Sidang Skandal Investasi Fikasa Grup di Pekanbaru: Ahli Sebut Bukan Promissory Note, Tapi Cuma Surat Perjanjian!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Sidang lanjutan skandal investasi Fikasa Grup dengan korban pengusaha Riau, Archenius Napitupulu dkk menghadirkan tiga ahli di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (24/1/2022). Ketiga ahli tersebut dihadirkan oleh jaksa penuntut umum Kejari Pekanbaru.
BERITA TERKAIT: Ahli Tak Punya Surat Tugas, Hakim PN Pekanbaru Skorsing Sidang Skandal Investasi Fikasa Grup
Ketiga ahli tersebut yakni Prof Agus Surono dan Dr Roulina serta Prof Jonker Sihombing. Agus dan Roulina merupakan ahli dalam penyidikan di Bareskrim Polri, sementara Jonker adalah ahli tambahan yang tidak ada dalam berkas perkara.
BERITA TERKAIT: Inilah 10 Miliuner Pekanbaru yang Jadi Korban Dugaan Investasi Bodong Fikasa Grup
Kehadiran Jonker menimbulkan keberatan dari penasihat hukum empat Salim Bersaudara sebagai terdakwa. Meski demikian, majelis hakim yang diketuai Dr Dahlan SH, MH tetap memeriksa Jonker dengan catatan keberatan penasihat hukum tergugat.
BERITA TERKAIT: Uang Rp 10 Triliun di Rekening Fikasa Grup Habis Terkuras, Saat Diblokir Bank Tinggal 'Recehan': Korban Investasi Warga Pekanbaru Gigit Jari?
Prof Jonker yang merupakan Guru Besar Universitas Pelita Harapan (UPH) dalam persidangan berpendapat kalau bukti berupa dokumen yang ditunjukkan oleh majelis hakim bukanlah promissary note, meski judul dalam dokumen tersebut tertera promissory note.
"Jadi, menurut ahli, ini surat apa?" tanya hakim Dahlan.
BERITA TERKAIT: Hakim Dahlan Marah Besar, Terdakwa Kasus Fikasa Grup di Pekanbaru Keluar Rutan Tanpa Izin
"Itu menurut saya adalah surat perjanjian, bukan promissory note," kata Jonker menegaskan bahwa dokumen tersebut tidak bisa dikualifikasi sebagai surat berharga.
Promissory note diduga menjadi modus investasi yang digencarkan 4 terdakwa yang merupakan pemilik dan pengurus Fikasa Grup. Dua perusahaan yang terafiliasi dengan Fikasa Grup yakni PT Wahana Bersama Mandiri dan PT Tiara Global Propertindo melakukan aktivitas pengumpulan dana masyarakat. Lewat kedua perusahaan ini, para terdakwa meneken surat yang diklaim sebagai promissory note (surat sanggup bayar) dengan iming-iming bunga tinggi antara 9-12 persen setahun.
BERITA TERKAIT: Drama Sakitnya Terdakwa Penipuan Investasi Rp 84 Miliar Fikasa Grup di Pekanbaru, Siapa yang Bermain?
Selama dua tahun (2018-2019), para korban warga Pekanbaru berjumlah 10 orang menggelontorkan dananya total Rp 84,9 miliar, sempat menerima dan menikmati bunga simpanan. Baru sekitar tahun 2020, pembayaran bunga dan pokok investasi macet. Belakangan kasus ini dilaporkan Archenius Napitupulu dkk ke Bareskrim Polri hingga 5 orang ditetapkan sebagai tersangka.
BERITA TERKAIT: Sidang Kasus Investasi Fikasa Grup: Korban Ternyata Sudah Terima Bunga, Baru Macet Sejak Januari 2020!
Adapun kelima terdakwa tersebut terdiri dari 4 Salim Berkeluarga yang merupakan pemilik serta pengurus langsung perusahaan yang kerap disebut dengan Fikasa Grup. Keempat orang terdakwa tersebut yakni Bhakti Salim alias Bhakti yang merupakan Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara sekaligus juga Direktur Utama PT Tiara Global Propertindo. Terdakwa Agung Salim alias Agung sebagai Komisaris Utama PT Wahana Bersama Nusantara.
Terdakwa ketiga yakni Elly Salim alias Elly selaku Direktur PT Wahana Bersama Nusantara sekaligus Komisaris PT Tiara Global Propertindo. Seorang terdakwa lain dari keluarga Salim yakni Christian Salim selaku Direktur PT Tiara Global Propertindo.
Terdakwa kelima bernama Mariyani merupakan manajer marketing kedua perusahaan yang menghimpun dana lewat skema modus promissory note (surat sanggup bayar) yang diduga kuat tidak memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Berkas perkara penuntutan Mariyani terpisah dengan 4 Salim Bersaudara.
Perkara ini menjerat para terdakwa dengan tiga dakwaan berlapis yakni dakwaan pasal 46 ayat 1 Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Adapun ancaman hukumannya yakni sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara serta denda sekurang-kurangnya Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 200 miliar.
Dakwaan kedua yakni pasal 378 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sementara dakwaan ketiga yakni pasal 372 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Surat dakwaan jaksa penuntut menyebut uang investasi yang dikumpulkan masuk ke dalam sejumlah perusahaan lain yang tergabung dalam Fikasa Grup. Para korban tergiur dengan janji bunga investasi tinggi di atas rata-rata perbankan.
Sidang lanjutan skandal investasi Fikasa Grup kembali digelar di bawah pengamanan sejumlah aparat kepolisian. Tim jaksa penuntut Kejari Pekanbaru meminta bantuan keamanan dari aparat kepolisian dalam mengawal 5 terdakwa kasus penipuan investasi skandal Fikasa Grup. Kelima terdakwa dikawal oleh sejumlah petugas kepolisian bersenjata lengkap laras panjang.
Kelima terdakwa penipuan sebesar Rp 84,9 miliar yang merugikan sebanyak 10 orang miliuner asal Pekanbaru dihadirkan langsung secara fisik oleh jaksa penuntut. Berbeda dengan persidangan kasus lainnya, di mana para terdakwa hanya mengikuti sidang secara online alias sidang virtual.
Sebelumnya, pada persidangan, Senin (17/1/2022) lalu, jaksa penuntut telah menghadirkan 4 orang saksi yang merupakan petugas bank tempat penampungan dan penyimpanan uang investasi yang dikumpul Fikasa Grup.
Keempat saksi itu yakni Lim Antonius yang merupakan pegawai Bank Central Asia (BCA), Sri Ambarwati dari CIMB Niaga, Nina Marina dan Nata Kusuma dari Bank Mandiri.
Sementara sidang pada Selasa (18/1/2022) menghadirkan dua saksi dari Badan Pertanahan Negara (BPN). Hakim ingin menelusuri sisa aset produktif Fikasa Grup dan para terdakwa.
Persidangan skandal Fikasa Grup ini pada akhir tahun lalu, sempat heboh dan memicu perhatian publik. Ini bermula dari mangkirnya salah seorang terdakwa Agung Salim yang mengaku dirinya sakit. Pihak Rutan Pekanbaru membawa Agung Salim secara sepihak tanpa izin dari jaksa dan majelis hakim. Rutan berdalih dievakuasinya Agung ke rumah sakit karena alasan kemanusiaan.
Alibi pihak Rutan Pekanbaru ini menyulut kemarahan majelis hakim yang merasa haknya telah dikangkangi. Ketua majelis hakim yang juga merupakan Ketua PN Pekanbaru, Dr Dahlan SH, MH memerintahkan jaksa untuk menyelidiki ikhwal dugaan adanya manipulasi informasi kesehatan Agung Salim yang diduga melibatkan pihak RSUD Arifin Ahmad, tempat Agung dibawa oleh Rutan Pekanbaru.
Bahkan, hakim memerintahkan dilakukannya pemeriksaan ulang ke dokter dan rumah sakit berbeda, hingga akhirnya Agung Salim dibawa ke Rumah Sakit Umum Madani.
Tak hanya itu, majelis hakim pun memerintahkan jaksa untuk menghadirkan dokters RSUD Arifin Ahmad ke muka persidangan. Dokter Anwar Bet dari RSUD Arifin Ahmad yang memeriksa kesehatan Agung Salim telah dimintai keterangan di persidangan.
Namun, drama ini berakhir dengan sejuk. Setelah sempat mengeluarkan ultimatum kepada jaksa untuk memidanakan dokter dan pihak-pihak terkait dalam kasus sakitnya terdakwa Agung Salim, majelis hakim akhirnya mengizinkan Agung Salim dirawat di rumah sakit. Namun saat ini kondisi Agung sudah terlihat sehat dan dapat mengikuti persidangan dengan kehadiran fisik secara langsung. (*)