Luhut Sebut Banyak OTT KPK Kampungan, Pengamat: Negara Korup Penindakan Harus Keras!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Peneliti Pusat Kajian Antikorpsi Universitas Gadjah mada (PUKAT UGM) Zaenur Rohman menyebut, penindakan oleh Komisi.
Pemberantasan Korupsi seperti operasi tangkap tangan (OTT) tetap diperlukan mengingat penyelenggaraan negara masih dikotori praktik korupsi.
“Tidak mungkin hanya melakukan pencegahan untuk situasi negara yang sangat korup. Jadi menurut saya, justru pencegahan korupsi paling bagus itu adalah penindakan,” kata Zaenur, Kamis (20/7/2023).
Pernyataan itu untuk menanggapi Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menilai pencegahan korupsi lebih utama dibanding penindakan.
Luhut bahkan menganggap masyarakat kampungan karena berharap KPK sering melakukan OTT.
Zaenur menilai, pernyataan Luhut itu sangat berbahaya dan menunjukkan betapa bermasalahnya pemahaman dan spirit antikorupsi pejabat di Indonesia.
Di sisi lain, kata dia, gagasan agar pencegahan korupsi lebih diutamakan daripada penindakan hukum juga tidak tepat.
Sebab, pencegahan terbaik untuk negara yang korup yakni dengan melakukan penindakan keras. Indonesia disebut sangat korup karena mendapatkan skor indeks persepsi korupsi (IPK) 34 dari 100.
"Setelah dilakukan penindakan kemudian diikuti dengan proses perbaikan sistem," ujar Zaenur.
Menurut dia, tanpa pemicu atau trigger, sangat sulit mendorong terjadinya perubahan sistem.
Ia yakin bahwa orang-orang yang duduk nyaman di pucuk kekuasaan, pemerintah, sektor penegakan hukum, hingga usaha dan politik tidak memiliki keinginan kuat memperbaiki sistem.
Ketika mereka mencanangkan program reformasi atau pencegahan korupsi dengan digitalisasi, kata Zaenur, tindakan mereka tidak menimbulkan perubahan mendasar.
"Kebanyakan merupakan sekadar sebagai program-program yang sekadar ada," ucap dia.
Menurut dia, perubahan akan terjadi justru ketika terjadi situasi yang mengagetkan di sebuah organisasi.
Setelah satu organisasi merasa shock, maka perubahan mungkin dilakukan secara mendasar.
"Jadi saya melihat justru upaya pencegahan terbaik adalah penindakan, untuk situasi negara saat ini yang masih sangat korup,” ucap dia.
Sebelumnya, Luhut mempersoalkan rasa senang publik melihat penindakan kasus korupsi sebagai drama.
Luhut kemudian menyebut KPK harus menunjukkan fungsinya di bidang pencegahan korupsi melalui digitalisasi sistem, salah satunya e-katalog.
KPK juga disebut telah membuat sistem berbasis elektronik yang berhasil mencegah kecurangan dan menghemat ratusan triliun uang negara, serta meningkatkan pendapatan pajak.
"Itu (fungsi KPK) dilihat jangan drama-drama saja tadi ditangkap. Kalau kurang jumlahnya ditangkap (dianggap) berarti enggak sukses. Saya sangat tidak setuju, kampungan itu menurut saya. Itu ndeso, pemikiran modern makin kecil yang ditangkap tapi makin banyak penghematan itu yang sukses," kata Luhut.
Sementara itu, Firli Bahuri menyebut OTT paling banyak terjadi ketika ia menjabat Deputi Penindakan pada 2018. Saat itu, dilakukan 30 tangkap tangan. Namun, kata Firli, meskipun angka OTT tinggi korupsi tidak juga berhenti.
Ketika menjadi pimpinan KPK, pihaknya kemudian memandang bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan upaya tindakan lain seperti pendidikan dan memperbaiki sistem.
"Apakah korupsi berhenti? Tidak, saya berpikir setelah kami jadi ketua. Kalau begitu apa yang harus kami lakukan?" ujar dia. (*)