Hebat Didengar Tapi Terkesan Macan Ompong, Percuma Jika Hukuman Denda Rp 16,2 Triliun PT Merbau Pelalawan Lestari Tak Dieksekusi
SabangMerauke News, Pekanbaru - Putusan Mahkamah Agung berkekuatan hukum tetap denda Rp 16,2 triliun yang dijatuhkan kepada PT Merbau Pelalawan Lestari cuma sekadar hebat didengar. Namun, jika putusan tersebut tidak dapat dieksekusi, maka putusan tersebut terkesan menjadi macan ompong yang tidak memiliki efek jera terhadap korporasi perusak hutan.
"Kita apresiasi putusan Mahkamah Agung tersebut. Namun, jika selama 6 tahun putusan tidak dilakukan eksekusi, maka putusan tersebut sekadar penghibur yang enak didengar saja. Tapi tidak berefek apa-apa. Terkesan sekadar jadi macan ompong," kata Koordinator Rumah Keadilan Riau (RKR), Pagar Sianturi SH kepada SabangMerauke News, Sabtu (22/1/2022).
BERITA TERKAIT: Jokowi Cabut Izin PT Merbau Pelalawan Lestari, Denda Rp 16,2 Triliun Sesuai Putusan MA Sudah Dibayar?
Pagar mengomentari soal tak kunjung dieksekusinya hukuman denda terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari yang izinnya sudah dicabut pada 5 Januari 2022 lalu oleh Presiden Jokowi melalui anak buahnya Menteri LHK, Siti Nurbaya. Kendati putusan sudah berkekuatan hukum tetap hampir 6 tahun lamanya, sejak Agustus 2016 lalu, namun sampai saat ini diduga kuat Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru tak kunjung melakukan eksekusi putusan.
Pagar mengingatkan agar Menteri LHK Siti Nurbaya tidak sekadar melakukan pencabutan izin kehutanan terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari. Namun, Menteri Siti didesak agar kementeriannya mengajukan kembali langkah eksekusi putusan ke PN Pekanbaru.
"Menteri Siti Nurbaya harus kembali memonitor soal proses eksekusi putusan oleh PN Pekanbaru. Di mana hambatannya sehingga eksekusi tak kunjung dilakukan. Ini sudah 6 tahun lamanya. Aneh kalau eksekusi putusan tak dilakukan," kata Pagar yang merupakan Ketua LBH Visi Keadilan Nusantara.
BERITA TERKAIT: PN Pekanbaru Diminta Eksekusi Hukuman Denda Rp 16,2 Triliun PT Merbau Pelalawan Lestari yang Izinnya Dicabut Jokowi
Diwartakan sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru diminta untuk mengeksekusi putusan hukum denda Rp 16,2 triliun terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari. Putusan gugatan yang dilayangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tersebut telah berkekuatan hukum tetap sejak Mahkamah Agung mengabulkan kasasi KLHK hampir 6 tahun silam, tepatnya 18 Agustus 2016 lalu.
"Pengadilan Negeri memiliki hak mengeksekusi putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu," terang akademisi Fakultas Hukum Universitas Riau, Erdiansyah SH, MH saat dimintai pendapatnya oleh SabangMerauke News, Sabtu (22/1/2022).
BACA JUGA: Bikin Kapok! Menteri LHK Cabut 10 Izin Konsesi 10 Perusahaan Kehutanan di Riau, Ini Daftarnya
Menurutnya, agar putusan hukum memiliki kepastian dan wibawa pengadilan terjaga, maka eksekusi putusan yang bersifat segera haruslah dilakukan.
"Ya, harus segera dilakukan eksekusi. Apalagi sudah berkekuatan hukum tetap. Demi tegaknya marwah pengadilan dan kepastian hukum," tegas Erdiansyah.
BERITA TERKAIT: Efek Jokowi 'Ngamuk': Menteri LHK Evaluasi Total Izin 11 Perusahaan di Riau, Ini Daftar Lengkapnya!
Menteri LHK, Siti Nurbaya telah dikonfirmasi ikhwal sikap terbarunya soal eksekusi putusan hukum terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari yang izinnya telah dicabut Siti sejak 5 Januari lalu. Namun, politisi Partai NasDem ini tidak memberikan balasan pesan konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News, Sabtu sore tadi.
Humas PN Pekanbaru, Tommy Manik belum bisa memastikan soal perkembangan eksekusi putusan tersebut.
"Nanti akan saya cek dulu ya," terangnya singkat.
Hasil penelusuran SabangMerauke News, mendapat fakta bahwa pengajuan eksekusi putusan terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari sudah pernah dilayangkan oleh Kementerian LHK ke PN Pekanbaru 2 tahun silam. Kala itu pada 27 Juli 2019, Humas PN Pekanbaru saat masih dijabat Asep Koswara menyatakan proses eksekusi masih tahapan aanmaning dan para pihak diminta untuk bernegosiasi. Namun, hingga kini tidak jelas lagi kabar proses eksekusi, setelah dua tahun berlalu.
Aanmaning dalam istilah hukum berarti suatu peringatan dari pengadilan kepada pihak berperkara. Peringatan khusus itu diberikan kepada pihak yang kalah dalam persidangan agar melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara perdata yang sudah berkekuatan hukum tetap, secara sukarela atau kemauan sendiri dalam tempo paling lama 8 hari.
Diwartakan sebelumnya, Keputusan Presiden Joko Widodo melalui anak buahnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (RI) Siti Nurbaya yang mencabut izin kehutanan PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) meninggalkan satu tanda tanya besar. Soalnya, perusahaan hutan tanaman di Riau ini sebelumnya sudah divonis Mahkamah Agung bersalah dan diwajibkan membayar uang kerugian akibat kerusakan lingkungan sebesar Rp 16,2 triliun pada 2016 lalu.
Sebelum pencabutan izin tersebut dilakukan oleh Menteri LHK, muncul tanda tanya apakah perusahaan pemasok kayu untuk industri pulp and paper ini sudah membayar kewajiban hukum pembayaran uang tersebut?
Pencabutan izin konsesi kehutanan PT Merbau Pelalawan Lestari diumumkan oleh Presiden Jokowi di Istana Negara pada 5 Januari 2022 lalu didampingi oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya. Perusahaan pemegang konsesi seluas 12.660 hektar tersebut izinnya dicabut bersamaan dengan pencabutan izin 16 perusahaan kehutanan dan pertambangan di Riau.
Adapun pencabutan izin tertuang dalam lampiran kedua Surat Keputusan Menteri LHK nomor; SK.01/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/2022 tertanggal 5 Januari 2022.
Izin yang dicabut oleh Menteri LHK atas nama PT Merbau Pelalawan Lestari sebelumnya diterbitkan oleh Menteri Kehutanan, MS Kaban dengan nomor: SK.69/Menhut-II/2007.
Mahkamah Agung Hukum Perusahaan Rp 16,2 Triliun
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menggugat PT Merbau Pelalawan Lestari pada 2014 lalu melalui Pengadilan Negeri Pekanbaru terkait pengrusakan hutan dan pengelolaan hutan di luar izin. Pada 3 Maret 2014, PN Pekanbaru mengabulkan gugatan tersebut namun PT Merbau Pelalawan Lestari mengajukan banding.
Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru mengabulkan banding perusahaan hingga lepas dari jerat hukum. Namun, KLHK mengajukan kasasi terhadap putusan PT Pekanbaru nomor 79/PDT/2014/PTR tanggal 28 November 2014 tersebut.
Hingga akhirnya pada tanggal 18 Agustus 2016 lalu, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan oleh KLHK. Lewat putusan kasasi nomor perkara 460 K/Pdt/2016, PT Merbau Pelalawan Lestari dinyatakan terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Perusahaan terbukti melakukan penebangan hutan di luar lokasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT).
"Menghukum dan memerintahkan tergugat (PT Merbau Pelalawan Lestari) untuk membayar ganti kerugian lingkungan hidup kepada negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia secara langsung dan seketika sejumlah Rp 16.224.574.805.000,00,” demikian petikan bunyi putusan tersebut.
Adapun rinciannya, yakni kerugian akibat perusakan lingkungan hidup dalam areal IUPHHK-HT seluas lebih kurang 5.590 hektare senilai Rp 12.167.725.050. Termasuk juga kerugian akibat perusakan lingkungan hidup dalam areal IUPHHK-HT seluas lebih kurang 1.873 hektare senilai Rp 4.076.849.755.000.
Sidang kasasi itu diputuskan oleh trio Hakim Agung diketuai oleh Takdir Rahmadi dengan anggota hakim I Gusti Agung Sumanatha dan Dr Nurul Elmiyah.
Kalah dalam putusan kasasi, PT Merbau Pelalawan Lestari mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK). Lagi-lagi PK perusahaan ditolak oleh majelis hakim pada 17 Desember 2019 silam. Majelis hakim PK terdiri dari Syamsul Maarif,, Ibrahim, HM Syarifudddin, memutuskan menolak gugatan PT Merbau Pelalawan Lestari dan menguatkan putusan kasasi sebelumnya. (*)