Jokowi Blak-blakan Dirinya akan Cawe-cawe di Pemilu 2024, Ini Alasannya
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Presiden Jokowi secara blak-blakan mengungkap dirinya akan ikut cawe-cawe dalam pemilu 2024 mendatang. Ia memiliki alasan untuk 'ikut rembug' pada suksesi kepemimpinan nasional.
"Demi bangsa dan negara saya akan cawe-cawe, tentu saja dalam arti yang positif," ucap Jokowi di Istana Negara saat bertemu jajaran pemimpin redaksi dan konten kreator, Senin (29/5/2023).
Jokowi menegaskan maksud cawe-cawe yang masih dalam koridor aturan. Dirinya menjamin tidak akan melabrak aturan dan menciderai demokrasi.
"Saya tidak akan melanggar aturan, tidak akan melanggar undang-undang, dan tidak akan mengotori demokrasi," kata Jokowi.
Ia beralasan Indonesia hanya memiliki waktu 13 tahun ke depan demi menjadi negara maju. Untuk saat ini Jokowi menyebut Indonesia ada di posisi upper middle income. Sedangkan untuk menjadi negara maju, pendapatan per kapita Indonesia harus berada di kisaran USD 10.000 per tahun.
"Kita ini sekarang ada di middle income walaupun di level upper tapi kita masih di level middle income. Nah untuk keluar dari middle income itu, untuk jadi negara maju itu perolehan pendapatan per kapitanya minimal 10 ribu," kata Jokowi.
"Untuk bisa keluar kita cuma punya waktu 13 tahun dan itu sangat-sangat tergantung pada calon presiden di masa yang akan datang yang akan bisa membawa Indonesia ke next level, karena alasan itulah kemudian saya akan cawe-cawe untuk itu," imbuh Jokowi.
Sebelumnya, langkah Jokowi dinilai terlalu ikut campur dalam penentuan capres 2024. Ia kerap melakukan endorse sejumlah tokoh politik yang potensial menjadi capres melanjutkan 10 tahun kepemimpinannya.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin merupakan salah satu yang mengkritisi langkah Jokowi yang cawe-cawe dalam penentuan arah koalisi atau pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada pilpres 2024.
Din berpesan, sebaiknya Jokowi memastikan ajang pilpres berjalan secara adil dan jujur dari sibuk cawe-cawe masalah koalisi dan pencapresan. Menurutnya, tak baik pemegang kekuasaan menunjukkan sikap tak netral.
"Pemegang kekuasaan sekarang jangan melibatkan diri dalam politik pencapresan. Itu tidak menunjukkan seorang negarawan yg sebenarnya itu akan membuka praduga dari rakyat," ujar Din di kediamannya, kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (23/5/2023) lalu.
"Ini akan menguatkan dugaan dari rakyat ya. Jangan-jangan dalam rangka untuk menyelamatkan diri, jangan-jangan untuk menyelamatkan keluarga, jangan-jangan untuk menyelematkan kepentingan khususnya bisnis," jelasnya.
Dia pun meminta Jokowi agar tak membiasakan diri mengumpulkan para pimpinan parpol pendukung pemerintah di tempat yang difasilitasi negara. Apalagi, mereka bukan membicarakan kepentingan masyarakat.
"Sebaiknya presiden Joko Widodo itu jangan sering sering mengundang partai politik, apalagi yang dibicarakannya pilpres, bukan kebijakan nasional, bukan program pemerintah. Jadi ini bukan cawe-cawe lagi ini, tapi sudah ngatur-ngatur gitu. Ini bukan sikap dan sifat kenegarawanan gitu," ungkapnya.
Sebagai informasi, Jokowi mendapat banyak sorotan usai mengumpulkan enam ketua umum partai politik di Istana Merdeka beberapa waktu lalu. Apalagi, Jokowi akui mereka sempat bicara Pilpres 2024.
Beberapa pihak merasa Jokowi telah melanggar etika kepresidenan, salah satunya mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Teranyar, Din Syamsuddin. (*)