Izin Rumah Ibadah Sulitnya Minta Ampun, Menteri Agama Berencana Pangkas Perizinan: Tak Perlu Rekomendasi FKUB!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Di Indonesia, setelah hampir 78 tahun merdeka, urusan mendirikan rumah ibadah agama yang diakui pemerintah masih belum kelar-kelar juga. Sangat terasa betapa rumit dan birokratisnya prosedur untuk mendirikan rumah ibadah, terkhusus bagi penganut agama minoritas.
Aksi-aksi pembubaran dan pencekalan ibadah pun masih terus berlanjut. Baru-baru ini, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengungkap 3 peristiwa pembubaran ibadah umat Kristen sepanjang Mei 2023. Salah satunya terjadi di Kota Pekanbaru, Riau terhadap pembubaran ibadah jemaat GBI Gihon.
Kerumitan dalam pendirian rumah ibadah ini pun kini agaknya direspon oleh Kementerian Agama (Kemenag). Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengaku tengah menyusun aturan terkait izin pendirian rumah ibadah, menyusul banyaknya penolakan pembangunan rumah ibadah agama tertentu dan pembubaran paksa.
Ia menyampaikan, nantinya rumah ibadah bisa didirikan cukup dengan satu rekomendasi, yaitu rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag).
Selama ini, berdasarkan Peraturan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Mendagri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006, izin pembangunan rumah ibadah harus mendapatkan rekomendasi dari Kemenag dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
"Dulu itu di peraturan dua menteri ada dua rekomendasi yang harus dipenuh. Pertama rekomendasi dari FKUB dan dari Kemenag. Sekarang kami menghapus satu rekomendasi," kata Yaqut dalam rapat kerja bersama DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/6/2023).
"Jadi di Perpres yang kami ajukan, rekomendasi hanya satu saja cukup dari Kemenag. Jadi tidak ada FKUB," imbuh dia.
Ia mengaku, banyaknya rekomendasi justru membuat pendirian rumah ibadah semakin sulit.
Pendirian rumah ibadah, kata Yaqut, memang bukan perkara yang mudah mengingat banyak stakeholder yang harus dimintai persetujuan.
"Karena seringkali semakin banyak rekomendasi itu akan semakin sulit. Dan kita coba atasi satu per satu," bebernya.
Lebih lanjut, Yaqut menyampaikan, masih banyaknya penolakan pendirian rumah ibadah agama tertentu menunjukkan pentingnya moderasi beragama.
Dengan moderasi beragama, umat mayoritas tidak akan semena-mena dengan kaum minoritas.
Ia bahkan menyatakan, semakin mendalami agama yang dianutnya, umat akan semakin toleran terhadap perbedaan yang ada. Jika masih ada intoleransi, maka artinya umat belum mendalami agama secara seutuhnya.
"Ini bukan superioritas, tapi justru menunjukkan bahwa dia tidak paham ajaran agamanya. Semakin orang paham agama, maka semakin toleran dia," ujar Yaqut. (*)