Melapor ke Polres Pelalawan, Jefridin dan Erzepen Justru Divonis 13 Bulan Penjara Terbukti Suap Surat Tanah Kepala Desa Sering
SabangMerauke News, Pekanbaru - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru menjatuhkan vonis 13 bulan penjara kepada terdakwa Jefridin dan Erzepen, Selasa (25/1/2022). Keduanya oleh hakim dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah memberikan suap kepada Kepala Desa Sering, Pelalawan, M Yunus.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa I dan terdakwa II masing-masing 1 tahun dan 1 bulan dan denda masing-masing 50 juta subsider 2 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim, Iwan Irawan SH dalam amar putusannya.
Kedua terdakwa dinyatakan terbukti melakukan dakwaan pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, pada 18 Desember 2019 lalu, Kepala Desa Sering juga sudah divonis bersalah dalam kasus ini sebagai penerima suap dengan hukuman yang sama yakni 13 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Perkara yang menimpa Jefridin dan Erzepen ini terkait dengan pemberian uang kepada Kades M Yunus untuk pengurusan surat keterangan ganti rugi (SKGR) tanah yang diklaim sebagai tanah milik Kelompok Tani (Poktan) Parit Guntung di Pelalawan. Jefridin adalah ketua kelompok tani tersebut dan Erzepen salah satu anggotanya.
Kasus lawas ini terjadi pada Agustus 2014 silam atau tujuh tahun lalu. Dalam dakwaan disebut kalau Jefridin bersama Erzepen akan mengurus surat tanah Poktan Parit Guntung. Ada sebanyak 100 surat tanah seluas 200 hektar yang akan dibuat SKGR-nya.
Jefridin merasa dipersulit oleh Kades M Yunus. Ia berkonsultasi dan meminta bantuan melalui Kepala Seksi Pemerintahan Kantor Camat Pelalawan, Edi Arifin untuk menjembatani pengurusan SKGR tersebut. Setelah dilobi Edi, akhirnya M Yunus bersedia mau menerbitkan SKGR.
Jefridin dan Yunus pun deal. Biaya pengurusan SKGR untuk 100 surat dengan luasan 200 hektar sebesar Rp 200 juta. Rinciannya biaya satu surat seharga Rp 2 juta. Tahap pertama pembayaran diberikan separuh dari total biaya yakni Rp 100 juta.
Namun dalam perjalanannya, ternyata Kades Yunus tak menyelesaikan pembuatan SKGR tersebut. Hingga akhirnya Jefridin pun melapor ke Polres Pelalawan.
Belakangan setelah dilaporkan ke Polres, perkara ini naik ke penyidikan. Kades M Yunus ditetapkan sebagai tersangka dan dinyatakan bersalah dalam putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada 18 Desember 2019 lalu. M Yunus akhirnya divonis 13 bulan penjara dan pidana denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Kasus hukum Yunus tuntas, giliran Jefridin dan Erzepen yang diproses hukum sebagai pemberi suap ke Kades M Yunus. Kemarin, mereka telah divonis bersalah dan dihukum masing-masing 13 bulan penjara dan pidana denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut Jumieko Andra yang meminta hakim menghukum kedua terdakwa 15 bulan penjara dan pidana denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Libatkan Sejumlah Pihak
Perkara rasuah pengurusan surat tanah ini melibatkan sejumlah pihak dan orang. Dalam kasus ini, mantan Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Pelalawan, Edi Arifin pun sudah divonis bersalah menerima suap. Putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada 18 Agustus 2020 menghukum Edi pidana penjara 1 tahun dan 4 bulan serta pidana denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Edi Arifin adalah perantara Jefridin dengan Kades M Yunus. Dari jasanya menjembatani pengurusan SKGR tersebut, ia mendapat Rp 25 juta.
Dalam kasus ini juga dilaporkan sejumlah orang telah berstatus daftar pencarian orang (DPO) di antaranya Bakhtiar yang disebut menerima Rp 20 juta, Muslim dan Amrul masing-masing disebut menerima Rp 3 juta. Dengan demikian, dari uang muka pengurusan SKGR sebesar Rp 100 juta yang diberikan Jefridin, mantan Kades Sering, M Yunus menikmati sebesar Rp 49 juta.
Kasus ini masih menyimpan misteri soal sumber uang suap yang diberikan oleh Jefridin kepada Kades M Yunus tersebut. Soalnya, belakangan ternyata pengurusan SKGR tanah ini bertujuan agar tanah diganti nama ke orang lain dan kemudian dijual. Bahkan, dalam persidangan kasus ini, sejumlah orang yang disebut sebagai anggota Poktan Parit Guntung mengaku tidak memilikili lahan dan tidak pernah menjual tanah. (*)