Minus PDI Perjuangan, 8 Fraksi di DPR Kompak Menolak Pemilu Coblos Partai: MK Bisa Didatangi Protes Ribuan Caleg!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Tanpa Fraksi PDI Perjuangan, sebanyak 8 fraksi di DPR RI kompak menolak sistem pemilu proporsional tertutup atau pemilu coblos partai. Sikap politik tersebut disampaikan merespon desas-desus kabar Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengeluarkan putusan pemilu legislatif dengan hanya mencoblos lambang partai.
Isu tersebut dihembuskan oleh mantan Wamenkumham Denny Indrayana dua hari lalu. Denny mengaku mendapat informasi jika MK akan memutus sistem pemilu proporsional tertutup yang memicu kehebohan politik dan respon keras Menko Polhukam Mahfud MD.
Dalam pertemuan yang digelar, Selasa (30/5/2023), sebanyak delapan fraksi di DPR sepakat menolak sistem pemilu coblos partai. Mereka yang hadir yakni Ketua F-Golkar Kahar Muzakir, Waketum Gerindra Habiburokhman, Waketum PAN Yandri Susanto, Ketua F-NasDem Roberth Rouw, Sekretaris F-PKB Fathan Subchi, Ketua Komisi II DPR F-Golkar Ahmad Doli Kurnia, Ketua F-Demokrat Eddhy Baskoro, Ketua F-PAN Saleh Daulay, dan Ketua F-PKS Jazuli Juwaini.
Tidak terlihat perwakilan Fraksi PDI Perjuangan alam pertemuan tersebut yang diketahui mendukung pemilu coblos partai.
"Kami di sini ingin menyampaikan bahwa kami tetap menuntut sistem pemilu itu sistem terbuka," kata Ketua F-Golkar Kahar Muzakir saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Kahar mengatakan tahapan pemilu sudah berjalan, terlebih para partai politik sudah mengirimkan daftar calon sementara (DCS) kepada KPU. Sistem coblos partai juga akan merenggut hak konstitusional para bacaleg untuk dipilih.
"Sistem terbuka itu sudah berlaku sejak lama dan kemudian kalau itu mau dirubah sekarang proses pemilu sudah berjalan. Kita sudah menyampaikan daftar calon sementara (DCS) kepada KPU, setiap partai politik itu calegnya itu dari DPRD kabupaten, kota, provinsi, DPR RI, jumlahnya kurang lebih 20 ribu orang," terang Kahar.
"Jadi kalau ada 15 parpol itu ada 300 ribu orang. Nah mereka ini kehilangan hak konstitusionalnya untuk dipilih kalau menggunakan sistem tertutup. Maka kita minta supaya tetap sistemnya terbuka," ujar Kahar.
Kahar mengatakan para bacaleg yang merasa dirugikan mungkin saja meminta ganti rugi jika merasa hak konstitusionalnya dirugikan jika sistem coblos gambar partai betul-betul diberlakukan. Kahar mengatakan ratusan ribu orang bisa saja menuntut ganti rugi ke MK karena hal ini.
"Kalau mereka memaksakan mungkin orang-orang itu akan meminta ganti rugi, paling tidak mereka kan mengurus SKCK dan sebagainya. Kepada siapa ganti rugi mereka minta? Bagi yang memutuskan sistem tertutup. Bayangkan kalau 300 ribu orang itu minta ganti rugi dan kalau mereka datang berbondong-bondong ke MK, agak gawat juga MK ini," kata Kahar.
"Bukan kita minta, kan mereka itu mendaftar ya, daftar itu undang-undang yang berlaku sampai sekarang itu yang terbuka, jadi mereka nggak salah, sampai dengan pendaftaran kemarin, sistem yang berlaku adalah sistem terbuka. Jadi kalau ada yang mencoba merobah sistem itu, orang banyak itu akan protes dan kita nggak suruh, karena mereka kan kehilangan hak konstitusionalnya untuk dipilih, ya kan kalau dengan sistem tertutup dia nggak bisa dipilih, yang bisa dipilih partai politik, itu persoalannya. Ini bukan kita mengada-ada, itu realitas yang ada berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang berlaku saat ini," imbuhnya. (*)