Beda Vonis Korupsi Uang Desa di Riau: Kades Inhu 4 Tahun Penjara, Kades Pelalawan Cuma 1 Tahun Saja
SabangMerauke News, Pekanbaru - Pengadilan Tipikor Pekanbaru menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dalam kasus korupsi uang desa yang dilakukan terdakwa Kepala Desa Air Putih, Indragiri Hulu (Inhu), Tursiwan. Selain itu, Tursiwan juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Majelis hakim yang diketuai oleh Zulfadli juga menghukum Tursiwan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 275,7 juta. Putusan dibacakan pada Jumat (21/1/2022) lalu.
BERITA TERKAIT: Jaksa Didesak Banding Vonis 1 Tahun Penjara Korupsi Kades di Pengadilan Tipikor Pekanbaru: Korupsi Uang Desa Menjamur, Vonis Kok Lembek!
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntatan jaksa Kejari Inhu yang meminta majelis hakim menghukum Nursiwan 5 tahun penjara dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Nursiwan juga dituntut mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 275,7 juta dari total kerugian negara sebesar Rp 410 juta. Soalnya, terdakwa saat penyidikan sudah mengembalikan uang sebesar Rp 67 juta dan hartanya telah disita dengan taksiran Rp 67,7 juta.
Vonis yang berbeda dan jauh lebih ringan diperoleh oleh Kepala Desa Merbau, Pelalawan, Edi Maskor. Edi jauh lebih beruntung karena majelis hakim yang diketuai Dr Dahlan SH, MH hanya menjatuhkan vonis 1 tahun penjara serta pidana denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
BERITA TERKAIT: Netizen Tanggapi Sinis Kades Korupsi Uang Desa di Pelalawan Divonis Ringan Cuma 1 Tahun Penjara: Enak Ya Jadi Koruptor!
Jaksa memang sejak awal menuntut ringan Edi Maskor. Ia hanya dituntut hukuman 1,5 tahun penjara dan pidana denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Putusan ringan terhadap Kades Merbau, Edi Maskor ini menimbulkan kritik sosial. Kejaksaan Negeri Pelalawan didesak untuk mengajukan upaya hukum banding terkait vonis tersebut.
Meski putusan hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru itu tepat 2/3 dari tuntutan, namun jaksa diminta untuk menggunakan haknya mengajukan banding. Hal tersebut akan mencerminkan sikap jaksa yang tegas dalam pemberantasan korupsi.
"Jaksa harus banding dengan putusan hakim tersebut. Putusan itu sangat lembek dan ringan sekali. Kami meminta jaksa untuk mengajukan banding secepatnya," tegas Ketua Rumah Keadilan Riau (RKR), Pagar Sianturi SH kepada SabangMerauke News, Kamis (20/1/2022) lalu.
BACA JUGA: Kades di Rokan Hilir Dituntut 7 Tahun Penjara, Dugaan Korupsi Dana Desa Rp 800 Juta
Menurut Pagar, putusan tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Meski kelas korupsinya tingkatan pemerintahan desa, namun kasus-kasus korupsi keuangan desa saat ini massif dan marak terjadi. Putusan yang ringan tidak akan memberikan efek jera terhadap pelaku lainnya.
"Itu putusan yang tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi. Tidak mencerminkan rasa keadilan dalam masyarakat. Bahkan, jika pun ada pengembalian kerugian negara, tetap saja putusan yang dijatuhkan mestinya lebih berat. Kalau hanya karena pertimbangan kerugian negara sudah dikembalikan lalu dituntut dan divonis ringan, maka lebih baik semua kasus korupsi dimusyawarahkan saja," sindir Pagar yang juga merupakan Ketua LBH Visi Keadilan Nusantara ini.
Pagar menegaskan, kasus korupsi keuangan desa kini menjadi tren yang begitu massif terjadi. Ia khawatir vonis ringan korupsi uang desa juga akan menjadi tren dan kebiasaan yang berulang terjadi.
"Korupsi uang desa jangan dipandang sebelah mata. Ada berapa ribu desa di Riau? Bayangkan jikalau uang desa dikorupsi, tapi hukumannya ringan," tegas Pagar.
Padahal kata Pagar, Presiden Jokowi telah menggelontorkan uang ke desa dalam jumlah yang besar dikelola oleh kepala desa dan perangkatnya. Harapannya, arus uang ke desa itu dapat dimanfaatkan untuk stimulus pembangunan desa, khususnya untuk pembangunan infrastruktur desa.
"Kalau uang dari pusat yang digelontorkan Presiden Jokowi ternyata dikorupsi di desa, maka ini tidak memberi keadilan bagi warga desa," pungkas Pagar.
Putusan ringan terhadap Kades Merbau, Edi Maskor ini juga mendapat sindiran keras netizen. Suara nyinyir dan sinis disuarakan sejumlah warganet yang menyoroti betapa ringannya hukuman untuk pencuri uang rakyat.
"Jadi koruptor juga lah, enak ya kayaknya," komentar Syah*** dalam kolom komentar grup Facebook, Selasa (18/1/2022).
"Masak hukumannya 1 tahun. Sedangkan maling bongkar rumah hukumannya 2 sampai 3 tahun. Kok korupsi rugikan uanh rakyat cuma hukuman 1 tahun," tulis Jun***.
"Apa apa dengan pengadilan Tipikor Pekanbaru?" komentar Jun*** lagi.
Dalam amar putusan yang dibacakan lewat sidang secara virtual, majelis hakim menyatakan terdakwa Edi Maskor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Ia terbukti melakukan kejahatan tipikor yakni pasal 3 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tipikor.
"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun," kata hakim Dahlan dalam amar putusannya.
Edi Maskor juga dijatuhi hukuman pidana denda sebesar Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Putusan ringan majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru ini memang diawali oleh tuntutan ringan jaksa penuntut dari Kejari Pelalawan. Edi Maskor hanya dituntut jaksa hukuman 1,5 tahun penjara serta pidana denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Dengan demikian, putusan majelis hakim ini persis 2/3 dari tuntutan jaksa yang membuat jaksa tak harus banding. Jaksa juga masih menyatakan pikir-pikir atas putusan ringan tipikor ini.
Edi Maskor sebelumnya didakwa melakukan tindak pidana korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) tahun 2018 lalu. Surat dakwaan jaksa menyebut kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 573 juta. (*)