Realisasi Pajak Daerah Kepulauan Meranti Rendah Diduga Alami Kebocoran, APBD 2023 Ngos-ngosan
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Realisasi penerimaan pajak daerah Kabupaten Kepulauan Meranti hingga semester pertama 2023 terbilang rendah. Diduga terjadi potensi kebocoran dalam pelaporan pajak pelaku usaha, khususnya pajak sarang burung walet dan jenis pajak lainnya.
Dalam postur APBD Kepulauan Meranti 2023, proyeksi pendapatan daerah diproyeksi mencapai Rp 1,46 triliun. Bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 421,57 miliar dan pendapatan transfer sebesar Rp 1,04 triliun.
Namun, memasuki triwulan ketiga tahun ini realisasi PAD hanya berkontribusi pada angka 32,3 persen dari total pendapatan daerah. Pendapatan daerah masih bergantung dari dana pemerintah pusat.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kepulauan Meranti melalui Kepala Bidang, Pengembangan Kebijakan dan Sistem Informasi, Rio Hilmi mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi sehingga realisasi penerimaan pajak belum tergarap dengan maksimal.
Dia mencontohkan kesulitan memungut pajak sarang burung walet yang ditaksir bernilai miliaran rupiah. Diketahui pajak walet merupakan salah satu sumber pajak paling menjanjikan bagi kabupaten termuda di Riau itu.
Rendahnya realisasi pajak burung walet diduga karena sistem penetapan pungutan pajak yang hanya mengandalkan self assessment dari para penangkar sarang walet. Sehingga diduga banyak yang tidak jujur mencatatkan hasil panen hingga menyebabkan pajak yang diperoleh tidak kompatibel.
Saat ini harga sarang burung walet mencapai belasan juta rupiah per kilogram. Sementara pajak yang disetor wajib pajak hanya sebesar 7,5 persen dari total penjualan.
"Tentunya harus berpijak dan punya sandaran yang kuat dan regulasinya juga tidak abu-abu. Contohnya pajak sarang burung walet yang hanya dilakukan secara self assessment, seringkali wajib pajak yang panen secara diam-diam dan tidak mau jujur terhadap potensi yang didapatkannya," kata Rio Hilmi, Selasa (4/7/2023).
Bapenda Kepulauan Meranti telah melakukan koordinasi dengan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) untuk dilakukan pengawasan objek pajak secara bersama.
Saat ini ada dua perusahaan sarang burung walet di Jakarta yakni PT Fortune dan PT Hadiah Surga yang mempunyai penangkaran walet di Kepulauan Meranti dengan potensi pajak sebesar Rp 11 miliar.
"Perusahaan tersebut terindikasi menerima sarang walet dari Kepulauan Meranti dan itu terdeteksi lewat Balai Karantina Selatpanjang dengan potensi pajak sebesar Rp 11 miliar, itu yang mau kita kejar," ungkapnya.
Rio menegaskan, pajak memiliki pengaruh yang signifikan pada perekonomian dan pertumbuhan bisnis di suatu daerah, sementara di Kepulauan Meranti pusat perekonomian hanya terpusat di ibukota kabupaten Selatpanjang.
"Daerah kita ini berbeda dengan daerah lainnya di Provinsi Riau, di mana seluruh daerah merata untuk pusat perekonomian. Sementara di Kepulauan Meranti pusat perekonomian hanya berputar di Selatpanjang saja. Sementara yang kita ketahui bersama, sumber pajak ini kan tergantung perputaran ekonomi," ucapnya.
Pajak Hotel dan Restoran
Selain pajak sarang burung walet, sumber pajak yang lain belum terealisasi dengan baik yakni pajak restoran dengan realisasi sebesar Rp 1,085 miliar dari target Rp 3,2 miliar.
Seretnya penerimaan pajak daerah tersebut diperparah dengan terbitnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
UU tersebut menyebabkan Perda Kepulauan Meranti Nomor 1 tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi.
"Dengan berlakunya UU tersebut, menyebabkan beberapa jenis retribusi daerah juga ikut dihapuskan, namun layanannya tetap ada," ujar Rio.
Adapun jenis retribusi yang akan dihapus itu diantaranya retribusi pelayanan tera ulang, retribusi pengendalian menara telekomunikasi, retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol dan retribusi pengujian alat pemadam kebakaran.
Realisasi Pajak Daerah 32 Persen
Saat ini, realisasi PAD pada triwulan kedua per 30 Juni 2023 lalu yang bersumber dari pajak daerah yakni sebesar 32,3 persen atau Rp 7.756.854.442.70 dari target yang ditentukan yakni sebesar Rp 23.420.000.000. Sementara itu pendapatan yang bersumber dari retribusi daerah terealisasi sebesar 13,4 persen atau Rp 354.942.100 dari target yang ditentukan yakni Rp 2.643.648.350.
Sementara itu lain-lain PAD yang sah terealisasi sebesar Rp 22.071.034.098.73 dari target sebesar Rp 206.678.050.404.
Rio menjelaskan, pihaknya optimis proyeksi PAD dalam APBD Perubahan 2023 ini akan mencapai target.
"Jika berkaca pada tahun 2022 lalu dengan realisasi sebesar Rp 16.115.103.376, maka realisasi kita saat ini sudah berada pada angka 46,9 persen. Untuk itu kita optimis bisa mencapai target, apalagi kebiasaan warga kita membayar PBB itu pada akhir tahun," tuturnya.
Adapun rincian PAD yang bersumber dari pajak daerah yang masih rendah realisasinya diantaranya pajak hotel terealisasi Rp 529.325.085.70 dari target Rp 1,9 miliar. Pajak restoran baru terealisasi Rp 1.085.853.200.90 dari target Rp 3,2 miliar.
Selain itu pajak penerangan jalan umum terealisasi Rp 3.207.440.053.00 dari target Rp 8 miliar, pajak burung walet baru terealisasi Rp 315.400.500 dari target Rp 2 miliar. Pajak Bumi dan Bangunan baru terealisasi Rp 632.904.721 dari target Rp 3,1 miliar dan pajak BPHTB baru terealisasi Rp 713.828.700 dari target Rp 3 miliar.
Tekan Kebocoran Pajak
Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Kepulauan Meranti, Dr Taufikurrahman mengatakan terhadap estimasi pendapatan daerah perkiraannya belum disusun secara cermat, cerdas dengan mempertimbangkan potensi yang ada pada tahun anggaran berjalan.
Menurutnya hal itu terlihat dari estimasi PAD yang terlalu over estimasi yakni sebesar Rp 421 miliar lebih, padahal menurut analisis Fraksi Partai Gerindra, estimasi PAD tahun 2023 ini tidak lebih dari Rp 110 miliar saja.
"Harusnya pada target PAD itu sendiri yang perlu dipertimbangkan. Dimana estimasinya itu harus berdasarkan potensi riil dan bukan berdasarkan asumsi yang tidak mendasar," ungkapnya.
Sementara itu anggota Komisi II DPRD lainnya yakni Dedi Yuhara Lubis meminta Pemda menekan tingkat kebocoran dalam pemungutan PAD. Di samping itu, pemda diminta melakukan diagnosa komprehensif terhadap kondisi sumber pendapatan yang ada. Sehingga diharapkan dapat mendongkrak kinerja dan ada target yang terukur secara kuantitatif sebagai indikator kinerja.
"Selain itu diperlukan kreatifitas dan inovasi yang terencana dan terukur dari pemda, dalam upaya mendorong peningkatan APBD 2023. Harapan kami dengan desain kebijakan yang baik dapat menghasilan PAD yang melampaui target. Seperti yang tercantum di dalam dokumen RAPBD tahun 2023," kata Dedi Lubis. (R-01)