Gubernur Syamsuar Dinilai Tak Serius Benahi Masalah Krusial di Bank Riau Kepri: Skandal Fee Ilegal dari Broker GRM Terkesan Dibiarkan!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Gubernur Riau, Syamsuar dinilai tidak memiliki keseriusan dalam membenahi kondisi internal perilaku pejabat dan pegawai Bank Riau Kepri (BRK). Meski skandal berjamaah dugaan fee ilegal asuransi kredit dari PT Global Risk Management (GRM) dan dugaan penerimaan gelap dari rekanan BRK lainnya telah mencuat kencang ke publik, namun langkah-langkah koreksi dan pembersihan oknum-oknum diduga pelanggar kode etik perbankan dan hukum tidak kunjung dilakukan.
"Kami menilai Gubernur Riau tidak menggunakan kewenangannya membereskan persoalan krusial di tubuh Bank Riau Kepri. Tidak terlihat keseriusannya. Padahal, isu ini bahkan telah menjadi fakta hukum, telah lama bergulir di publik," kata Direktur Eksekutif Formasi Riau, Dr Muhammad Nurul Huda SH, MH kepada SabangMerauke News, Selasa (25/1/2022) siang tadi.
BERITA TERKAIT: Kejaksaan Diminta Ambil Alih Proses Hukum Skandal Fee Ilegal Asuransi Kredit Bank Riau Kepri, Pakar Pidana: Usut Dugaan Tipikor!
Nurul Huda menjelaskan, Gubernur Riau sebagai representasi pemegang saham terbesar di BRK seharusnya melakukan perombakan manajemen secara transparan dan tegas. Kasus-kasus yang terjadi di BRK selama ini menjadi potret dan bahan evaluasi bagi Gubernur Riau untuk membersihkan oknum-oknum nakal di tubuh BRK.
"Jangan sampai publik melihat terkesan adanya pembiaran. Ini akan sangat buruk di mata publik. Gubernur Riau terkesan diam terhadap persoalan-persoalan krusial di tubuh BRK yang terjadi saat ini," tegas Nurul Huda yang merupakan dosen Fakultas Hukum kampus terkemuka di Riau ini.
BERITA TERKAIT: 'Tumbalkan' 3 Kepala Cabang, Bank Riau Kepri Justru Tetapkan Perusahaan Pemberi Fee Ilegal Jadi Pialang Tunggal, Formasi: Ini Sudah Mainan Atas!
Seharusnya kata Nurul Huda, Gubernur selaku pemegang saham terbesar di BRK memerintahkan dilakukannya pemeriksaan secara independen dan kredibel terhadap manajemen BRK yang diduga telah melanggar kode etik. Baik dari unsur direksi maupun kepala cabang dan pegawai lain yang terlibat dalam skandal fee ilegal asuransi kredit dari broker PT Global Risk Management (GRM).
"Bahkan seharusnya mereka yang diduga kuat terlibat harus dicopot, bukan sebaliknya dibiarkan bercokol di BRK dan menikmati jabatan serta fasilitas. Jadi, masalah sebenarnya ada pada Gubernur, karena dia adalah pemegang saham terbesar di BRK namun terkesan tidak melakukan perbaikan," tegas Nurul.
BERITA TERKAIT: Kapolda Baru Irjen M Iqbal Diminta Tuntaskan Skandal Berjamaah Fee Ilegal Asuransi Kredit Bank Riau Kepri
Nurul khawatir, tindakan pembiaran ini akan semakin merusak citra BRK di depan publik dan stakeholder lainnya. Apalagi saat ini BRK disebut-sebut sedang berada di ambang pintu konversi menjadi bank syariah.
"Ini akan jadi beban besar jika tak dituntaskan. Bisa semakin merusak citra BRK yang katanya akan jadi bank syariah. Oknum-oknum yang diduga kuat pelanggar kode etik perbankan dan hukum harus dicopot dan diganti," pungkas Nurul.
Pihak BRK melalui Kasubab Humas, Dwi belum merespon konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News tentang langkah-langkah koreksi yang dilakukan perusahaan menyikapi skandal fee ilegal asuransi kredit dari PT GRM. SabangMerauke News juga sudah meminta konfirmasi Gubernur Riau, Syamsuar soal sikapnya terhadap kasus tersebut, namun pesan konfirmasi melalui WhatsApp belum dibalasnya.
Bank Riau Kepri (BRK) diguncang skandal fee ilegal asuransi kredit dari broker PT Global Risk Management (GRM) tahun lalu. Tiga orang mantan kepala cabang/ cabang pembantu BRK telah divonis bersalah oleh hakim PN Pekanbaru dan Pengadilan Tinggi Pekanbaru dalam kasus penerimaan fee asuransi kredit secara ilegal dan berkelanjutan dari broker PT Global Risk Management (GRM).
Ketiga terdakwa tersebut yakni Hefrizal yang merupakan mantan kepala cabang pembantu BRK Senapelan dan juga mantan kepala cabang BRK Taluk Kuantan. Kemudian terdakwa Mayjafri yang merupakan mantan kepala cabang BRK Tembilahan serta Nur Cahya Agung Nugraha mantan kepala cabang pembantu BRK Bagan Batu, Rokan Hilir.
Ketiga terdakwa menerima uang fee secara ilegal berkelanjutan dari Kepala Cabang PT GRM Dicky sejak 2018-2020 lalu. Jumlah fee berdasarkan produksi premi kantor cabang BRK yakni 10 persen dari premi yang mencapai ratusan juta. Penyerahan uang dilakukan lewat nomor rekening yang dibuka oleh Dicky atas nama dirinya. Namun kartu ATM dan buku tabungan diserahkan Dicky kepada ketiga kepala cabang BRK tersebut.
Fakta persidangan yang lebih mengagetkan, ternyata pemberian fee ilegal tidak saja diterima oleh ketiga terdakwa. Dicky dalam kesaksiannya di bawah sumpah menyebut kalau seluruh kepala cabang yang menjadi mitra GRM telah menerima fee yang sama polanya dengan ketiga tersangka. Jumlahnya mencapai 40 kantor cabang/ cabang pembantu dan kedai BRK di Riau dan Kepulauan Riau. Ada sekitar 50 orang pejabat operasional BRK yang diduga menerima dari GRM.
Kesaksian terdakwa juga menyebut kalau pemberian fee tidak saja dari GRM. Namun juga dari broker lain yang digandeng oleh BRK. Saat itu, BRK menggandeng 4 broker asuransi, termasuk GRM.
Adapun kerjasama dengan broker ini terjadi sejak Dirut BRK dijabat oleh Irvan Gustari dan berlanjut di era dirut BRK, Andi Buchari.
Pihak BRK sejak kasus ini terungkap tidak pernah memberikan penjelasan dan klarifikasi tentang dugaan penyimpangan sistemik dalam tata kelola asuransi kredit di bank plat merah ini.
Kasus ini sejak awal disidik oleh Polda Riau saat Kapolda dijabat oleh Irjen Pol Agung Imam Setya Effendi yang sudah pindah menjadi Asisten Operasional Kapolri. Penyidikan menggunakan pasal kejahatan tindak pidana perbankan, meski dalam persidangan saksi ahli menyebut kuat dugaan perbuatan tersebut merupakan suap atau gratifikasi (tipikor). (*)