Wow! Jokowi Buka Kembali Ekspor Pasir Laut yang Ditutup di Era Megawati Soekarnoputri, Langsung Diprotes Eks Menteri Susi Pudjiastuti
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Ekspor pasir laut kini telah diizinkan kembali oleh pemerintah. Setelah hampir 20 tahun berlaku larangan ekspor pasir laut, kini Presiden Joko Widodo Jokowi telah membuka kran kebijakan ekspor pasir yang berdampak pada ekosistem laut tersebut.
Penutupan izin ekspor pasir laut sebelumnya dilakukan oleh presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri pada tahun 2022 silam.
Dibukanya kembali ekspor pasir laut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang diundangkan pada 15 Mei 2023 lalu.
Aturan tersebut memuat rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut.
Dalam pasal 9 ayat Bab IV butir 2, pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor.
"Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis 9 ayat Bab IV butir 2 huruf d.
Dalam beleid yang diundangkan pada 15 Mei 2023 ini, pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor wajib memiliki izin pemanfaatan pasir laut. Penjualan pasir laut baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan dari menteri yang menyelenggarakan penerbitan urusan di bidang mineral dan batubara.
Izin pemanfaatan pasir laut juga bisa diperoleh dari gubernur sesuai dengan kewenangannya setelah melalui kajian oleh tim kajian dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan izin ini harus bergerak di bidang pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut.
Permohonan izin tersebut wajib disertai proposal dan rencana kerja umum yang memuat tujuan dan pemanfaatan pasir laut, mitra kerja, serta lokasi yang menunjukkan letak perairan berupa nama perairan dan titik koordinat geografis.
Proposal ini juga wajib mencantumkan kondisi fisik, kimia, dan biologi perairan. Lalu volume pasir laut, waktu, metode, dan sarana pembersihan hasil sedimentasi di laut. Kemudian pelaku usaha wajib melampirkan pernyataan kesanggupan penyelesaian persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Data peralatan pembersihan pasir laut yang memuat jumlah, kepemilikan, dan spesifikasi teknis juga wajib dilampirkan dalam proposal tersebut. Dilengkapi rencana pengelolaan dampak fisik, kimia, biologi, dan sosial. Serta kelayakan finansial, proyeksi nilai manfaat yang akan diberikan kepada pemerintah, keterangan riwayat pengalaman dalam melakukan usaha pasir laut secara bertanggung jawab, dan dokumen permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut.
Mengacu pada Pasal 11, pelaku usaha wajib menjamin dan memperhatikan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat di sekitar lokasi pembersihan, keseimbangan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil, dan akses masyarakat sekitar lokasi pembersihan.
Syarat lainnya, pelaku usaha wajib melaporkan realisasi volume pengangkutan dan penempatan di tujuan pengangkutan. Laporan tersebut lalu disampaikan oleh nakhoda kapal pengangkut kepada Kementerian.
Laporan realisasi volume pengangkutan dan penempatan wajib dilaksanakan setiap tujuh hari melalui e-logbook pengangkutan hasil sedimentasi di laut. Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan realisasi volume pengangkutan dan penempatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Pengekspor pasir laut pun harus menggunakan awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. Namun jika tidak tersedia awak kapal berkewarganegaraan Indonesia, diperbolehkan menggunakan awak kapal berkewarganegaraan asing sesuai kebutuhan serta wajib mendapatkan persetujuan dari menteri.
Seperti diketahui, ekspor pasir laut ini sudah pernah dihentikan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan SKB Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Pemerintah saat itu memutuskan untuk melarang ekspor pasir laut lantaran telah terjadi kerusakan ekosistem wilayah pesisir akibat pengerukan yang ugal-ugalan saat itu.
Kerusakan lingkungan yang dimaksud berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir.
Alasan lainnya, yaitu belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah antara kedua negara.
Protes Susi Pudjiastuti
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Susi berharap agar PP ini dibatalkan karena dampaknya jauh lebih besar akan memberikan kerugiannya.
“Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar,” kata Susi dalam keterangannya, Minggu, (28/5/2023).
Menurutnya, climate change atau perubahan iklim sudah berdampak ke Indonesia. Dia menyebut ekspor ini akan lebih memperparah.
“Climate change sudah terasa dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut,” tandasnya. (*)