Negara Kalah Lawan Perusahaan Pembakar Lahan, Jaksa Didesak Kasasi Vonis Bebas PT Gandaerah Hendana oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru
SabangMerauke News, Pekanbaru - Vonis bebas majelis hakim banding Pengadilan Tinggi Pekanbaru terhadap terdakwa korporasi pembakaran lahan PT Gandaerah Hendana di Indragiri Hulu (Inhu) dinilai sebagai bentuk kekalahan negara melawan korporasi pembakaran lahan. Jaksa didesak untuk segera mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
"Putusan bebas itu dinilai sebagai bentuk kalahnya negara melawan korporasi pembakaran lahan. Padahal, Presiden Jokowi kerap berpidato untuk menyeret keras pelaku pembakar lahan yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan dampak kesehatan yang luar biasa terhadap rakyat," kata Charles Christian SH, Deputi Direktur LBH Visi Keadilan Nusantara kepada SabangMerauke News, Rabu (26/1/2022).
BERITA TERKAIT: Gawat! Pengadilan Tinggi Pekanbaru Vonis Bebas Korporasi Pembakar Lahan PT Gandaerah Hendana di Indragiri Hulu
LBH Visi Keadilan Indonesia mendesak agar jaksa Kejari Indragiri Hulu segera mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Ia meminta jaksa dapat secara maksimal untuk melakukan kasasi. Apalagi dalam putusan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan, Kuansing bahwa korporasi PT Gandaerah Hendana telah dinyatakan bersalah dan diwajibkan membayar denda dan ganti rugi pemulihan lingkungan sebesar Rp 216 miliar.
"Wajib hukumnya jaksa mengajukan kasasi. Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Negara tak boleh kalah," kata Charles yang juga aktivis di Rumah Keadilan Riau (RKR) ini.
BERITA TERKAIT: PT Gandaerah Hendana Dihukum Bayar Rp 216 Miliar, Jikalahari Tuding BPN Lindungi Perusahaan
Diwartakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru membebaskan PT Gandaerah Hendana dari hukuman kasus pembakaran lahan di Indragiri Hulu. Dalam putusan bandingnya, PT Pekanbaru membatalkan putusan sebelumnya ditetapkan Pengadilan Negeri (PN) Rengat yang menghukum terdakwa korporasi tersebut berupa pidana denda sebesar Rp 8 miliar dan pidana tambahan pemulihan lingkungan sebesar Rp 208,8 miliar. PT Pekanbaru membatalkan putusan PN Rengat tersebut.
"Menyatakan terdakwa PT Gandaerah Hendana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan alternatif pertama atau kedua. Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan," demikian bunyi amar putusan banding PT Pekanbaru terpampang dalam SIPP PN Rengat.
Putusan bebas terdakwa korporasi pembakar lahan PT Gandaerah Hendana dibuat oleh majelis hakim terdiri dari Panusunan Harahap sebagai ketua dan dua hakim anggota yakni Khairul Fuad serta Syafwan Zubir. Panusunan Harahap adalah Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru. Berdasarkan SIPP Pengadilan Negeri (PN) Rengat, putusan banding ditetapkan pada 18 Januari 2022 lalu.
SabangMerauke News belum dapat mengonfirmasi pihak Pengadilan Tinggi Pekanbaru terkait pertimbangan vonis bebas terhadap PT Gandaerah Hendana tersebut.
Sebelumnya pada Rabu, 10 November 2021 lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Rengat telah menjatuhkan vonis bersalah kepada korporasi PT Gandaerah Hendana dalam kasus kebakaran lahan perkebunan kelapa sawit tersebut.
Dalam putusannya, PN Rengat menyatakan terdakwa PT Gandaerah Hendana yang diwakili oleh Jeong Seok Kang selaku anak dari Mr Kang yang merupakan Direktur Utama PT Gandaerah Hendana menghukum dengan pidana denda sebesar Rp 8 miliar.
Perusahaan tersebut juga dihukum dalam pemulihan 580 hektar lahan yang terbakar dengan pidana tambahan sebesar Rp 208,8 miliar yang harus disetor ke negara.
Kasus kebakaran lahan ini penyidikannya ditangani oleh Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
Sebelumnya, organisasi lingkungan hidup Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mencurigai langkah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) yang memuluskan langkah PT Gandaerah Hedana untuk mengurangi luasan hak guna usaha (HGU) perusahaan yang lahannya terbakar. Gerak cepat Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Inhu ditengarai sebagai modus untuk melindungi PT Gandaerah Hendana dari jeratan kasus kebakaran lahan.
"Ini modus dari PT Gandaera Hendana untuk lari dari tanggungjawab dan sayangnya didukung oleh BPN Inhu. Bila kasus karhutla tidak muncul, mustahil PT Gandaerah dengan sukarela mengurangi lahan HGUnya untuk reforma agraria," kata Koordinator Jikalahari, Made Ali, Kamis (11/11/2021) sehari setelah putusan PN Rengat tersebut ditetapkan.
Menurut Jikalahari, kasus yang ditangani oleh Dirjen Penegakan Hukum KLHK ini menguak cerita tentang Kepala BPN Inhu dalam dalam waktu kurang dari sebulan memenuhi permintaan PT Gandaerah mengurangi areal HGU-nya yang terbakar seluas 580 hektar. Areal perusahaan sawit Samsung Grup asal Korea Selatan ini terbakar pada 2-24 September 2019 lalu di Desa Seluti, Kecamatan Lirik, Indragiri Hulu.
Dalam keterangannya Jikalahari menyebut pada 8 Desember 2020, PT Gandaerah mengirimkan surat ke BPN Inhu meminta pengurangan areal perkebunannya. Termasuk di dalamnya areal yang terbakar dengan alasan lahan tersebut berkonflik dengan masyarakat.
Tak lama berselang yakni pada 4 Januari 2021, permohonan PT Gandaerah disetujui dengan diterbitkannya SK Kanwil BPN Riau No 26/SK-14.NP.02.03/I/2021 tentang pengurangan areal HGU PT GH sebanyak 2.791,49 ha untuk dijadikan reforma agraria.
Padahal menurut Jikalahari selama ini, sejak Desember 2012 hingga 9 Februari 2018 PT Gandaerah masih ngotot menguasai lahan dengan mengirim surat ke BPN Inhu, Camat Lirik dan Bupati Inhu.
Menurut Jikalahari, tindakan BPN Inhu tersebut justru melindungi PT Gandaerah dari tindakan pidana. Perbuatan tersebut diduga melanggar Instruksi Presiden nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan karhutla poin 13 huruf b yang menyatakan "Menteri ATR/ BPN memberikan sanksi kepada pemegang izin usaha yang telah menelantarkan izin hingga mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan".
Pihak Kanwil ATR/ BPN Riau belum bisa dikonfirmasi ikhwal tudingan Jikalahari tersebut. Soalnya konfirmasi ke BPN Riau hanya satu pintu lewat Kakanwil ATR/ BPN Riau, Syahrir yang menyulitkan akses media melakukan konfirmasi. (*)