Gak Penting Istilah OTT Dihapus, Tangkapannya Jangan Kelas Teri Tapi Paus
SabangMerauke News - Aktivis antikorupsi menilai rencana KPK tidak menggunakan istilah operasi tangkap tangan (OTT) bukan sebagai sesuatu yang penting. Hal yang penting adalah KPK menangkap koruptor-koruptor kelas kakap.
"Yang penting bukan di situ, yang penting adalah ganti nama pun atau sama pun, apalagi ganti nama, maka harus mampu menangkap kakap, menangkap hiu, menangkap paus, bukan menangkap teri, bukan hanya menangkap kelas bupati," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, kepada wartawan, Rabu (26/1/2022).
"Karena nanti apa? Kalau tidak ditekankan begini lama-lama nanti KPK nangkap camat dan nangkap lurah," imbuhnya.
Boyamin menyebut istilah 'OTT' tidak masuk KUHAP. Istilah yang ada di sana adalah 'tangkap tangan'.
"Sebenarnya itu hanya tatanan istilah, tidak ada perbedaan apa pun. Karena memang KUHAP mengatakan tangkap tangan, tapi namanya kegiatan, kan kegiatan tangkap tangan," katanya.
"Lah waktu itu KPK memakai istilah 'operasi tangkap tangan' untuk lebih keren, hanya semata-mata itu aja kok. Jadi kegiatan tangkap tangan atau operasi tangkap tangan sama di KUHAP-nya ada begitu, di aturan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, KUHAP, namanya," tambahnya.
Boyamin berharap KPK bisa menangkap koruptor kelas kakap. Menurutnya, usai polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) yang berakhir pada pemecatan 57 pegawai, KPK dinilai mengalami penurunan kualitas.
"Nah kan turun-turun terus, maka sekarang udahlah saya tetap dukung kegiatan tangkap tangan dalam bentuk harus ada yang tertangkap nanti adalah kakap, hiu, paus. Bukan level-level bupati seperti selama ini. Ini turun betul kualitasnya," katanya.
Dia menyinggung KPK sebelumnya sempat menangkap dua menteri, yakni eks Menteri Sosial Juliari Batubara serta eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Dia berharap penindakan korupsi level tingkat tinggi itu bisa diulangi.
"Sebelum 57 (pegawai) kena (pecat), dua menteri (ditangkap). Setelah mereka ditendang karena TWK, levelnya bupati-bupati, nah ini kan turun. Nah inilah yang harusnya jadi perhatian Pak Firli dan pimpinan KPK, justru karena ganti nama, ganti istilah, lebih besar lagi yang ditangkap," sambungnya.
Hal senada dilontarkan Indonesia Watch Corruption (ICW). ICW menganggap perubahan istilah itu tak begitu penting dipermasalahkan.
"Pernyataan Ketua KPK, Firli Bahuri, perihal istilah "OTT' merupakan informasi yang tidak penting. Sebagai bagian dari KPK harusnya ia memahami bahwa 'OTT' itu hanya istilah untuk memudahkan masyarakat memahami salah satu metode penindakan KPK, bukan dalam lingkup proses penegakan hukum," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
"Di luar itu, dengan segala kontroversinya selama ini, ICW tidak lagi kaget ketika hal-hal remeh temeh seperti istilah 'OTT' ditanggapi secara serius oleh Ketua KPK," imbuhnya.
KPK Tak Lagi Pakai Istilah OTT
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkap pihaknya tidak akan lagi menggunakan istilah operasi tangkap tangan (OTT) saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI. Firli mengatakan pihaknya kini akan menggunakan istilah tangkap tangan.
"Tadi ada menyampaikan apa yang dilakukan KPK atau pendekatan apa yang dilakukan KPK sebelum melakukan operasi tangkap tangan. Dalam kesempatan ini, perkenankan kami untuk menyampaikan tidak menggunakan lagi istilah operasi tangkap tangan," kata Firli saat rapat kerja di gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (26/1/2022).
Firli memastikan kini KPK hanya akan memakai istilah 'tangkap tangan' terhadap pihak yang tertangkap oleh KPK melakukan tindak pidana korupsi. Dia beralasan istilah 'OTT' tidak dikenal dalam hukum Indonesia.
"(Istilah jadi) Tangkap tangan, kenapa? Karena dalam konsep hukum yang dikenal adalah tertangkap tangan," ucapnya. (*)