Jabatan Ketua Umum Parpol Digugat ke MK Maksimal 2 Periode, Siapa yang Disasar?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Warga Nias, Eliadi Hulu, dan warga Yogyakarta, Saiful Salim, menggugat UU Parpol ke Makamah Konstitusi (MK). Keduanya meminta masa jabatan ketua umum (ketum) partai politik (parpol) hanya 2 periode.
Pasal yang digugat adalah Pasal 23 ayat 1 yang berbunyi:
Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
Eliadi Hulu-Saiful Salim meminta pasal tersebut diubah menjadi:
Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut.
"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapa pun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," ujar keduanya dalam berkas permohonan yang dilansir website MK, Minggu (25/6/2023).
Keduanya lalu mencontohkan dinasti politik di Indonesia, yaitu PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat. Ketua Umum PDI Perjuangan sudah 24 tahun dan anaknya menjadi Ketua PDI Perjuangan.
Adapun Partai Demokrat, dari Ketum SBY menurun ke anaknya, AHY dan SBY bergeser menjadi Ketua Majelis Tinggi. Sedangkan anak kedua SBY, Edhie Baskoro atau Ibas, menjadi Wakil Ketua Umum PD.
"Hal ini telah membuktikan adanya dinasti dalam tubuh parpol," ungkapnya.
Menurut Eliadi Hulu-Saiful Salim, parpol adalah pilar dan instrumen demokrasi, maka salah satu cirinya adalah pembatasan masa jabatan pemegang kekuasaan di kalangan internal tubuh partai.
"Menjadi paradoks bilamana status parpol sebagai tonggak, pilar dan penggerak demokrasi, namun tidak melaksanakan nilai dan prinsip dari demokrasi itu sendiri," ucap Eliadi Hulu-Saiful Salim.
Pasal 31 UU Parpol juga mengamanatkan parpol wajib melaksanakan pendidikan politik bagi masyarakat. Pendidikan politik tersebut tentunya memiliki materi atau kurikulum tentang demokrasi.
"Namun yang menjadi persoalan adalah manakala pendidikan yang diberikan kepada masyarakat justru bertolak belakang dengan sistem demokrasi dalam tubuh partai itu sendiri," bebernya.
Oleh sebab itu, keduanya memohon MK agar membatasi tegas masa jabatan Ketum Parpol. Permohonan itu sudah didaftarkan ke MK dan masih diproses oleh kepaniteraan MK.
"(Pembatasan) Akan menghilangkan kekuasaan bagi pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk melanggengkan kekuasaan," pungkasnya. (*)