Proyek Mangkrak Jembatan Selat Rengit Diusut Polda Riau, Pemkab Kepulauan Meranti Mengaku Menangkan Jaminan Klaim Rp 50 Miliar
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti mengklaim telah memenangkan sengketa pembayaran klaim jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan pembangunan Jembatan Selat Rengit (JSR) pada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Uang jaminan pekerjaan dititipkan pihak rekanan PT Nindia Karya sebesar lima persen atau Rp 22 miliar lebih di Bank DKI.
Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kepulauan Meranti, Asmar secara langsung memberi penjelasan tentang putusan perkara nomor 45081/X/ARB-BANI/2022 pada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Asmar menyebutkan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Pemkab Kepulauan Meranti lewat Bagian Hukum Setdakab menggunakan jasa kuasa hukum untuk menangani sejumlah perkara yang dihadapi.
"Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dapat mengklaim jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan pembangunan Jembatan Selat Rengit berdasarkan putusan dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia dengan nilai kurang lebih Rp50 miliar," kata Asmar dalam konferensi pers, Rabu (14/6/2023).
Uang tersebut, katanya, merupakan sumber penerimaan yang sah dan akan dimasukkan dalam APBD Kepulauan Meranti.
Sekretaris Daerah Kepulauan Meranti, Bambang Suprianto SE MM membantah tudingan pihaknya disebut tidak mengajukan klaim atas mangkraknya proyek jembatan tersebut. Dinas PU sudah mengajukan klaim Jaminan Pelaksanaan Bank Garansi kepada Bank DKI Cabang Jakarta Barat pada 31 Desember 2014 saat pemutusan kontrak.
"Berkaitan dengan perkembangan terhadap klaim jaminan uang muka dari pekerjaan pembangunan JSR sudah kita lakukan sejak lama dan selanjutnya sebelum sampai ke pengadilan BANI. Lebih kurang 2 tahun berjalan juga sudah kita lakukan pengklaiman," kata Bambang.
Awal Mula Sengketa
Sementara itu Kuasa Hukum Pemkab Kepulauan Meranti, Irfansyah mengatakan sengketa perkara tersebut terjadi dalam pelaksanaan kontrak kerja pelaksanaan pembangunan JSR dengan nomor 600/PU-BM/SP/1.03.01.PK. PLU.TJ/XI/2012/001 tanggal 1 November 2012 antara Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penata Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kabupaten Kepulauan Meranti dengan sejumlah pihak.
Di antaranya PT Asuransi Mega Pratama, (sekarang PT. Asuransi Umum Sealnsure), PT Bank DKI Kantor Pusat Cq. Bank DKI Cabang Jakarta Barat, PT Nadya Karya (Persero), PT Relis Sapindo Utama-Mangkubuana Hutama Jaya (Join Operational/JO), dan PT Diantama Rekanusa Jo. PT Maratama Cipta Mandiri.
Menurutnya, pada tanggal 3 Desember 2012, termohon 1 yakni PT Asuransi Mega Pratama telah menerbitkan Surat Jaminan Uang Muka (Advance Paymen Bond) dengan nomor bond: PL01.630.208C.0007/S.0295391 yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2014. Adapun nilai jaminan setinggi-tingginya sebesar Rp 67.141.708.050 atau 15 persen dari total nilai kontrak yakni Rp 460 miliar.
Selanjutnya pada tanggal 25 Oktober 2012, termohon II yakni PT Nadya Karya (Persero)-PT Relis Sapindo Utama-Mangkubuana Hutama Jaya (Join Operational/ JO) juga telah menerbitkan Surat Jaminan Pelaksanaan Pembangunan JSR berupa Garansi Bank No: 154.166/WKJBASK/X/2012 sebesar Rp 22.380.569.350 atau 5 persen dari total nilai kontrak.
Waktu itu, kata Irfansyah, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan PT Asuransi Mega Pratama, Bank DKI, dan PT Nindya Karya (persero) telah melakukan wanprestasi. Gugatan tersebut didaftarkan pada Senin 2 November 2020 lalu oleh Abu Hanifah yang saat itu menjabat Plt Kepala Dinas PU Kepulauan Meranti. Namun gugatan tersebut ditolak pada Kamis 6 Januari 2022 seperti yang tertera dalam website resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (SIPP PN Jakarta Pusat).
Kemudian Pemkab Kepulauan Meranti melalui kuasa hukumnya kembali mengajukan permohonan ke BANI pada 3 Oktober 2022.
Dalam gugatan tersebut, pengadilan BANI menyatakan termohon 1 dan 2 telah melakukan perbuatan inkar janji dan menyatakan sah pemutusan kontrak pekerjaan No 600/PU-BM/SP/1,03.01.PK.PLU.TJ/X1/2012/001.
Pihak BANI juga menghukum termohon 1 yakni PT Asuransi Mega Pratama untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp 27.783.238.79 dan juga menghukum termohon II yakni PT. Nadya Karya (Persero)-PT Relis Sapindo Utama-Mangkubuana Hutama Jaya (JO) untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp 22.380.569.350.
Adapun total dari ganti rugi ditambah
pengembalian biaya yang ditalangi oleh pemohon meliputi setengah biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter sebesar Rp 758.058.405,00 yakni sebesar Rp 50.163.808.142,00.
"Pembayaran terhadap kedua jaminan tersebut akan kembali ke kas daerah berdasarkan putusan pengembalian ini paling lama 45 hari sejak putusan itu dibacakan. Jadi pada intinya, permasalahan dan penyelesaian terkait uang muka dan jaminan pembangunan JSR sudah dinyatakan selesai. Walaupun masih menunggu, mudah-mudahan tidak ada kendala sampai nantinya diproses oleh Dinas PUPR dan uangnya bisa digunakan untuk pembangunan lainnya," kata Irfansyah.
Proyek Mangkrak Diusut Polda Riau
Jembatan Selat Rengit (JSR) semula direnca akan menghubungkan antara Pulau Tebingtinggi dengan Pulau Merbau. Pembangunan JSR itu merupakan proyek multiyears 2012-2014 di bawah kepemimpinan Bupati Irwan Nasir.
Untuk proyek tersebut, Pemda pada tahun 2012 menganggarkan dana sebesar Rp 125 miliar, tahun 2013 sebesar Rp 235 miliar dan tahun 2014 sebesar Rp 102 miliar. Nilai ini belum termasuk biaya pengawasan tahun pertama Rp 2 miliar, tahun kedua Rp 3,2 miliar dan tahun ketiga Rp1,6 miliar.
Namun kenyataannya proyek yang dikerjakan PT Nindya Karya KSO ini tidak menuntaskan proyek dan baru berupa pancang-pancang.
Dalam penghitungan yang dilakukan oleh pihak Dinas Pekerjaan Umum (PU), pekerjaan Jembatan Selat Rengit itu hanya sebesar 17 persen saja saat berakhirnya masa pengerjaannya, yakni pada akhir 2014 lalu. Pada saat itu biaya penawaran dari perusahaan untuk menuntaskan pembangunan Jembatan Selat Rengit, yakni sebesar Rp 447 miliar.
Sementara sesuai dengan aturan, pemerintah memberikan uang muka maksimal sebesar 15 persen atau sekitar Rp 67 miliar untuk memulai pembangunan jembatan pada tahun 2013 lalu.
Dari penyidikan yang dilakukan, diketahui timbul kerugian keuangan negara sebesar Rp 42.135.892.352. Angka tersebut diketahui dari hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau
Penyidik Subdit III Ditreskrimsus Polda Riau, juga telah merampungkan proses penyidikan kasus dugaan korupsi proyek JSR di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Dalam perkara ini penyidik menetapkan dua orang tersangka. Seorang pria berinisial DA selaku Kuasa KSO PT Nindya Karya-PT Relis Safindo Utama-PT Mangkubuana Hutama Jaya dan DJ selaku Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga tahun 2012 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). (R-01)