini logikanya keputusan ini. Apa aja kerja mereka ini. Padahal CSR diurus-urus oleh Meneg. Mau dijual, mau di IPO," kata Ramson.
Menurut Ramson, Pertamina menyumbang lifting minyak nasional sebesar 68 persen. Ia aneh kenapa Pertamina mau dijual. Keberadaan Pertamina sangat strategis bagi negara.
"Ini gimana nih. Masak mau dijual 1,5 miliar USD padahal keuntungannya PHE 4,6 miliar USD," kata Ramson.
Ramson pun mengaitkan jargon 'Rethinking' yang pernah diucapkan founding father Bung Karno pada era revolusi dulu.
"Ini perlu rethinking kata Bung Karno. Perubahan strategi. Kalau poinnya tak jelas, kenapa harus diprivatisasi," tegasnya.
Ramson pun meminta agar dibentuk panitia kerja (panja) oleh Komisi VII untuk menelisik persoalan di Pertamina.
"Ini perlu Panja untuk Pertamina. Tinggal Pertamina nih yang 100 persen milik rakyat dan negara, kata Ramson yang didukung oleh banyak anggota Komisi VII DPR lainnya.
Di era pemerintahan Jokowi yang Menteri BUMN-nya dijabat Erick Thohir, Pertamina Hulu Energi (PHE) akan masuk bursa saham. Anak usaha PT Pertamina (Persero) ini mengincar dana segar Rp 20 triliun atau sekitar 1,6 miliar USD.
Penawaran umum perdana (IPO/ Initial Public Offering) PHE berlangsung pada Juni 2023 dan disebut-sebut akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Dikabarkan pada Sabtu (29/4/2023) lalu, PHE menunda rencana IPO karena masalah administrasi.
PHE berencana menggunakan dana tersebut untuk memperluas produksi minyak melalui akuisisi atau pengeboran sumur baru.
PHE diperkirakan akan menjual 10% hingga 15% saham dalam penawaran perdana tersebut. (*)