Gawat! 31 Calon Siswa SMA Negeri 8 Pekanbaru Gunakan Kartu Keluarga Palsu, Ada yang Bayar Rp 500 Ribu
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Praktik penyimpangan dalam proses penerimaan siswa baru di SMA Negeri 8 Pekanbaru terkuak. Dugaan manipulasi dalam penggunaan dokumen kependudukan sebagai syarat pendaftaran peserta didik baru (PPDB) terjadi.
Diketahui terdapat 31 Kartu Keluarga (KK) yang diduga telah direkayasa untuk pendaftaran calon siswa. Penggunaan KK ini diperuntukkan secara khusus bagi calon siswa yang mendaftar lewat jalur zonasi (domisili dekat sekolah).
SMA Negeri 8 Pekanbaru selama ini dikenal sebagai sekolah negeri favorit di Riau. Kalangan orangtua kerap memaksakan dan menggunakan segala cara agar anaknya bisa masuk ke sekolah tersebut. Selain itu, isu adanya jalur titipan pun masih berhembus.
Wakil Humas SMA Negeri 8 Pekanbaru Reni Erita menerangkan, temuan mengejutkan tersebut bermula dari kecurigaan panitia PPDB. Setelah berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pekanbaru, diketahui KK tersebut telah direkayasa.
"Karena penemuan tersebut, KK PPDB dengan sistem zonasi kami kirimkan ke Disdukcapil. Hasil verifikasi ditemukan 31 KK telah dipalsukan," sebut Reni dilansir Antara, Selasa (4/7/2023).
Dari temuan yang terungkap, beberapa KK tersebut ternyata berdomisili cukup jauh dan di luar zonasi SMA 8. Bahkan ada juga ditemukan KK palsu yang nyatanya calon siswa bukan warga Kota Pekanbaru.
"Dari editannya kami sudah curiga. Beberapa ada yang langsung mengaku, namun ada pula diam-diam saja," tuturnya.
Para pengguna KK palsu tersebut tidak ingin menyebutkan dimana tempat pemalsuan dokumen dilakukanm Namun berdasarkan pengakuan, mereka ada yang membayar sebesar Rp500 ribu untuk membuat KK palsu tersebut.
Pihak SMA Negeri 8 Pekanbaru mengklaim langsung mendiskualifikasi calon murid yang menggunakan KK rekayasa itu.
"Kami sudah blacklist nama 31 anak-anak tersebut. Jadi mereka tidak bisa masuk ke sekolah kami melalui jalur manapun," ujar Reni.
Reni menjelaskan, pihaknya belum melaporkan temuan pemalsuan KK tersebut ke Dinas Pendidikan. Alasannya, pihak sekolah masih fokus pada proses PPDB.
Tahun ini, SMA Negeri 8 Pekannaru menerima sebanyak 209 siswa yang terdiri dari 12 lokal.
"Kami ingin betul-betul terbuka dalam proses penerimaan. Semoga tahun depan tak terjadi hal serupa," terang Reni.
Pernah Didemo Emak-emak
Sebelumnya, isu adanya penggunakan KK palsu sudah pernah dihembuskan oleh sejumlah warga yang didominasi kaum emak-emak menggelar aksi demonstrasi di dua sekolah favorit di Kota Pekanbaru beberapa waktu lalu. Kaum ibu tersebut mendatangi SMA Negeri 8 Pekanbaru dan SMA Negeri 1 Pekanbaru memprotes penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang dilakukan pihak sekolah, Senin (19/6/2023).
Namun di SMA Negeri 8 Pekanbaru, aksi kaum ibu dari masyarakat pejuang zonasi ini dilarang masuk ke sekolah. Sejumlah aparat telah melakukan pengamanan.
Para warga curiga terjadinya praktik penerbitan kartu keluarga (KK) ataupun surat domisili abal-abal untuk calon siswa yang mendaftar ke sekolah tersebut. Soalnya, terjadi lonjakan yang signifikan pendaftar yang menggunakan jalur zonasi (tempatan) di sekitar sekolah.
"Kedatangan kami untuk memprotes soal PPDB ini, khususnya menyangkut zonasi sekolah berdasarkan domisili calon siswa," kata perwakilan warga Israwati, Senin (19/6/2023).
Warga kata Israwati kecewa lantaran anak mereka yang berada di sekitar lingkungan sekolah justru tidak mendapat kursi calon siswa. Ini akibat sudah banyaknya pendaftar yang menggunakan jalur zonasi, namun dicurigai akurasi data kartu keluarga (KK) yang dipergunakan saat mendaftar.
"Kami mendesak transparansi penggunaan kartu keluarga. Apakah memang benar-benar mereka tinggal di lingkungan sekitar sekolah. Data pendaftar ini harus dibuka," kata Israwati.
Ia menjelaskan, pengumuman tahapan perkembangan PPDB dinilai sangat tertutup. Soalnya, pihak panitia hanya mencantumkan nama, tanggal lahir dan radius tempat tinggal pendaftar calon siswa.
"Semestinya diumumkan juga KK-nya. Agar bisa dikontrol apakah benar memang mereka tinggal di lingkungan sekitar sekolah (zonasi). Kalau seperti saat ini, kita gak bisa mengecek soal akurasi data domisili calon siswa," tegasnya.
Kaum ibu yang protes juga mendesak agar syarat pendaftaran calon siswa jalur zonasi hanya boleh menggunakan KK domisili yang sudah di atas dua tahun. Hal ini untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dan akurat terhadap penerimaan siswa.
Cara tersebut pernah ditempuh oleh mereka pada tahun 2020. Alhasil, penerimaan calon siswa saat itu lewat jalur zonasi menjadi lebih kredibel dan akurat. Dengan pola tersebut, maka jarak radius tempat tinggal siswa dari sekolah bisa menjangkau lebih luas.
Seorang ibu lain yang ikut dalam demo tersebut menyatakan kecurigaannya dengan sistem zonasi dimana dalam radius hingga 500 meter, sudah ada sebanyak 100 siswa yang mendaftar. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya, apakah memang benar setiap rumah dalam radius 500 meter dari sekolah, ada anaknya yang masuk SMA.
Israwati menjelaskan, ikhwal dugaan adanya praktik penggunaan KK yang diduga abal-abal bisa dikonfirmasi. Mereka mendapat informasi tersebut dimana sudah ada pembatalan sebanyak 25 KK yang diduga abal-abal dipakai untuk mendaftarkan siswa ke sekolah.
Mengadu ke Kadis Pendidikan
Usai melakukan aksinya di SMA Negeri 8 dan SMA Negeri 1 Pekanbaru, kaum ibu yang protes akan menyampaikan keluhannya langsung kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Kamsol.
Mereka akan menyampaikan informasi dan unek-uneknya tentang fakta PPDB yang tidak berpihak pada warga sekitar sekolah.
"Ini kami mau ke Dinas Pendidikan. Akan kami sampaikan langsung," kata Israwati.
Mereka meminta agar data PPDB dibuka secara transparan. Tujuannya agar syarat pendaftaran yang dipakai calon siswa bisa diawasi dan dikontrol oleh publik.
"Kami minta transparansi dan PPDB ini. Jangan kesannya ditutupi. Ini demi pendidikan kita agar lebih baik," tegas Israwati. (*)