Korban Pencemaran Limbah Pabrik Sawit PT SIPP Minta Hakim PN Bengkalis Tegakkan Keadilan, Singgung Penangguhan Penahanan 2 Terdakwa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Korban pencemaran limbah pabrik kelapa sawit milik PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) di Duri, Bengkalis meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis bisa memberikan keadilan.
Roslin, pemilik kebun sawit yang tercemar dan rusak karena jebolnya limbah perusahaan, mengetuk hati nurani hakim agar menetapkan putusan hukum yang berpihak pada dirinya selaku korban.
"Saya berharap majelis hakim yang menyidangkan perkara itu dapat menegakkan hukum untuk keadilan. Apalagi saya dan keluarga yang menjadi korban langsung dari pencemaran limbah sawit perusahaan," kata Roslin kepada SabangMerauke News, Kamis (22/6/2023).
Roslin mengaku sudah dua tahun lebih kebun sawitnya rusak karena limbah pabrik sawit tersebut. Selama ini pula hasil panen anjlok padahal kebun sawit itu merupakan sumber mata pencarian keluarganya.
Ia menegaskan, hingga kini tidak ada upaya perusahaan untuk memulihkan kondisi lahannya yang tercemar. Bahkan pembicaraan untuk melakukan ganti rugi lahan yang tercemar juga urung dilakukan.
"Tidak ada pemulihan lahan dan ganti rugi juga tidak dilakukan perusahaan. Ke mana lagi saya akan mencari keadilan," curhat Roslin.
Ia pun kaget saat mendengar dua terdakwa yang disidangkan di PN Bengkalis mendapat penangguhan penahanan dari majelis hakim PN Bengkalis. Kedua terdakwa tersebut yakni Direktur PT SIPP Erick Kurniawan (EK) dan General Manager Agus Nugroho (AN).
Penangguhan penahanan terhadap kedua terdakwa itu diketahui dari penetapan PN Bengkalis sebelum lebaran Idul Fitri, April lalu.
"Saya dapat kabar begitu dan saya terkejut. Makanya, saya minta agar majelis hakim memberikan putusan yang adil bagi saya dan keluarga selaku korban," harapnya.
Dr (Cd) Marnalom Hutahaean SH, MH selaku kuasa hukum Roslin telah menyurati Pengadilan Negeri Bengkalis mempertanyakan dikabulkannya penangguhan penahanan terhadap Erick dan Agus. Dalam suratnya, Marnalom menilai tidak ada alasan yang rasional kedua terdakwa ditangguhkan.
Apalagi, sejak kasus tersebut diproses oleh Dirjen Gakkum KLHK dan dilimpahkan ke kejaksaan, keduanya selalu dalam penahanan.
"Klien kami selaku korban merasa dirugikan dan mendapat ketidakadilan. Penangguhan penahanan tersebut menjadi tanda tanya bagi kami," kata Marnalom.
Ia berharap agar majelis hakim bisa memberikan keadilan kepada masyarakat kecil yang menjadi korban pencemaran lingkungan. Apalagi, kondisi lahan kliennya mengalami kerusakan serius dan tidak pernah dilakukan pemulihan atau pun ganti rugi.
"Klien kami masih membuka pintu untuk dilakukan ganti rugi atas lahan yang rusak dan tercemar atau pun dilakukan pemulihan. Namun, sampai saat ini tidak ada itikad baik dari perusahaan," tegasnya.
Diketahui, Marnalom sejak mendapat kuasa dari korban getol untuk menyuarakan pengusutan dan penuntasan atas kasus pidana pencemaran lingkungan ini. Ia bahkan telah melaporkan kasus ini lebih awal ke kepolisian sebelum diusut oleh Gakkum KLHK.
Ia juga melaporkan hal ini ke Kapolri, Menteri LHK dan Presiden Jokowi agar memberikan atensi atas pengusutan kasus tersebut. Belakangan, Ditjen Gakkum KLHK mengambil alih penanganan kasus dan menetapkan dua orang sebagai tersangka dari pihak manajemen perusahaan
Sementara pihak Pemkab Bengkalis pun telah menjatuhkan sanksi penutupan terhadap operasional perusahaan sejak akhir tahun 2021 lalu.
Belum diperoleh penjelasan dari pihak PN Bengkalis atas kabar dikabulkannya penangguhan kedua terdakwa Erick dan Agus tersebut.
Saat ini, perkara terdakwa Erick dan Agus telah memasuki fase akhir di PN Bengkalis. Persidangan lanjutan pada 27 Juni mendatang akan digelar dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan (A De Charge). (*)