Pesan Keras Anas Urbaningrum Usai Jadi Ketum Partai PKN: Yang Berbuat Zalim, Bertobatlah!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Anas Urbaningrum berharap tidak ada kezaliman hukum terjadi di masyarakat. Anas pun meminta kepada tiap orang yang telah berlaku zalim untuk segera bertobat.
Pernyataan itu disampaikan Anas dalam pidato terkait 'sumpah gantung di Monas'. Anas meminta para pelaku kezaliman untuk meminta maaf kepada Tuhan.
"Terkait dengan ini, saya ingin katakan bahwa bagi yang pernah melakukan kezaliman hukum, bertobatlah, bertobatlah," kata Anas di Silang Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2023).
"Tidak perlu minta maaf kepada Anas. Itu bukan sesuatu bagi saya. Tetapi cara tobat baik, jangan mengulangi lagi. Kemudian, minta maaf kepada yang menciptakan manusia, menciptakan kita semua," tambahnya.
Anas mengatakan sempat menjadi korban kezaliman dalam proses penegakan hukum. Dia berharap hal itu tidak menimpa orang lain lagi.
"Saya ingin mengirim pesan kepada yang pernah melakukan kezaliman hukum, tolong itu dihentikan. Jangan diulangi lagi, boleh terjadi pada Anas, tapi tidak boleh terjadi pada anak-anak bangsa lain agar menjadi pelajaran bagi Indonesia, bangsa ini. Pelajaran bagi masa depan kita semua," ujar Anas.
Anas mengklaim kasus hukum yang pernah menjeratnya membawa pelajaran penting. Menurutnya, keadilan hukum harus berlaku tanpa membedakan unsur ras hingga orientasi politik.
"Tidak boleh terjadi lagi pada anak bangsa Indonesia, apa pun agamanya, apa pun suku, apa pun ras, apa pun partainya, apa pun warna kulitnya, apa pun orientasi politiknya. Tidak ada yang lebih tinggi, tidak ada yang lebih rendah, bangsa berdiri tegak sama. Posisinya setara, posisinya egaliter. Tidak ada yang istimewa karena semua istimewa di depan Merah-Putih, Indonesia, masa depan lebih baik," kata dia.
Lebih lanjut Anas mengatakan pentingnya bersikap adil dalam penegakan hukum di Indonesia. Dia menilai salah satu penentuan Indonesia bisa menjadi negara maju ditentukan oleh sistem penegakan hukum bagi masyarakat.
"Kalau mahkota Indonesia yang sedang kita bangun bersama dibangun oleh pemerintah, dibangun oleh seluruh potensi bangsa ini, kemudian abai terhadap keadilan, maka sesungguhnya kita tidak sedang membangun Indonesia. Karena itulah mari kita garis bawahi betul kalau kita ingin Indonesia ini maju, Indonesia ini makmur, Indonesia ini bergerak menjadi bangsa yang besar dan bermartabat, maka di sana harus bertatahkan keadilan," ujar Anas.
Lebih lanjut, Anas berbicara terkait hukum Indonesia. Anas mengatakan hukum tidak boleh menjadi alat politik.
"Hukum tidak boleh diperalat, hukum tidak boleh menjadi alat untuk menyingkirkan siapa pun. Kalau berkompetisi, termasuk kompetisi politik, harus kesatria," kata Anas.
Anas menuturkan, jika ingin bertanding, harus secara terbuka tanpa mengandalkan apa pun, termasuk mengandalkan hukum.
"Bertanding yang kesatria. Bertanding terbuka, kesatria, ayo maju, satu lawan satu. Terbuka. Jangan pakai tangan pihak lain. Itu pertandingan yang terbuka, kesatria, objektif. Karena, dalam pertandingan, yang kesatria, kalah-menang itu soal lain," ujarnya.
Dia pun mengatakan dalam dunia politik memerlukan sikap keberanian. Menurutnya, kalah menang dalam politik harus saling menghormati.
"Saya ingin mengirim pesan ini, mengirim pesan ini bagi kita semua, bagi siapa saja, bahwa di dalam dunia politik, yang kadang keras, dibutuhkan keberanian dan sikap kesatria, bertanding yang kesatria," ungkapnya.
"Siapa pun dan apa pun ukuran kekuatannya. Kalau kesatria objektif, dan kemudian sesuai dengan aturan yang disepakati, insyaallah siapa pun yang menang dan kalah di situ itu tidak akan menjadi kebencian dan permusuhan," sambungnya.
Menurutnya, pertandingan politik yang baik hanya akan melahirkan kemajuan. Bukan sebaliknya, melahirkan dendam dan kebencian.
Sumpah 'gantung di Monas' sempat dilontarkan Anas Urbaningrum pada Maret 2012. Saat itu Anas yang masih menjabat Ketua Umum Partai Demokrat sesumbar tidak menerima satu rupiah pun uang korupsi proyek Hambalang.
Dia lalu mengatakan siap digantung di Monas jika terbukti menerima korupsi Hambalang.
"Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas," kata Anas saat itu.
Namun Anas ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Anas divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Anas sempat menempuh berbagai upaya untuk membuktikan dirinya tidak bersalah. Anas pernah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Pada Februari 2015 majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyunat hukuman Anas menjadi 7 tahun penjara, dengan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara. Namun Anas belum merasa puas dan kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Namun, bukannya membebaskan, majelis hakim agung yang saat itu dipimpin almarhum Artidjo Alkostar justru melipatgandakan hukuman Anas. Anas divonis 14 tahun penjara.
Anas pun mengajukan upaya hukum luar biasa atau peninjauan kembali (PK). Vonis Anas kembali disunat Mahkamah Agung (MA) menjadi 8 tahun penjara dan pidana denda Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara.
Anas kemudian keluar dari Lapas Sukamiskin pada 11 April 2023. Saat ini, Anas kembali terjun ke politik dengan menjabat sebagai Ketum PKN. (*)